"Hari ini kita kerumah Papa," kata Aqil saat aku memakai blazer panjangku.
Aku mencoba tetap fokus pada cermin rias yang ada di depanku. Meskipun suamiku tidak memandangku, aku akan mencoba menjadi wanita yang cantik.
"Apa aku harus ikut? Aku sudah ada janji dengan pelanggan tokoku," kataku.
"Kamu harus ikut."
Aqil mengambil ponselku dan menelfon seseorang dari sana. Aku tahu itu suara Mama Aqil.
"Sayang. Apa Aqil sudah ngomong sama kamu?" tanya Mama Febri.
Mau tidak mau aku harus menjawab.
"Baru saja Aqil ngomong Ma. Makanya aku langsung telfon Mama." Aku masih menahan rasa jengkelku pada Aqil.
"Nanti kamu bisa berangkat dari sini saja bareng Aqil untuk acara pembukaan cabang."
"Baik Ma. Aku akan mengatakanya pada Aqil."
Tidak tahu kenapa aku melihat Aqil sedikit tersenyum. Aku merasa bahagia. Aku menutup telfon itu dan menatap Aqil.
"Katamu aku bisa bebas. Aku hanya punya setatus istri untukmu. Tapi nyatanya, aku tetaplah boneka."
"Kali ini kamu harus tetap mengikuti semua keinginanku. Kau sudah tanda tangan, ingat itu," kata Aqil dengan nada datarnya.
"Aku bukan bonekamu. Tanpa kamu ingatkan, aku sudah ingat." Aku mengambil tas tanganku dan keluar kamar.
"Ingat kamu sudah menandatangani kontrak itu. Aku bisa saja memberikanya pada Pamanmu," kata Aqil.
Aku berhenti dan teringat saat aku menandatangani kontrak itu. Aku tidak mungkin menyakiti hati Paman. Apa lagi jika teringat dengan Tante Maya yang akan melukai Paman nantinya. Lagi-lagi aku kalah.
Aku berbalik dan melihat senyum kemenangan dari wajah Aqil. "Kali ini kamu menang."
"Sudah seharusnya." Aqil langsung menarikku masuk ke mobil.
Suasana yang sama persis saat Aqil pertama kali membawaku dengan mobil ini.
"Kenapa kamu mau menikahiku?" tanyaku pada Aqil. Aqil hanya diam.
"Pasti ada alasan kenapa kamu mau menikahi aku tanpa rasa cinta," kataku lagi.
"Kamu sudah tahu bukan. Kamu alat agar aku bisa memiliki perusahaan ini," kata Aqil. Tidak tampak kebohongan darinya kali ini.
"Kenapa harus aku?"
"Kamu tahu. Kamu memiliki sifat yang sangat diinginkan orang tuaku. Terutama cara berpakaianmu."
Aku hanya diam mendengarkan penuturan Aqil. Aku tahu rasa sakit itu tiba-tiba muncul ketika Aqil mengatakan kalau dia terpaksa untuk menikah.
"Kamu pernah mencintai seseorang?" tanya Aqil. Aku langsung menoleh dan menggelengkan kepalaku.
Benar. Aku belum tahu apa itu cinta.
"Sampai saat ini aku masih mencintai seseorang. Dia sangat tidak suka dengan warna putih. Tapi aku sangat menyukai warna putih. Dia juga benci bunga."
Rasa sakit itu bertambah ketika tahu jika Aqil masih mencintai wanita lain. Aku hanya alat, bukan buah cintanya.
"Tapi bagaimapun aku sangat mencintainya. jadi, kenali batasanmu," kembali Aqil mencoba mengingatkanku.
Aku tetap diam. Percuma juga aku mengatakan kalau hatiku terluka. Jelas-jelas aku ini hanya alat untuknya.
"Boleh aku bertanya?"
"Apa?"
Sebenarnya aku ragu untuk bertanya. Tapi, lebih baik aku tahu sekarang.
"Tadi malam, aku lihat darah di bajumu. Darah apa? apa kau terluka?"
Kali ini wajah Aqil berubah. Dia terlihat gelisah, tatapanya juga berubah mengerikan.
"Jangan urusi urusan orang lain."
Jelas sekali jika Aqil marah. Lebih baik aku diam atau akan membuatnya semakin marah.
💝 💝 💝
Setelah sampai rumah Papa. Aku dan Aqil turun. Aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana nantinya. Baru kali ini aku masuk ke rumah mertua.
"Kalian sudah datang?" teriakan seorang wanita membuatku menoleh.
"Mama apaan sih. Biasa aja kali," kata Aqil.
"Emangnya nggak boleh histeris lihat mantu yang cantik gini," kata Mama Febri.
"Mama gimana kabarnya?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Sehat dong. Kamu bagaimana?"
"Alhamdulillah Ma".
"Masuk yuk. Biarin aja suamimu."
Mama Febri menggandeng tanganku. Aku melihat beberapa asisten rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.
"Apa Aqil sering pulang malam?" tanya Mama Febri.
"Beberapa hari ini. Kok Mama bisa tahu?"
Kami masuk ke dapur. Beberapa bahan makanan sudah disiapkan. Mama Febri sepertinya akan masak.
"Bantuin Mama masak ya."
"Iya Ma." aku tersenyum.
Sedikit-sedikit aku memang bisa masak. Tapi, semenjak menikah dengan Aqil aku tidak pernah ke dapur. Setidaknya di sini aku akan merasa bebas.
