Quinisa berjuang menahan tangisnya, ketika ia berdiri di depan gerbang sekolah adiknya. Matanya menatap sosok kecil berseragam merah putih, yang sedang duduk di tangga sekolah. Bocah itu nampak termenung murung dengan tas gendong di punggungnya, rasanya butuh kekuatan lebih bagi Nisa untuk melangkah menghampirinya, padahal Nisa sangat ingin segera di sana untuk memeluknya.
Dengan mengumpulkan segala kekuatannya, untuk melangkahkan kaki yang teramat berat, Nisa menghampiri lalu menyahut.
"Hai."
Bintang Kecil mengangkat kepalanya dan ia melonjak gembira, ketika melihat orang yang ia tunggu dari tadi sudah berdiri di hadapannya.
Dengan segera bocah polos itu berlari
memeluk Nisa yang sebatas dada, tapi kemudian bocah kecil itu menangis menghujat.
"Kakak jahat. Kenapa baru datang?"
Nisa hampir saja menangis mendengar hujatan itu, tapi Nisa bertahan untuk menahannya, Nisa tidak ingin menangis di depannya, karna itu terasa lebih sakit, hujatan itu adalah bentuk kerinduannya setelah satu minggu tak bertemu.
"Maaf. Minggu ini Kakak sibuk sekali, jadi tak sempat menjengukmu." lirih Nisa membalas pelukan si kecil yang sebatas dadanya erat.
Nisa mencari alasan padahal yang sebenarnya, satu minggu ini tak ada kesibukan apapun, selain menangisi kekalahannya di pengadilan. Nisa tak datang menjenguk bukan karna tidak ingin, namun ia merasa bersalah pada si kecil, dan Nisa merasa tak ada keberanian untuk melihatnya, padahal Nisa begitu merindukannya.
"Apa ada yang lebih penting selain dari pada Bintang? Hingga Kakak tidak bisa menemui Bintang lagi?" tuturnya setelah melepaskan pelukannya dari Nisa, dengan suara manja.
"Sayang, kenapa Bintang berkata begitu?" Menempelkan kedua telapak tangannya di kedua pipi mungil adiknya. "Tentu saja tidak. Bintang selalu yang terpenting di hati Kakak," tutur Nisa lembut.
Bintang kecil tersenyum gembira mendengar jawaban kakaknya.
Nisa melanjutkan. "Bintang tau apa yang Kakak lakukan seminggu ini?" Nisa melihat si kecil menggeleng. "Kakak sibuk memikirkan, kado apa yang harus Kakak berikan untuk Bintang? Bintang tidak lupakan kalau malam ini, adalah hari ulang tahun Bintang yang ke sepuluh."
"Benarkah...?" ujarnya terpukau lalu menyeringai gembira.
Si kecil lupa kalau malam ini adalah hari ulang tahunnya, tak ada yang mengingatkan seorangpun di rumah besar, tempat tinggalnya sekarang.
Wajahnya berubah sedih dan murung dalam sekejap, lalu berkata.
"Sepertinya selain Kakak tak ada yang ingat ulang tahunnya Bintang. Tuh kan Kak, di rumah itu tak ada orang yang sayang Bintang. Ulang tahunnya Bintang saja tidak ada yang ingat. Bintang tidak betah tinggal di sana."
Nisa segera memeluk kembali tubuh si kecil erat, keluhannya membuat Nisa berkaca-kaca, namun Nisa berusaha menghilangkan rasa sedihnya dengan senyuman.
"Yang pentingkan ada Kakak yang selalu ingat. Iyakan, Sayang...?"
Dalam sekejap Bintang kembali tersenyum menyeringai indah.
"Kakak bener lagi pula selain dengan kakak, Bintang tak mau merayakan ulang tahun bersama orang lain."
"Kalau begitu Bintang sudah tahukan, sekarang kita akan ke mana?"
Si kecil menganggukan kepala dalam dada Nisa, kemudian melepaskan diri dari pelukannya, untuk menatap wajah sang kakak yang selalu tersenyum kepadanya.
"Rumah Rahasia Kita. Kak..." jawabnya manja.
Nisa membalas tersenyum. Rumah Rahasia Kita adalah nama rumah kecil tempat Nisa merayakan ulang tahun si kecil, tempat yang penuh ketenangan, di sana Nisa juga dan si kecil sering menghabiskan waktu bersama, saat libur panjang sekolah.
"Bintang pintar. Kita ke sana sekarang." Menyodorkan tangan miliknya, untuk di raih adiknya dan berkata.
"Ayo."
Bintang kecil meraih tangan kakaknya, melempar senyum, lalu keduanya berjalan saling bergandengan tangan.
