Saat gilirannya semakin dekat, perasaan Nia menjadi semakin tegang. Dan ia pun akhirnya dipanggil oleh petugas HRD.
"047?"
Ia mengangguk kikuk dan bergerak menerima map biru yang diberi petugas.
Degup jantungnya semakin kencang saat melihat para petinggi yang duduk berjejer bersiap untuk mewawancarainya di dalam ruangan itu.
Ia menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan, dilakukan beberapa kali hingga ia yakin merasa tenang.
'Ayolah Nia ... Ini bukan pertama kali kamu diwawancara,' batinnya menyemangati diri sendiri.
Nia mulai memperhatikan petinggi yang akan mewawancarainya. Semua yang duduk di sana terlihat telah berumur. Mata Nia terfokus pada satu wajah yang ia rasa cukup familiar dan ia langsung sadar, pria tua yang ia kenal adalah pria tua yang mengatakan putranya memiliki kelainan.
'Apa beliau salah satu eksekutif di kantor ini?' batinnya lagi.
Saat ini, wajah pria tua itu terlihat lebih dingin tanpa senyuman sedikit pun. Ia duduk di posisi paling tengah, sedikit terbungkuk karena faktor usia. Meski terlihat paling tua di antara yang lain, dalam balutan jas formal tetap membuatnya terlihat gagah dan sangat elegan.
Sebuah tablet yang diketahui memiliki harga mahal, kini tergantung di tangannya. Dan, sepasang mata itu tengah menatap tajam ke arahnya.
Nia tanpa sadar menahan napas. ‘Semoga ia tak mengingat kejadian kemarin,' harapnya. Lalu, pandangan Nia teralih pada para penguji yang lain satu per satu. Semua yang duduk di sana, merupakan pria yang telah memiliki rambut yang memutih. Namun, ada satu yang terlihat paling aneh.
"Ekhem ... Sebelumnya saya akan memperkenalkan diri. Saya, Robin Hadinata."
Dengan seketika, Nia menarik napasnya dengan dalam. Ia tahu, nama itu adalah nama pemimpin perusahaan ini. Ia semakin merasa tegang, tak menyangka diwawancarai oleh pimpinan secara langsung.
"Dari reaksi itu, sepertinya Anda sudah mengetahui kedudukan saya. Kalau begitu, giliran saya untuk mengajukan pertanyaan kepada Anda."
Nia mengangguk kaku dan memainkan jemari di tangannya menutupi perasaan gugup yang menekan di dalam dada.
"Nama?" tanya pria itu cepat.
"Ni— eh, Neo, Pak ..." jawab Nia dengan suara yang sengaja dibuat serak dan berat.
Mata pria tua itu sedikit menyipit. Lalu beralih pada pria tua yang terlihat lebih tegak, duduk tepat di sampingnya. Wajah pria tua itu terlihat begitu aneh. Wajahnya kaku, dan ekspresinya datar tak berubah sama sekali.
Yang paling menarik dari semua adalah bagian alisnya yang terus naik. Nia hanya bisa menahan tawa, membayangkan alis itu mirip sesuatu yang mungkin memiliki karakter yang hampir sama.
Namun, ada hal yang lebih aneh dari itu semua. Tubuh pria tua yang ini lebih tegap dibanding yang lainnya. Dan yang bergerak di bagian wajahnya hanya bola mata yang menatap panjang dan mengikuti gerak-geriknya.
"Usia?" tanya pria tua di samping Robin.
"20, Kek," ucap Nia spontan. "Eh, Pak, maaf," ucap Nia tertunduk salah tingkah.
"Pffftt ..."
"Pffftt ..."
Beberapa pewawancara menahan tawanya termasuk Pak Robin.
"Ekhem ..." Deheman tersebut, menghentikan tawa dalam cibiran itu dengan seketika.
Pria yang memiliki wajah tua yang aneh itu mulai mencatat pada note book yang ada di hadapannya. Akan tetapi, tatapannya tak lepas dari Nia, membuat gadis itu mulai gelisah.
"Jelaskan alasanmu, kenapa ingin bekerja di sini?"
"Saya sangat membutuhkan uang, Pak. Jadi tak saya pungkiri karena gaji yang ditawarkan sangat menarik makanya saya mencoba mengikuti tes wawancara ini," jawab Nia jujur. Suaranya tetap ditekan agar terdengar lebih berat.
"Alasan lain?"
Nia mengangguk mantap. "Saya ini seorang pekerja keras, Pak .... Saya orang yang tak mudah menyerah. Hingga saya yakin, posisi sebagai asisten pribadi akan sangat cocok bagi saya," ucapnya dengan sangat menggebu.
Pria tua yang tegap tak lagi memberi tanggapan. Ia sedikit curiga pada pelamar yang diwawancarai ini. Dengan tiba-tiba, ia bangkit dan berjalan perlahan mendekat.
Nia menegang. ‘Waduh, apa yang kakek ini lakukan? Dia mau apa?' Nia mendongak menatap kakek bertubuh tinggi semampai yang telah tepat berada di dekatnya.
Pria tua yang belum diketahui namanya itu pun membungkuk. "Entah kenapa wajahmu ini begitu familiar. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Nia membelalak, teringat akan segala kemungkinan. Ia menyimpulkan pria tua ini salah satu pelanggan di mini market tempat ia bekerja. Namun, tentu Nia tak akan mengatakan yang sebenarnya.
“Hmmm ... Benar kah? Mungkin Bapak salah lihat?”
Pria tua itu tampak hening bagai memikirkan sesuatu lalu menggeleng pelan.
"Jika kamu diterima sebagai asisten pribadi saya, apa kamu siap dengan segala tantangan yang akan terjadi ke depan?"
Nia sedikit mengangguk. Sekarang ia mulai paham bahwa asisten pribadi akan direkrut untuk pria tua ini. "Tentu saja, Pak. Tentu saja saya siap. Apa pun itu, akan saya laksanakan dengan sepenuh hati!" Nia mengepalkan tangannya ke atas saking menggebunya.
Pria tua itu sedikit menelengkan kepala karena heran akan tingkah pelamar yang satu ini. Setelah itu, ia menatap Robin dan pria itu hanya memberikan anggukkan kepala.
"Baik lah, kau boleh menunggu hasilnya di luar."
Nia sedikit mengangguk lalu bangkit. Ia merasa heran tetapi tak sanggup mengungkapkan rasa herannya dengan pria tua yang terlihat datar ini. Lalu ia bergerak menuju pintu.
"Dia bukan wanita, aku yakin itu," ucap pria tua ke pria tua lain. "Jika dia wanita, maka seperti biasa napasku akan sesak."
Nia yang sempat mencuri dengar obrolan di sana mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Safira Aurora
yang di mini market itu kah?
2025-08-01
2
Aku Rajin Membaca
pede kali ya panggil rombongan big boss dgn kakek
2025-08-01
1
Safira Aurora
mau diapain nih neo?
2025-08-01
2