Sampai di depan rumah Om Adrik aku hanya diam terpaku. Enggan untuk mengetuk pintu itu. Teringin sekali kembali berbalik dan melupakan alasanku kemari. Namun, aku kembali teringat dengan Paman Tejo.
Tok tok tok. Aku akhirnya mengetuk pintu itu juga. Tidak berselang lama pintu itu terbuka seorang wanita paruh baya tersenyum padaku.
"Mau cari siapa non?" tanya Bibi itu.
Aku menghela nafas, seulas senyum aku berikan pada Bibi itu, "Maaf Bi. Saya mau bertemu dengan Om Adrik. Apa Om Adriknya di rumah?" kataku pelan.
"Maaf Non. Pak Adriknya.."
"Siapa Bi?" Aku dan Bibi itu langsung menoleh kearah suara.
Aqil. Dia langsung berjalan kearah pintu dan membuka lebar pintu itu. Pandangan kami bertemu. Kali ini tatapanya berbeda dari kemarin malam.
"Kamu. Mau apa kamu kesini?" tanyanya dengan nada keras.
"Ini," aku menyodorkan titipan Paman Tejo, "milik Om Adrik yang ketinggalan." Aku menyodorkan bingkisan itu.
Aqil langsung merebut benda itu. "Apa benar ini alasanmu kesini?"
"Iya." Aku mengangguk dengan pasti.
"Kamu tidak merindukanku?"
Mendengar pertanyaan itu aku hanya membulatkan mataku. Sedangkan Bibi itu hanya tersenyun kecil dan meninggalkan kami.
"Jangan harap aku merindukan dirimu juga," kata Aqil selanjutnya.
Aku masih diam mencerna semua perkataan Aqil. Bahkan jika bukan karna paman aku tidak mungkin ada disini sekarang.
"Kalau begitu. Aku pamit dulu." Aku memutar tubuhku dan akan beranjak pergi dari hadapan Aqil.
"Tunggu."
Aqil memegang tanganku saat mencoba menghentikan diriku.
Aku melepaskan tanganku dari Aqil. "Ada apa lagi?"
"Tidak. Hanya saja jangan sampai kamu menginjak bunga mawar putih itu."
Aku melihat rangkaian mawar putih yang hampir aku injak. Lebih tepatnya buket bunga dengan sebuah kertas kecil yang diselipkan.
"Maaf." aku langsung mengambilnya dan memberikan pada Aqil.
"Silahkan pergi." Aqil melambaikan tanganya padaku saat sudah menerima bunga itu.
Pria aneh. Dia melakukan hal itu seakan aku sudah mengenalnya lama. Padahal aku juga baru kenal beberapa bulan ini dengan orang tuanya.
💝 💝 💝
Tidak tahu kenapa aku kurang fokus saat bekerja sampai beberapa kali ditegur Bosku. Rini. Tidak biasanya aku seperti ini.
"Kamu kenapa Al?" tanya Rini padaku.
"Tidak Mbak. Aku hanya kurang tidur." kataku.
"Sebentar lagi temanku akan datang dan mengambil rangkaian mawar putih. Aku harus pergi dulu sekarang".
"Baik Mbak".
Hari ini kenapa harus teringat dengan Aqil hanya gara-gara mawar putih. Bayangannya tiba-tiba saja datang di pelupuk mataku.
"Alisha. Jangan banyak ngelamun." kembali Rini menegurku saat dia akan segera pergi.
"Iya Mbak."
Rini langsung keluar dari toko. Kini hanya tinggal aku dan Tika yang sedang menyiram bunga di belakang.
"Permisi. Apa ini toko bunga milik Rini?" tanya seorang wanita yang berparas cantik.
"Iya benar. Mbak yang mau ambil rangkaian mawar ya?" tanyaku padanya.
Wanita itu tersenyum. Rambut panjangnya tergerai. "Baru kali ini aku melihat langsung toko bunga." Wanita itu terlihat sangat takjub dengan berbagai bunga yang ada.
"Tolong ambilkan mawar putihnya. Aku akan segera pergi."
"Baik."
Aku bergegas kebelakang dan mengambil sebuah rangkaian. Aku langsung memberikan pada wanita itu.
"Terima kasih. Tolong siapkan ini setiap hari". kata wanita itu padaku.
"Baik Mbak.."
"Fira. Namaku Fira." kata wanita itu.
"Baik mbak Fira." Aku langsung menuliskan namanya dalam daftar pelanggan tetap.
"Aku pergi." Wanita itu langsung pergi dan meninggalkan toko. Wajah bahagianya terlihat jelas saat melihat bunga itu.
💝 💝 💝
"Aku pulang dulu ya Tik." aku mengambil tasku dan berpamitan pada Tika.
"Nggak nunggu mbak Rini?"
"Aku ada urusan mendadak. Kamu tolong ngomong sama mbak Rini ya." kataku.
"Ok. ok."
Aku langsung bergegas menuju ketempat yang dimaksud Aqil. Entah darimana dia bisa mendapatkan nomorku.
"*Assalamu'alaikum".
"Wa'alaikumsalam. Kamu bisa kan kerumah tante?".
"Maaf tante. Baru saja Aqil menelfon dan menyuruh bertemu*". kataku pada Tante Maya.
"Temui dia. dan katakan kalau Om Adrik yang meminta dipercepat".
Apanya yang dipercepat. Kenapa terasa aneh dan tiba-tiba. Jangan-jangan pernikahanku yang dipercepat. Aku harus bagaimana sekarang?
"*Apanya yang dipercepat tante?".
"Kamu cukup ikuti alur saja*".
Telfon itu langsung dimatikan oleh Tante Maya. Entah kenapa aku bisa menikah dengan Aqil. Jika hutang yang membuatku menikah. Hutang apa dan seberapa besar. Aku masih bertanya-tanya tentang semua ini.
Aku masuk kesebuah tempat makan yang ditunjuk Aqil. Dia katanya disini.
"Hei. Aku disini".
Aku menoleh dan melihat Aqil dengan buku menu ditanganya.
"Maaf lama.” aku langsung duduk.
"Tidak apa." Aqil langsung menyodorkan sebuah buku menu padaku. "Cepat pilih. setelah ini kita harus mencoba pakaian."
"Baik." aku memesan makanan yang dipilih oleh Aqil. Aku memang belum pernah makan ditempat makan yang mewah seperti ini.
💝 💝 💝
Tidak banyak kata sejak aku dan Aqil keluar dari butik. Mata Aqil menerawang jauh. Seperti sedang ada masalah. Aku segan untuk bertanya.
"Awas Aqil." kataku berteriak saat Aqil hampir menabrak seekor kucing.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Aqil.
"Tidak. Apa kamu sedang memikirkan sesuatu?" akhirnya aku bertanya juga pada Aqil.
"Bukan urusanmu." aku langsung diam begitu mendengar Aqil menjawab.
Sebuah telfon dari seorang wanita membuat Aqil tidak banyak bicara seperti biasanya. Apa wanita itu kekasihnya. Aku takut di cap sebagai perebut.
"Kamu tidak mau turun?" tanya Aqil membuyarkan lamunanku.
"A...apa?" tanyaku bingung.
"Kamu tidak mau turun?. kita sudah sampai." kata Aqil dengan nada yang kembali seperti biasanya.
Aku langsung membenahi diriku. "Terima kasih sudah mengantarku."
"Ini juga karena Papa".
Aku langsung turun dari mobil. Aqil langsung tancap gas tanpa berkata atau berpamitan padaku. Aku hanya menghela nafas.
"Kamu sudah pulang?" tanya Tante Maya saat aku baru akan mengucapkan salam.
"Sudah tante. Tadi kenapa menelfon?" tanyaku pada Tante Maya.
"Tidak ada. Kamu pulang dengan siapa?"
"Dengan Aqil," jawabku pelan.
"Baik-baik padanya. Kamu tidak ingin kan menjadi janda nantinya."
"Aku ke kamar dulu tante." Aku langsung masuk ke kamarku.
Aku melihat ada bingkisan di atas kasurku. Ada dua kotak besar disana.
"Itu kiriman dari temanmu yang namanya Vidi." kata Tante Maya dengan berteriak.
Aku langsung membuka semua kotak itu. Hanya beberapa buku dan sebuah gaun yang sangat cantik. Aku tidak tahu jika Vidi memiliki selera yang bagus untuk sebuah gaun.
Aku mengetikan sebuah nama dan langsung ku telfon.
"*Assalamu'alaikum Kak Vidi".
"Wa'alaikum salam. Tumben telfon duluan. Kangen*?". pertanyaan Vidi tetap dicampur dengan gaya humorisnya.
"Terima kasih untuk gaunya. sangat cantik". kataku dengan senang. sembari menatap gaun biru itu.
"Itu khusus untuk kamu. Sebenarnya gaun itu akan aku berikan saat kita menikah nanti. Tapi kamu malah akan menikahi orang lain".
Aku tertawa kecil. "jangan seperti itu Kak. Tidak baik".
"Aku benar-benar mencintaimu Al".
Sebuah tangan mengambil paksa ponselku dan membantingnya tepat didepanku.
"Tante." Aku melihat wajah tidak suka dari tante Maya. Tepatnya wajah yang marah.
"Kenapa tante melakukan ini?"
"Kamu fikir apa? Kamu akan menikah dan sekarang kamu bersenang-senang dengan pria lain."
"Aku hanya ingin berterima kasih Tante".
"Berterima kasih? Aku akan mengatakan pada pamanmu. Agar pernikahan ini dipercepat saja."
Tante Maya langsung keluar dari kamarku. Aku melihat ponselku yang sudah remuk. Padahal aku membelinya dengan susah payah. Aku hanya pasrah saja sekarang.
💝 💝 💝
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Tri Widayanti
dasar tante gelo
2020-07-29
2
Adhe Dea
seruh thor
2020-05-23
1
Nadiia
sedih
2020-05-22
1