"Apa lo nggak mau berbalik, dan mengambil kunci lo ini?" aku tak punya pilihan lain, sebelum aku menatapnya aku menarik nafas panjang.
Aku menyodorkan tanganku, dengan tatapan tajam. Mata kami saling bertemu, saat tatapan kami bertemu anehnya seperti ada jeda diantara kami.
Tapi pikiranku hanya dipenuhi dengan kunci mobil, dan pergi secepat mungkin.
"Apa?" tanya Dean, seperti orang yang tak mengerti sesuatu.
"Kunci mobil gue, mana?" tanyaku, dengan nada nyolot.
"Kok, nyolot?" aku menarik nafas panjang, mencoba menahan kesabaranku.
"Bilang makasih dulu dong, mana makasihnya?" aku merasa ia sengaja mengerjaiku, apa aku harus ikut dalam permainannya?
Kini aku tenggelam dalam pikiranku, memikirkan bagaimana cara mendapatkan kembali kunci mobilku yang berada pada tangannya.
...Ting!...
Disaat yang bersamaan, ada notif masuk ke ponselku, sial! kenapa diwaktu yang nggak tepat sih?!
Kulihat Dean menatap layar ponselku, seketika raut wajahku langsung panik. Tanpa berpikir panjang, aku langsung merampasnya dari tangannya begitu saja.
"Pinjam bentar." ia merampas kembali ponselku, dengan mudah. seketika aku menatap tajam kearahnya.
Saat aku ingin merebutnya kembali, ia menjauhkannya dariku.
"Sean? lo lagi deket sama Sean?" tanyanya.
Sial! dia pasti sudah membaca ponseku, aku dengan enggan menatapnya.
"Lo nggak mau menjawab pertanyaan, gue?" tanyanya, dengan nada menahan emosi.
Merasa marah karena aku harus menjelaskan kepadanya tanpa alasan, dengan siapa aku sedang dekat.
Aku mendekatkan diri kepadanya, dan menatap tajam.
"Memangnya ... apa urusannya sama, lo? nggak ada, kan?" tanyaku, dengan nada dingin.
Entah kenapa tiba - tiba Dean menjadi diam, seketika suasana menjadi hening, dan membuat suasana menjadi canggung.
Drrt!
Aku mendengar ponselku berdering, dimana artinya ada panggilan yang masuk ke ponselku, ponselku masih berada di tangannya, dan itu membuatku cemas.
"Dean Please ... balikin ponsel gue, lagian mau gue deket sama siapa pun nggak ada urusannya sama lo, jadi lo nggak usah ikut campur, ya?" ia tak merespon perkataanku, membuatku semakin pusing menghadapinya.
"Pfff ... haha .... asyik juga ngerjain lo, haha .... " entah apa yang lucu, sehingga ia tertawa segitunya.
Ia tertawa lepas, membuatku semakin kehilangan kesabaran.
"Udahkan, sekarang .... " aku menyodorkan tanganku, seraya menatap dingin kearahnya.
"Mana, ponsel gue?" ia melirik tanganku, dan meletakan ponselku tepat pada telapak tanganku.
"Tuh, nggak minat juga gue ngambil ponsel lo," ujarnya dengan ekpresi santai.
"Ck, takut amat." aku mengabaikan perkataannya, dengan sibuk memeriksa ponselku.
Drrtt!!!
Sean kembali menelpon, sepertinya ingin bicara hal penting denganku.
Aku hendak pergi, namun tanganku ditahan oleh Dean.
"Duh ... apaan, sih?! lepasin nggak?" aku mencoba lepaskan cekraman tangan Axell, namun cekramannya begitu kuat sehingga aku sulit melepaskannya.
"Lo mau pergi gitu aja? lo kira semudah itu? nggak!" aku menatap kesal kearahnya, sambil melepaskan diri.
"Terus mau lo, apa?!" tanyaku, dengan nada nyolot.
"Traktir gue." ucapnya, dengan senyum licik diwajahnya.
"Traktir? lo serius minta traktir dari cewek?" tanyaku.
"Kenapa, lo nggak mampu? gue bisa ngerti, kok." senyumnya itu, sungguh terlihat menjengkelkan dimataku.
Disaat bersamaan ponselku berdering, aku menjawab panggilan itu, namun dengan cepat ia merampas ponselku.
"Apa? lo nganggu aja, deh." rasanya aku ingin bilang, kalau yang mengganggu itu dia, bukan Sean.
