MISTY MORNING
Aku masih heran bagaimana mungkin MTQ tingkat provinsi tahun ini di adakan di kabupaten ini. kabupaten bernama Dairi , dengan udaranya yang sangat dingin, dan Islam menjadi minoritas di sini.
Sejak kafilah kami sampai disini kemaren pagi, aku langsung di serang filek, tubuhku memang agak sensitif dengan udara dingin. Meskipun di kampung ku juga dingin, tapi udara di sini memang jauh lebih dingin. Ketika aku membuka pintu, udara dingin langsung berebutan masuk.
Aku berjalan agak ter buru-buru menuju bus ketika ibu offecial (pembimbing dari kantor bupati atau Kemenag) menjerit-jerit memanggil-manggil peserta yang masih di dalam pemondokan yang ternyata hanya tinggal aku sendiri.
“Ayok cepat! Peserta yang putri duluan di antar, jangan leletlah, nanti peserta yang putra terlambat di jamput, ayok cepat."
Aku menerobos gerimis kecil-kecil seperti salju, beberapa butir gerimis berhenti di kerudungku yang terhembus angin , gerimis itu tidak sempat menyentuh tanah. Pak sopir memperhatikan ku sejak aku muncul dari pintu pemondokan kafilah putri. Entah apa yang dia pikirkan tentangku aku tak peduli. Pak sopir itu berdiri bete di dekat pintu masuk, ia melipat tangannya di dada dengan raut jengkel di wajahnya.
Aku menunduk sopan dengan senyum tipis.
“Maaf pak aku agak telat."
‘’ Tupperware berisi minum di tangan kanan, udara sedingin ini kamu akan haus? Minyak kayu putih dan tissu di tangan kiri, memangnya kamu anak bayi? Cepat masuk, aneh sekali kamu, semua orang pake jaket, malah kamu bawa minum, tissu dan minyak kayu putih, kayak anak bayi aja, sudah gitu lama lagi, Ayok cepat."
Kata pak sopir memotong kalimat ku yang belum selesai.
Aku yang tidak dapat mengartikan apakah dia serius merepeti ku dengan kesal.
"Enak aja aku di anggap dedek bayi, apa hubungannya dedek bayi dengan minuman, minyak kayu putih dan tissu?"
Gumam ku dalam hati.
Aku masuk ke dalam bus, mataku ke sana – kemari mencari bangku yang kosong. Dan aku tersenyum senang ketika ku lihat bangku kosong dekat kaca. Aku berjalan menuju bangku kosong itu dan duduk dengan nyaman.
Udara benar-benar dingin, dan gerimis masih setia menemani, seolah ikut merayakan MTQ di daerah minoritas ini, banyak peserta yang mengeluhkan suasana ini, namun bagi ku ini menyenangkan.
Aku memasukkan tissu, minyak kayu putih, dan botol minuman ke dalam tas kecilku, lalu mengeluarkan handset dari tas. Aku menyetel murottal al-qur'an di HP ku dan menyambungkannya dengan haedset, kemudian ku pakai headset di kepalaku.
Aku menggeser kaca bus, udara dingin segar langsung masuk dari kaca, di tambah dengan hembusan angin membuatku semakin menyukainya, Semakin romantis dengan lantunan surah ar-ra'du yang ku dengar melalui headset. Rasanya duniaku benar-benar menyenangkan. Aku mengeluarkan tanganku untuk merasakan butiran gerimis mirip salju di tangan. Butiran-butiran gerimis cantik itu pun berebut singgah di telapak tanganku, dan butiran lainnya juga singgah di handsok ku, tidak membuatnya basah. Ku perhatikan gerimisnya kecil-kecil sekilas terlihat mirip butiran salju. Aku tersenyum senang.
Bagi teman-teman peserta lain udara dingin dengan gerimis ini adalah suasana yang tidak menyenangkan, namun bagiku ini malah suasana romantis. Suasana ini mengingatkan ku pada masa – masa kecilku di kampung. Di pelosok negeri yang menyatakan dirinya merdeka dan pemerintah yang menjanjikan kehidupan yang sejahtera. Benarkah sejahtera? Aku tidak tahu. yang ku tahu kehidupan di kampung ku adalah kehidupan yang memperihatinkan. Namun aku menyadari itu semua setelah aku dewasa. Sewaktu kecil aku tak pernah tau ada orang yang hidup dengan hiruk pikuknya kota metropolitan, bahkan aku tak pernah melihat mobil atau sejenisnya kecuali di TV. Yang aku tau di kampung ku orang-orang mau pergi kemanapun selalu jalan kaki.
Untuk bertahan hidup orang-orang di kampungku menanam padi di sawah, sementara untuk mendapatkan uang mereka menderes. Lalu bagaimana nasib mereka ketika pemerintah menurunkan harga getah karet? Benar-benar memperhatinkan kawan, ah jangan di bahas kehidupan di kampungku itu membuatku jadi benci pada sistem pemerintahan.
Ayah ku sendiri mata pencahariannya adalah bersawah, namun untungnya ayah memiliki lahan sawah yang lumayan luas, sehingga kehidupan kami sedikit lebih baik dari yang lain. Ibu ku juga berkebun di pinggiran sawah kami, menanam sayuran dan bumbu dapur seperti cabe, tomat, bawang dan sejenisnya.
Itulah yang di lakukan orang-orang untuk memenuhi kehidupan dan bertahan hidup.
Sewaktu kecil bersama kaka kembarku aku suka mandi hujan, dan kejar kejaran ketika gerimis turun, biasanya ayah akan melarang kami jika terlalu sering.
Ayah dan ibuku bukanlah orang yang bependidikan tinggi tapi kami selalu dapat perhatian lebih dan tidak terlalu di kekang, bahkan ayah ibu selalu membiarkan kami menentukan apa yang ingin kami lakukan, asalkan hal itu baik dan membuat kami bahagia, kami selalu di beri kebebasan dan kepercayaan dalam hal apapun.
Jemari ku penuh dengan butiran gerimis dan handsok yang ku kenakan penuh dengan butiran gerimis, tidak membuatnya basah dia berbintik bintik seperti butiran salju, aku menarik tangan ku kedalam saat ibu offecial menegur ku.
“ Masukkan tangan mu ini bukan SIPIONGOT"
Bisiknya ketelinga ku.
Ia sengaja mendekati ku khusus untuk membisikkan itu pada ku, benar-benar menjengkelkan. Entah kenapa 'SIPIONGOT' ibu kota kecamatan ku selalu menjadi bahan ledekan di daerah kabupatenku atau mungkin juga di seluruh provinsiku. Aku sadari bahwa kecamatanku di anaktirikan, atau mungkin juga kabupatenku di anaktirikan di provinsi ini, entahlah aku tidak bergelut di dunia pemerintahan atau politik, hanya saja aku merasa seperti itu.
‘’Dia menegurku atau mau mengejek ku?
Gumam ku dalam hati
Bus itu terus meluncur ke Stadion utama Dairi, bus kami berhenti setelah memasuki lokasi, aku melongok keluar, ku lihat para peserta dan para offecial lalu lalang sibuk pada urusan masing-masing.
‘’Ayok cepat daftarkan diri masing-masing! Jangan leletlah gerakannya,"
Teriak ibu offecial.
Aku turun dari bus setelah memperhatikan beberapa peserta dengan map di tangannya dari kaca bus.
‘’Hei anak bayi jangan lama-lama. Nanti peserta putra terlambat,"
Teriak pak sopir padaku
‘’Ya aku bukan anak bayilah, lagian apa hubungannya denganku dan keterlambatan peserta putra?
Jawab ku sedikit kesal.
‘’ Boru apa kau anak bayi?
Tanya pak sopir lagi tidak peduli dengan keberatan ku di panggil anak bayi. Sepertinya ia punya kepribadian suka semena-mena.
‘’Boru ritonga pak! "
Jawab ku kesal. Tak ada gunanya protes dia tidak akan peduli.
‘’Trus nama lengkap kau siapa?
Tanyanya lagi.
"Hm... tertarik juga dengan ku rupanya?
Gumam ku dalam hati, tidak berniat menjawabnya. Melihat aku diam tidak menggubris pertanyaannya, pak sopir itu mengulangi pertanyaanya lebih kuat lagi.
‘’Nama ku Sultanah Shofiya Ritonga pak"
Jawab ku dan langsung buru-buru menyusul teman-teman yang lain.
"Oalah... headset.. anak muda jaman sekarang gak ada sopan santunnya sama orang tua,"
Gerutu pak sopir itu, kesal dengan sikap ku. Aku tidak peduli aku juga cukup jengkel dengannya. Terus saja aku berjalan meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Aida
Pembaca baru
2021-03-01
0
Nailin
Mulai
2021-02-20
0
Randy
like
2021-02-18
0