Tiba-tiba Nayaka sudah berdiri di hadapan mereka, menghentikan langkah Nisa dan si kecil. Sebenarnya Nisa tidak mau lagi melihat pria ini, karna setiap kali melihatnya ada sesuatu yang mengganjal, seperti rasa ingin marah, dan juga perasaannya yang masih belum hilang, bagaimanapun pria ini pernah masuk dalam kehidupannya, sebagai pacar pertamanya.
Cara ia memperhatikan Bintang Kecil dan dirinya saat itu, serta ciuman mesra Naya sering mendarat di bibirnya, masih ia rasakan dan sulit dilupakan, Nisa akan selalu mengingatnya sebagai kebodohan, karna sudah mempercayai pria ini, yang ternyata sekarang ikut menyeretnya dalam penderitaan yang tak berkesudahan.
"Aku mau pinjam Bintang." pinta Nisa pada Naya, kembali menambahkan, "Besok usianya sepuh tahun. Aku ingin merayakan ulang tahunnya. Menghabiskan waktu semalam ini bersamanya."
Nayaka terkejut. Ia merasa tidak boleh membiarkan ini terjadi, Nisa bisa dalam bahaya kalau ibunya tahu rencana Nisa saat ini.
"Ibuku tidak akan mengijinkannya. Nisa."
"Aku mohon bukankah besok kalian akan membawanya berlibur. Aku janji sebelum matahari terbit, besok pagi aku akan mengantarkannya ke rumahmu."
Nisa melihat kecemasan pada wajah pria di hadapannya itu.
"Kamu akan mendapat kesulitan, kalau sampai Ibuku tahu."
Nisa terdiam sebentar apa kata Naya benar, Anggraeni tidak akan mengijinkannya, kalau sampai dia tau pasti akan marah besar, dan mungkin akan mempersulit dirinya, tapi Nisa tidak ingin mengecewakan adiknya.
Nisa tidak pernah melewatkan ulang tahun si kecil. Setiap tahun ia selalu membawanya ke rumah rahasianya yang ada di perbukitan kota Bogor. apalagi besok rencananya Anggraeni akan membawanya berlibur selama tiga bulan, dan tiga bulan lagi baru bisa berjumpa lagi.
Nisa tekankan ia tak perduli kesulitan apa yang akan dihadapinya, kalau melakukan ini? Yang penting sebelum pergi ia bisa menyenangkan hati adiknya.
"Aku akan menerimanya."
Nisa menatap si kecil di sampingnya, dan kembali mengajaknya meneruskan langkahnya, tapi tiba-tiba tangan Nayaka meraih tangan Nisa kencang, menahannya untuk tidak pergi.
"Aku mohon, lepaskan!" pekik Nisa berusaha melepaskan tangannya.
"Aku tak bisa membiarkanmu pergi, Nisa. Ibuku akan menyakitimu."
"Kamu dan ibumu selalu menyakitiku. Dan kali inipun, aku akan menerimanya. Lepaskan tanganku!"
Seberapa kuat Nisa berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Naya, tapi itu tak berhasil, sampai akhirnya si kecil turun tangan membantu.
Bintang kecil menarik tangan yang satunya lagi milik kakaknya, tapi pamannya tetap tak mau melepaskan cengkramannya. Bintang Kecil mengambil tindakan ia melesat, kemudian menggigit tangan sang paman sekuat tenaga dengan ketajaman giginya.
Nayaka berteriak.
"Ya-ya-ya..Auuuwwww..."
Nayaka melepaskan tangannya dari Nisa kesakitan, mengibas-ngibaskan tangannya yang kini terluka, di bagian punggung tangannya akibat gigitan mulut si kecil.
Bintang kecil segera menarik tangan kakaknya.
"Lariiiii, Kakak....!
Dan saat itulah Bintang Kecil meraih
kesempatan ini untuk berlari dari Nayaka, mereka berlari sambil bergandengan tangan. Dan ini akan jadi momen indah di masa depan.
Nisa dan adiknya segera menaiki mobil Nayaka, yang terparkir di depan gerbang, karna itulah cara cepat berhasil lari dari Nayaka, yang saat ini mengejarnya di belakang. Si kecil tahu betul kalau Nisa bisa menyetir, karna dulu pernah punya mobil di tempat tinggalnya yang sudah terbakar.
Nayaka mengejar memohon untuk berhenti. Nisa berusaha menutup kaca mobilnya. Nisa berkata pada Nayaka dengan pandangan memohon.
"Aku janji sebelum matahari terbit, aku akan mengembalikan Bintang dan mobil ini, pada kalian. Aku janji."
Nisa menancap gas. Sementara Nayaka terpaku dengan perasaan cemas, membiarkan mereka berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Sery
bagus bintang gigit terus pamanmu
2020-04-17
0
Santi Yulia Rahmawati
Bikin penasaran....
2020-04-16
1