Sudah hampir satu bulan aku menikah dengan Aqil. Namun tetap saja aku belum bisa mengerti sifat Aqil yang sebenarnya. Kadang dia bisa marah-marah namun kadang langsung sangat baik padaku. Seperti ada hal lain darinya.
"Maaf Non. Tidak seharusnya Non berada di sini," kata Nia padaku.
Aku memang sedang menyiapkan sarapan untuk Aqil. Baru kali ini aku memasuki dapur rumah ini. Bagiku, menyiapkan makanan adalah hal yang harus aku lakukan untuk suamiku.
"Kenapa? Aku ingin membuatkan sarapan untuk suamiku? apa aku salah?"
"Tapi Maaf. Tuan tidak biasanya makan dari tangan selain koki kami.”
Semua peraturan dirumah ini kadang membuat aku bingung sendiri. Aku harus selalu mematuhi semuanya. Tanpa terkecuali.
"Apa kamu takut aku meracuninya?"
Nia tidak menjawab.
"Ada apa ini?" tanya Aqil yang melihat Aku dan Nia sedang adu mulut.
"Maaf Tuan. Nona ingin membuatkan sarapan untuk Tuan. Tapi saya melarangnya."
Aqil langsung menoleh kearahku dengan tatapan tajam. Hari ini, Aqil terlihat sedang tidak baik.
"Aku hanya ingin membuatmu senang, tidak ada alasan lain." Aku mengatakan dengan wajah tertunduk.
"Aku senang jika kamu menuruti semua aturan dan kontrak kita."
Aqil langsung pergi begitu selesai mengatakanya. Dia bahkan membela asisten rumah tangganya dari pada aku.
"Silahkan kembali keruang makan Non." Nia mengatakan itu dan menyusul Aqil.
Aku memang istri Aqil namun sampai sekarang aku belum pernah menyiapkan apapun untuknya. Semuanya sudah menjadi aturan. kata Aqil aku hanya harus menjadi istrinya yang penurut. Tapi, aku merasa seperti boneka. Sesaat aku merasakan cinta dan sesaat lagi, aku akan merasakan luka.
💝 💝 💝
Tiba-tiba saja ponselku berdering cukup kencang. Aku langsung mengangkatnya.
"Aku Mei. Aku akan memesan beberapa rangkaian bunga."
Aku hanya mendengarkan. Belum juga aku menyapanya.
"*Hallo. Kamu bisa mendengarku?"
"Maaf. bisa ulangi lagi pesananya."
"Tolong kirimkan rangkain bunga ke alamat ini ya.*"
Aku mencatat alamat yang di maksud klienku. Aku tidak tahu kenapa tapi orang ini selalu memesan dan memintaku mengirimkan bunga ke alamat yang sama. Hanya hari kamis dia tidak mengirimkan bunga.
"*Baik. Ada lagi yang akan dipesan?"
"sudah itu saja.*"
Aqil memang menepati janjinya membuatkan aku sebuah toko bunga. Tapi dia belum pernah datang kesini. Semuanya Nia yang mengurus. Padahal setahuku Nia hanya seorang asisten rumah tangga.
"Giel. Tolong kirimkan bunga itu kealamat ini." kataku pada Giel.
"Baik mbak."
Giel adalah karyawan pertamaku. Dia gadis yang ceria dan tidak banya bicara. Lebih banyak membuat aku tersenyum karena tingkahnya.
"Mbak. Apa mbak kenal dengan orang yang memesan bunga ini?" tanya Giel.
"Tidak. Kenapa?" tanyaku.
"Sejak toko ini dibuka dia selalu memesan bunga di toko ini. Namun tidak pernah datang," kata Giel terus terang.
"Entahlah. Kamu hanya perlu fokus bekerja. Kita tidak perlu mengurusi hal semacam itu." Aku tersenyum agar Giel tidak merasa kecewa dengan perkataanku.
Aku kembalk fokus dengan bunga-bungaku. Hari ini tidak banyak yang datang jadi aku bisa lebih tenang untuk merangkai bunga. Hatiku merasa lebih tenang.
"Giel. Jika ada yang mencariku. Aku ada diruangan."
Aku memadukan beberapa mawar dan gardenia. Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai senang merangkai bunga. Aku merasa semua ini sudah mengalir dalam darahku.
Tok tok tok.
"Silahkan masuk Giel," kataku yang masih tetap fokus dengan pekerjaanku.
"Maaf saya Nia. bukan Giel."
Aku langsung menoleh. Benar Nia dengan segala ke unikanya. Dia terlihat lebih tenang dan tidak mengaturku ketika aku di toko.
"Silahka duduk Nia." kataku.
"Tidak perlu Nona. Saya hanya mengantarkan beberapa gaun."
Nia mempersilahkan beberapa orang masuk. Banyak sekali gaun yang dia bawa. Aku mengernyitkan dahi. Hari ini hari rabu. Aku tidak memiliki jadwal apapun.
"Untuk apa ini?" tanyaku pada Nia.
"Besok malam akan ada acara pembukaan untuk anak cabang baru perusahaan Elite."
Aku hanya mendengarkan apa yang dikatakan Nia. Bicaranya yang jelas dan tentunya seperlunya.
"Kamu bisa pergi. Aku akan mencari gaun yang aku suka nanti." kataku pada Nia.
"Tapi ini..."
"Aku tahu ini perintah Aqil. Aku akan mengatakan padanya nanti."
"Baik Non."
Nia keluar dari ruanganku. Aku akan menjelaskan semuanya pada Aqil. Aku bukan hanya ingin menjadi istrinya aku juga ingin menjalani kewajibanku sebagai istri dirumah.
Aku melihat jam tanganku. Ternyata sudah lewat waktu untuk pulang. Aku akan pulang dan menemui Aqil. Mungkin dia akan mengerti jika aku mengatakanya baik-baik.
"Giel. Aku akan pulang," kataku sembari mengambil tas tanganku.
"Baik mbak."
Aku keluar dari toko. Menghirup udara segar yang membuat aku kembali bersemangat dengan semua kehidupanku. Kehidupan macam apa yang akan menuntunku. Cinta dan segala rahasianya.
💝 💝 💝
"Apa Aqil sudah pulang?" tanyaku pada Nia yang sedang berdiri di depan ruang baca.
"Tuan ada di dalam," kata Nia.
Bagiku Nia tidak menganggapku sebagai atasan. Dia bahkan menggunakan bahasa yang cukup ketus denganku. Dia seperti orang cemburu menurutku.
"Aku masuk." Aku membuka pintu dan melihat Aqil sedang membaca sebuah pesan di ponselnya. Aku tahu karna wajah seriusnya.
"Ada apa?" tanya Aqil.
"Apa besok ada acara?"
"Nia sudah memberitahumu."
Aku menghela nafas. Sebenarnya aku istrinya atau Nia. Semuanya serba Nia. Dia bahkan tidak memandang kearahku.
"Bukankah lebih baik kamu yang mengatakanya." Kali ini aku mencoba untuk protes. Setidaknya, aku ingin dimengerti sebagai wanita.
"Jangan banyak bicara dan katakan apa maumu." Aqil meletakan ponselnya. Aku melihat noda darah di bajunya.
"Aku hanya ingin menjadi istri yang mengurus keperluanmu. Bukan hanya sebuah setatus istri untukmu."
"Bukankah sudah jelas. Kamu juga sudah menandatangani kontrak itu."
Aku membuang muka. Aku ingat kalau disana tertulis jika aku hanyalah istri sampai kontrak itu selesai.
"Kontrak itu hanya berlaku sampai aku mendapatkan lagi kepercayaan Papaku," kata Aqil.
"Aku tahu kamu menikahiku demi perusahaan dan segala fasilitas mewah."
"Kamu sudah tahu itu. Jadi keluarlah sekarang."
"Biarkan aku mengurusmu sampai saat kita berpisah nanti," aku langsung mendekat dan mencoba membersihkan darah di bajunya.
"Sudah aku bilang. Keluar."
Wajah Aqil berubah menjadi merah padam. Seperti akan mengatakan sesuatu namun Nia menyela pembicaraan kami.
"Tuan. Apa yang dikatakan oleh Nona ada benarnya. Papa tuan akan lebih percaya lagi nantinya."
Aqil langsung menyembunyikan noda darah itu dari hadapan Nia. Bukan hanya Aqil. Mungkin juga aku alat bagi Nia agar lebih dipercaya oleh Aqil.
"Terserah kalian. Aku akan kembali ke kamarku."
Aku langsung keluar dari ruangan itu. Kali ini aku akan berdiri sendiri. Aku tidak tahu bagaimana bisa aku berakhir menikah dengan Aqil yang jelas-jelas tidak mencintaiku. Jalan cinta macam apa ini. Aku memiliki suami yang bahkan tidak bisa bicara jujur padaku.
💝 💝 💝
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Jum Ria
sabar
2020-11-11
1
꧁£♡VE꧂
kasihan Alisha...
2020-08-01
1