Rahasia Pria Cantik Dan Kakek Tampan
"Bulan ini kamu harus ganti rugi atas kehilangan barang dagangan minimarket ini sebesar satu juta lima ratus ribu."
Suara manajer terdengar datar, nyaris tanpa emosi. Akan tetapi bagi Nia, terdengar bagai hantaman palu godam tepat di dadanya.
Nia hanya bisa membeku. Kedua matanya membesar, dan ujung bibirnya pun bergetar.
"Se-sebesar itu, Pak?" tanyanya pelan, berharap sekedar salah mendengar.
Manajer mengangguk pelan, lalu menyandarkan punggung ke kursinya. Jemarinya tertaut di atas meja.
"Semua sudah kami hitung. Kamu ada dalam shift saat stok hilang. Jadi, kalian semua harus bertanggung jawab."
Tenggorokan Nia terasa kering. Ia menunduk, menatap seragam yang sedikit kusut.
'Satu juta lima ratus ribu. Bagaimana ini? Uang sebulan pun belum tentu cukup buat bayar utang Ibu ke rentenir … Tapi, ini harus dipotong pula untuk mengganti biaya.'
Sebuah senyuman samar muncul di wajah manajer. Ada sesuatu yang berbeda di balik lirih suaranya.
"Sebenarnya kamu bisa bebas dari semua itu," ucap sang Manajer kembali.
Nia mendongak cepat. Ia merasa memiliki sebuah harapan.
"Bagaimana caranya, Pak?"
Manajer menyandarkan tubuh ke depan. Jemarinya meraih tangan Nia yang berada di atas meja, lalu menyentuhnya dengan perlahan.
"Malam ini, kamu ikut saya ke hotel." Matanya mengerling, dan senyumnya terlihat makin lebar menyimpan sesuatu yang tak pernah Nia kira.
"Ngapain kita ke hotel, Pak?" Perlahan, ia menarik tangan, karena ada perasaan janggal dengan tatapan aneh sang manajer.
"Ya, sebagai imbalan karena saya membantumu, maka kamu harus memberi ...." Ia menatap wajah Nia, lalu beralih pada dada gadis itu.
Seketika tubuh Nia kaku. Ia kali ini ia menarik tangannya dengan cepat dan menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Pak, sa-saya harus lanjut kerja," ucapnya gugup dan panik.
Langkahnya cepat, hampir setengah berlari keluar dari ruangan itu. Sesampainya di luar, ia menatap telapak tangannya sendiri, yang baru saja mendapat sentuhan yang terasa begitu menjijikkan.
Wajahnya pun sedikit memucat membayangkan hal demikian. Ia buru-buru menuju toilet, tanpa sadar membuka kran air sekuat tenaga hingga membuat benda itu terlepas dari tempatnya hingga menyemburkan air yang deras ke pakaiannya.
Dengan wajah kesal, ia kembali memasangkan keran yang lepas itu. "Ah, sial! Kenapa hidupku tak pernah lepas dari kesialan beruntun seperti ini?"
Dengan wajah kesal, ia keluar dari toilet.
"Loh? Nia? Kenapa basah kuyup begitu?" tanya Ciko, rekan satu shift-nya.
"Iya nih, tadi kecipratan air," ucapnya lesu.
"Ganti baju dulu sanah, nanti masuk angin."
Nia menggeleng lesu. "Aku tak punya baju salinan. Biar lah, nanti juga keringa sendiri."
.
.
Nia kembali ke area rak, meski pakaiannya basah. Tapi tangannya mulai bergetar karena rasa dingin pakaian basah, ditambah udara AC yang sejuk.
Ia mulai tak fokus dengan rasa dingin dan pekerjaan menata barang-barang yang telah berantakan sisa ditinggal pelanggan setelah memilih-milih belanjaan.
Tidak hanya itu, pikirannya juga melayang pada rentenir yang tadi pagi mengetuk pintu rumah, menagih hutang yang dibuat sang ibu dengan nada tinggi dan tatapan menakutkan.
'Bagaimana cara untuk membayar angsurannya? Ke mana lagi mencari tambahan pembayarnya? Ini saja, waktu sudah habis karena bekerja.' Nia sibuk dengan pikirannya menahan gemetar karena dingin yang luar biasa.
"Heh! Apa yang kau lakukan?!"
Suara berat seorang pria, baru saja mengagetkannya. Nia pun menatap pria itu. Ia baru sadar, tangannya tengah menggenggam jemari seorang pria dengan erat dan bergetar.
Pria itu memiliki postur yang tinggi dibalut dengan jas hitam, wajahnya tampan dan bersih, tetapi menatap Nia dengan sinis.
Nia segera melepaskan genggaman itu.
"Ma-maaf, Mas ..." ucapnya gugup dan semakin bergetar. Ia segera menundukkan kepala dan menggigit bibirnya karena malu menggenggam kedua tangan dengan tubuh yang semakin bergetar. Pertama, karena kedinginan. Kedua, karena ketakutan.
Pria itu tak menanggapi permintaan maaf Nia. Ia terlihap fokus menatal tangannya sendiri, lalu beralih menyentuh dadanya. Matanya sedikit menyipit seolah menyadari ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Ia terlihat kebingungan, kemarahan sejenaknya tadi menghilang begitu saja. Tanpa satu patah kata pun, pria itu berbalik dan pergi begitu saja, tetapi masih tetap menatap jemarinya tadi lalu menoleh ke arah Nia dan menghilang.
"Ah, syukur lah. Sepertinya aku harus izin pulang buat mengganti pakaian," ucap Nia melangkah dengan cepat.
Bruk
Tubuh Nia terpental menabrak seseorang. Ternyata, pria tadi muncul kembali. Tapi kali ini, ia datang bersama seseorang. Di belakangnya, tampak seorang pria tua berambut putih sempurna dan mengenakan jas elegan, dan berjalan dengan tongkat.
Pria muda itu menunjuk ke arah Nia.
"Papa lihat sendiri kan?"
Sang ayah terlihat melongo setengah kaget.
Sang pria muda kembali mendekat, menatap Nia sejenak, lalu menyentuh pipi Nia dengan telunjuk.
"Tuh kan? Nggak terjadi apa-apa."
Pria tua itu semakin serius mengamati aduan sang putra.
"Coba kamu genggam tangannya dengan sepenuhnya."
Dengan wajah ragu, si pria muda berdiri tepat di hadapan Nia yang telah kehilangan tenaga, menggenggam tangan Nia begitu saja.
Nia refleks menarik tangannya dan mundur selangkah. Wajahnya sedikit menegang karena ia baru saja diperlakukan sama oleh sang manajer.
"Apa yang Anda lakukan?!" suaranya bergetar, tapi nadanya waspada.
Pria tua itu menatap Nia dalam-dalam. Suaranya pelan, hampir berbisik.
"Maaf, Nak. Putra saya … memiliki kelainan. Biasanya, kalau menyentuh wanita, ada sebuah reaksinya yang membuatnya seperti hampir mati. Tapi kenapa denganmu tidak terjadi apa-apa?"
Nia hanya termangu mencoba memahami ucapan pria tua itu. Namun, sebelum ia mampu menyimpulkan, pria tua itu kembali bersuara.
"Gadis Muda, kamu sepertinya kedinginan. Pakaianmu terlihat basah. Saya rasa itu akan berdampak buruk pada kesehatanmu," ucap sang pria tua bersahaja.
"Lekas lah ganti. Dan maafkan kami telah membuatmu merasa terganggu."
Belum sempat Nia menjawab, tatapannya beralih pada sang putra.
"Raffael, sekarang kamu ikut Papa!"
Sang putra langsung mengangguk. Sejenak, ia melirik Nia sekali lagi.
"Maaf," ucapnya singkat dan datar. Lalu ia berbalik mengikuti ayahnya.
Nia hanya bisa memandangi kepergian mereka. Perasaannya sungguh kacau antara marah, bingung, dan jengkel bagai kelinci percobaan oleh dua orang asing itu.
'Kelainan? Penyakit? Lalu, apa masalahnya jika tidak terjadi apa-apa saat dengan sengaja menyentuhku? Harusnya aku marah, dan meminta kompensasi sama mereka yang seenaknya aja nyentuh-nyentuh aku. Mereka itu orang-orang aneh,' ucapnya dalam batin.
Nia segera mencari mereka, tapi sayang. Harapan mendapat kompensasi, tetapi bayangan mereka telah menghilang saat sebuah kendaraan roda empat meninggalkan lokasi ini.
.
.
Saat pulang kerja, langit telah berubah warna menjadi jingga. Namun, bukan senyuman hangat ibu yang menyambutnya. Telinga Nia, disambut sebuah teriakan seorang pria yang tepat berada di depan pintu rumahnya. Pria bertato itu kini berkacak pinggang menatapnya dengan tajam.
...*Kalau udah mulai baca, tolong Author untuk tidak ditabung dan berhenti ya 🥰🥰 Jangan lupa tinggalkan komentar dan like. Makasi banyaaak*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
MomyWa
berkali2 baca, ttp aja kesel ni sm manajer
2025-08-01
5
MomyWa
diulang lagi ya thor? duh sayang sekali
2025-08-01
4
Safira Aurora
wkwkwkw.. nia kamu bengongnya smpai narikin jarinya cogan tuuu..jodoh kamu tuuu
2025-08-01
2