"Sayang. Kalau Aqil berbuat macam-macam kamu ngomong sama Mama ya."
"Mas Aqil baik kok Ma. Dia pria yang bertanggung jawab."
Wajah Mama Febri langsung berubah. Aku tahu seorang Ibu lebih paham tentang anaknya. Mungkin, Mama tahu sesuatu.
"Kamu tidak bohong kan?" tanya Mama Febri.
"Untuk apa aku berbohong. Aqil kan suamiku." aku memotong beberapa bahan makanan itu.
Aku berbohong agar aku tidak membuat Mama terluka. Mungkin Aqil pernah melakukan hal yang membuat Papa dan Mama sakit hati.
"Mungkin Aqil sudah mulai melupakan Mei." lirih Mama. Tapi aku mendengarnya.
"Apa Ma?" tanyaku pelan.
"Tidak apa-apa sayang. Kamu istirahat dulu ya. Nanti ngobrol lagi." Terlihat sekali jika Mama menutupi sesuatu dariku.
"Masaknya gimana Ma?" tanyaku masih dengan senyuman.
"Tenang aja. Kamu temenin suami kamu aja dulu."
"Iya Ma."
Aku keluar. Tidak ada Aqil diruang tamu atau ruang tengah. Aku langsung naik mencari kamar yang dulunya milik Aqil. Mungkin aku akan menemukanya di sana.
"Iya. Hari kamis untuk kamu. Nggak ada bunga pokoknya." suara Aqil sayup-sayup terdengar dari kamar pojok.
"Iya sayang. Kamu tahu dia hanya alat untukku. Tidak ada cinta," kata Aqil lagi.
Tok tok tok. Aku mengetuk pintu kamar itu.
"Aqil. Apa aku boleh masuk?" kataku pelan agar tidak mengganggu pembicaraan mereka.
"Aku akan ke bawah. Kamu tunggu aja di bawah." seru Aqil.
"Baik."
Aku turun dan duduk sendiri. Pemandangan taman belakang rumah ini begitu indah. Banyak sekali bunga mawar putih. Jika mengingat Aqil, hatiku tidak seindah bunga itu.
"Itu bunga kesukaan Aqil."
Aku melihat Mama membawa dua cangkir teh. Aku mengambilnya dan meletakan di meja.
"Sejak Aqil masih kecil dia sudah menyukai bunga mawar putih. Katanya terlihat bersih dan enak dipandang."
"Memang indah Ma. Aku juga suka bunga, semua bunga aku suka."
"Pantas saja Aqil membuatkan toko bunga untuk kamu."
Aku tersenyum. Pipiku terasa panas. Entah kenapa aku malu saat Mama menggodaku dengan dalih toko bunga.
"Al. Ma. Aku ke kantor dulu. Ada urusan mendadak," kata Aqil yang terlihat buru-buru.
"Iya Mas. Hati-hati ya Mas," kataku.
"Jangan jemput Alisha terlalu malam. Kalian kan harus datang keacara pembukaan nanti malam," kata Mama mencoba menasehati Aqil.
"Ma. Ini hari rabu. Ada rapat mingguan. Aku harus pergi sekarang."
Aqil mencium pipi Mamanya. Aku menunduk karna malu. dan Cup. Aqil juga menciumku tepat di depan Mama. Aku merasa sangat malu.
💝 💝 💝
"Kamu pakai baju ini. Aku tunggu dibawah." Aqil memberikan sebuah baju untukku.
"Jangan terlalu lama. Nanti kita bisa telat."
"Iya. Aku ganti baju dulu."
Setelah beberapa menit aku keluar dengan gaun merah yang aku padukan dengan kerudung pink. Aku memang tidak bisa memadu padankan warna. tapi aku mencoba sebaik mungkin untuk Aqil.
"Sudah. Aku tunggu di mobil." Aqil berjalan di depanku. Aku mencoba mengimbangi langkah kakinya.
Sampai ditempat acara beberapa orang memandang kearahku dan Aqil. Mereka saling berbisik. Setelah memperkenalkan aku ke beberapa temanya seorang pelayan datang dengan buket bunga mawar putih.
"Ini kiriman untuk Bapak," seorang pria mendekat kearah kami.
"Boleh aku membawanya?" tanyaku pada Aqil.
"Berikan pada istriku." Pria itu menyodorkan buket itu.
Aku melihat buket itu. Aku tahu kalau itu dipesan dari toko bungaku. Ini adalah pesanan bunga dari wanita yang selalu menelfonku. Kecuali hari kamis.
"Ada apa?" tanya Aqil padaku.
"Tidak. Mas selalu dapat buket bunga seperti ini ya?"
"Iya. Kok kamu bisa tahu."
"Mas masih mencintai Mei ya. Dia wanita yang mengirim bunga ini kan?"
Aku tahu kalau Aqil kaget mendengar pertanyaanku.
"Mei yang aku cintai tidak suka bunga. Kamu harus tahu itu," kata Aqil.
Dia memang tidak suka bunga. Tapi, dia selalu memesan bunga ini untuk Aqil. Aku sudah kalah untuk merebut hati Aqil.
Malam ini berlalu begitu saja. Aqil tidak banyak bicara sejak aku bertanya tentang Mei. Aku tahu aku salah. Tapi aku, aku hanya ingin hakku sebagai istrinya.
💝 💝 💝
to be contonued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments