Refleks kepala Nia berputar mencari sosok yang memiliki ciri-ciri serupa dengan yang ia temui beberap waktu lalu. Saat ia melihat ke arah pasukan orang tua itu, tak satu pun terlihat seperti pria tampan yang waktu itu.
Di sisi lain, ada sosok yang sadar sedang diperhatikan. Namun, ia memilih untuk memberi kode kepada pria yang terlihat paling ringkih, yang ada di antara jejeran petinggi perusahaan.
"Kenapa masih di sini? Bukan kah kami telah memintamu untuk menunggu hasil di luar? Jika kamu tidak sopan seperti ini, maka kamu akan kami diskualifikasi," ucap Robin, sang pemimpin perusahaan.
Mendengar ancaman itu, membuat Nia sebagai Neo, membungkuk dan menundukkan wajah, meski itu bukan kebiasaan negara ini. Namun, ia lupa bagaimana cara mengungkapkan permohonan maaf lewat gestur secara langsung, agar semua orang tahu ia begitu menyesal atas sikap sembrononya.
"Maaf, Pak. Saya terlalu lancang. Saya mohon, tolong pertimbangkan kembali dengan bijak. Semoga saya bisa diterima di perusahaan ini, dan ke depannya saya akan bersikap profesional."
Dengan kepala tertunduk, Neo berjalan mundur. Pintu pun dibuka lewat tangan yang menggantung di belakang, tanpa memunggungi para tetua sedikit pun. Setelah di sampai di luar, Neo kembali menundukkan kepala dan memberikan senyum kaku sebelum menutup pintu.
Krek
Akhirnya pintu tertutup sempurna, tubuh Neo yang semula tegang luar biasa, langsung loyo bagai tak memiliki tulang sebagai penyangga.
"Huuuufffttt!"
Napas lega yang begitu berat, terlepas begitu saja di sana. Tanpa ia sadari, para pelamar lain memperhatikan tingkah lakunya. Salah satu dari mereka bangkit, dan menepuk salah satu bahu Neo, meski mereka sama sekali tak saling mengenal.
Nia tersentak, tak sengaja mendorong pria itu. Pria yang memberikan penguatan itu pun merasa kaget, karena ia terbiasa seperti itu terhadap rekan lain jika sesuatu berat menimpa rekan yang lain.
Melihat reaksi Neo yang berlebihan, membuat beberapa pelamar menggelengkan kepala.
"Ck, mahal kali badannya, sampai gak boleh disentuh," gumam salah satu dari mereka.
"Udah untung didukung, tapi dibalas dengan tindakan tak sopan begitu," tambah yang lain.
Mendengar bisikan yang sengaja diperdengarkan, membuat Neo melirik kembali pria yang tadi menepuk pundaknya. Kedua tangan kini tertangkup dan menundukkan kepala memasang wajah penuh penyesalan.
"Maaf. Saya tadi kaget. Jadi refleks begitu," ucap Neo dengan nada rendah. Nia sedikit trauma karena sentuhan pria yang akhir-akhir ini begitu sering terjadi pada dirinya, hingga membuat gerakan refleks tersebut, dan tentu bagi para pria ini sangat aneh.
Oleh karena itu, alasan yang diberi pria bertubuh kecil dibanding yang lain, terasa ganjal bagi mereka.
"Bro, lu itu cowok! Tak usah terlalu formal begitu," seloroh salah satu dari mereka.
"Lagian, cowok mana yang refleks mendorong orang bila disentuh pundaknya. Kayak cewek aja lu, Bro," timpal yang lain menambahkan.
Beberapa yang ada di sana mengangguk setuju, membuat Nia sedikit meringis karena dipojokkan beramai-ramai.
'Ah, tidak. Masa menjadi cowok harus begini? Masa touch-touch sembarangan?' batinnya.
"Sudah ... Sudah! Jangan ganggu dia lagi," ucap pria yang menyambut Neo tadi.
Beberapa detik kemudian, secara maskulin tangannya terulur di hadapan Neo. "Gue Bagas," ucapnya memperkenalkan diri.
Neo pun mengangkat dagunya, meniru ketegasan lelaki sejati bernama Bagas itu. "Gue , Neo," ucapnya dengan suara dibuat lebih berat dari sebelumnya.
"Semoga sukses!" ucap Bagas menyemangati.
Sejenak, tubuh Neo kembali mengendur. "Entah lah. Kayaknya gue pulang aja," ucap Neo lagi kehilangan semangat.
"Berarti wawancara tadi kacau ya?" Bagas memasang wajah prihatinnya.
Neo hanya memberi jawaban dengan mengangkat kedua bahunya yang sempit. Hal ini membuat Bagas menyipit.
Tanpa permisi, kedua tangan Bagas menyentuh pundak kecil milik Neo. "Bro, lu kayaknya gak pernah nge-gym ya?"
Neo tersentak dan kali ini memilih mundur dan menyilangi kedua tangan memegangi pundaknya sendiri. "I-iya. Gue gak pernah ke sana. Boro-boro nge-gym. Buat makan aja susah," ringisnya. Nia berdiri tepat bersandar di pintu.
Di saat itu pula pintu dibuka dari dalam membuat Nia terdorong ke depan dan jatuh tersungkur tanpa sempat ditolong oleh siapa pun.
Beberapa pelamar terlihat tersenyum sinis tanpa rasa prihatin. Mungkin di dalam hati mereka menertawakan pria yang sebenarnya wanita ini.
"Maaf, Mas. Saya tak melihat ada kamu di belakang pintu. Mohon jangan berdiri di sana," ucap salah satu tim HRD.
Neo pun bangkit, dan Bagas menawarkan tangan kekarnya. Tanpa pikir panjang Neo menyambut uluran tersebut dan dengan mudah Bagas mengangkat tubuhnya.
"Bro, lu ini laki apa lek0ng sih? Masa ringan begini?" ejek Bagas melipat kedua tangannya.
"Eh, gue juga baru sadar, dia terlalu gemulai untuk seorang laki-laki," sela yang lain. Kini ia bangkit dan mengusap dagu memperhatikan Neo dengan seksama.
"Para pelamar diharap jangan membuat kegaduhan di sini! Para pimpinan kita di dalam adalah para sepuh. Mereka merasa tak nyaman jika mendengar suara ribut yang kalian buat. Jika kalian benar-benar ini diterima di perusahaan ini, harap menjaga sopan santun untuk kenyamanan kita bersama," ucap tim HRD tadi.
"Maaf, Mbak." Bagas, Neo, dan semua pelamar menangkupkan kedua tangannya.
Neo pun berjalan menuju pojok lorong dengan langkah sedikit terpincang. Tanpa ia sadari, ada salah satu pelamar yang memasang wajah penasaran menggosok kedua tangannya, tengah mengikutinya dari belakang.
"Harusnya pria tak memiliki d4d4 yang menonjol bukan?" Ia bersiap mengetes kejantanan pria gemulai yang berjalan terpincang di depannya.
Kedua tangannya telah menggantung, dan jemari-jemarinya bergerak hendak mencengkeram sesuatu yang ada di kedua bagian depan milik Neo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
MomyWa
hanya bisa bilang: semangat thor
2025-08-02
1
Safira Aurora
ya nggak bisa pasti..usil bgt tu org
2025-08-02
0
Aku Rajin Membaca
kami sudah bisa menebak usainya 🤣
2025-08-02
0