"Woii! balikin nggak, ponsel gue?!" ia mematikan panggilanku dengan Sean, setelah itu ia kembalikan ponsel milikku.
"Udah cukup ya, dengan semua yang lo lakuin!" seruku, dengan tatapan marah.
"Gue pergi, dan gue harap kita nggak akan bertemu lagi." aku menghindari tatapan dengannya, dan ia menyadari itu.
Ia meraih tanganku, dan mata kami kembali bertemu.
Ia mentapku, dan saat itu entah kenapa aku merasa ada sesuatu dengannya dibalik sikapnya itu.
Tapi apa? kini pertanyaanku adalah ada apa dengan sikapnya itu.
Aku bisa saja pergi, tapi entah kenapa aku tidak melakukannya.
Aku tersadar ketika ponselku begetar, dan entah bagaimana tangan Dean terlepas.
Aku menatapnya dengan canggung, dan langsung pergi meninggalkannya.
Aku menyusuri jalan yang biasa aku lewati, aku melihat sebuah tokoh mini market.
Aku berniat untuk membeli sesuatu dari sana, namun aku mendapat notip pesan dari ibuku, yang meminta aku untuk pulang.
Aku melupakan niatku, dan tetap dengan tujuan pertama.
...Pulang kerumah....
...Keesokan harinya .......
...07 : 00...
Setelah keluar dari kamar mandi, aku berbaring ditempat tidur, dan menatap langit - langit sejenak.
Tiba - tiba aku mendapat notip pesan, aku meraih ponsel yang aku letakkan disampingku, ternyata pesan itu dari nomor yang tak dikenal.
...Lo masih berhutang traktiran sama gue...
Aku menatap bingung layar ponselku, siapa? apakah kerjaan orang iseng?
Aku menghabiskan waktu beberapa menit untuk berpikir, dan terlintas satu nama.
...Dean....
"Shania! ayo keluar." suara Mama memanggil namaku dari luar terdengar, sehingga membuatku lupa untuk membalas pesan dari Dean.
Aku meletakkan ponselku diatas ranjangku, sementara aku keluar untuk menemui Mama di ruang makan.
Mama dan Papa menungguku seperti biasa, aku berharap hari ini akan lebih baik dari kemarin.
Disela obrolan santaiku dengan orang tuaku, seseorang mengetuk pintu.
...Siapa yang bertamu pagi - pagi ?...
"Biar Mama, yang buka." ucap ibuku, yang berjalan keluar dari ruang makan. sementara aku menatap bingung.
Tak lama aku mendengar suara langkah kaki, tapi seperti ada orang lain.
...Ibuku sedang bersama siapa?...
Pertanyaanku terjawab, ketika ibuku kembali keruang makan bersama seseorang yang dibawahnya.
...Dean?! sedang apa pagi - pagi ia kerumahku?!...
...Laki - laki gila!...
"Shania, teman kamu kesini untuk jemput kamu, karena belum sempat sarapan jadi ia Mama ajak sarapan bersama kita, nggak masalahkan, pa?" tanya ibuku kepada ayahku, kacaunya ayahku mengizinkannya.
Ia hanya tersenyum girang, sementara aku menatap malas ke arahnya.
Ia menikmati makannya dengam tenang, dan santai. aku berpikir bagaimana ia bisa melakukannya.
Aku ikut menikmati makananku, seraya sesekali melirik kearah Dean.
...Dengan tatapan penuh waspada....
Ayah dan ibuku juga menikmati makananya, seolah tak terganggu dengan keberadaan Dean sama sekali.
Seolah - olah mereka tengah makan bersama menantu mereka.
Aku tak tahan lagi, aku butuh udara segar untuk mengusir kegerahanku karena kehadiran Dean dirumahku.
Aku memikirkan cara agar bisa mengusir Dean dari rumahku, tapi bisahkah aku mengusir Dean?
Tenggelam dalam pikiran, aku tak menyadari kalau semua tengah melihat kearahku.
Yang aku butuhkan adalah, jawaban atas apa yang akan mereka tanyakan padaku nanti.
"Shania, kamu baik - baik aja, kan?" tanya Mama, dengan cepat aku mengangkuk.
Sesaat aku merasa beruntung Mama hanya menanyakan itu, tapi ....
"Oh iya, sebenarnya, hubungan kalian cuma temen, atau lebih?" aku terkejut dengan pertanyaan Mamaku yang tiba - tiba itu, kemudian aku menatap Dean beharap ia tidak salah bicara.
"Oh, kami pacaran, tanten." ucapnya.
...Dean Dwi Mahendra !!!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments