Moli mengibaskan tangan itu “Apaan lo? Jangan kurang ajar ya...” Moli berusaha mendorong pria itu yang menghalangi jalannya.
Pria tersebut masih kekeh menggodanya. Dan mulai semakin kurang ajar. Kini tangannya mulai berusaha meraih paha nya dengan mata jelalatan. “Tolong!” teriaknya mendorong Pria tersebut yang masih berusaha mendekap Moli hingga menutup mulutnya supaya tak berteriak lagi.
Moli mulai menangis dan ketakutan. Entah kenapa tak ada satu orang pun disitu. “Brengsek lo!” Moli menampar pria tersebut ketika berusaha menyentuh dadanya.
“Mulai berani ya...” Pria itu menghimpit badannya hingga Moli terpojok didinding dan membuat baju atasnya sobek karena berusaha melepaskan dekapan itu membuat separuh lengannya terbuka.
“Jangan kurang ajar dong sama cewek.” Pria tersebut di tarik oleh seseorang dari arah belakang.
“Yoga?” batin Moli. Ia masih mengenali wajah bocah itu.
“Nggak usah ikut campur deh.” Pria itu mendorong Yoga hingga menabrak Moli yang berdiri di belakang nya.
“Brengsek lo!” satu tonjokan melayang tepat di pipi pria tersebut. “Mau gue panggilin semua orang biar lo digebugin?” Yoga memelototinya.
“Pergi lo!”
Tak mau ambil masalah pria tersebut berpaling dengan setetes darah di sudut bibirnya pergi meninggalkan mereka.
“Kak Moli nggak papa?” tanya Yoga pada Moli yang masih menangis. Di lilitkan jaket yang dikenakannya untuk menutupi bagian dada Moli.
“Makasih.” Ucapnya lirih.
“Gue anterin pulang ya...” Yoga mendekap lengan Moli mengajaknya keluar dari tempat itu.
Di dalam Fani masih asyik ngobrol dengan Aldo. Sementara Mia sudah balik sekitar dua puluh menit yang lalu.
“Yuk naik.” Ajak Yoga ketika Motornya sudah siap.
“Lo nggak mau macam-macam sama gue kan?” tanya Moli sesenggukan.
Yoga mendengus kemudian menggamit helm yang tergantung di stang kanan motornya. “Ya enggak lah. Udah cepetan naik!.”
Moli menurut. Ia duduk di jok belakang motor Yoga. Matanya masih sembab. “Makanya kalau keluar malam jangan pakai baju begituan. Siapa coba yang nggak ngelirik.” Cerocos Yoga yang tak dipedulikan Moli. Ia mendekap pinggang Yoga dengan erat. Entah kenapa ada rasa nyaman dalam raga ini.
“Sendirian tadi disana?” tanya Yoga yang masih fokus menatap jalanan.
“Sama temen.” Jawab Moli singkat.
“Rumahnya di sebelah mana?”
“Komplek taman berdikari No 20.”
Kejadian tadi merasuki pikirannya lagi. Moli memikirkan bagaimana jika tadi tidak ada yang menolongnya. Bisa saja diseret ke tempat yang lebih sepi. Pria itu sungguh kurang ajar. Kenapa harus Moli yang tersentuh olehnya? Kejam dunia ini. Fani juga bersalah dalam hal ini. Kenapa juga pakaian itu yang tertempel ditubuhnya. Tentu saja siapapun yang melihatnya akan terpesona dengan maksud tertentu.
“Udah sampai...” kata Yoga ketika sudah berhenti di depan sebuah rumah.
Tak ada sahutan dari belakang. “Hei. Udah sampai.” Yoga menggoyangkan punggungnya yang masih didekap Moli.
“Yah tidur Dia.”
Yoga membalikkan badan dengan perlahan tangannya berusaha memapah kepala Moli. Untung saja Yoga memakai Motor matik jadi lebih mudah untuk memapah gadis itu. Hanya terdengar lenguhan kecil dari bibir Moli. “Busyet tidurnya kaya kebo.” Yoga membopong Moli masuk ke rumah tersebut.
Matanya tak luput melirik belahan dada gadis itu yang terpampang nyata di depan matanya.
“Astaga!!” Yoga bergidik memalingkan wajahnya ke tempat lain. Pemandangan yang menakjubkan bukan?
“Malam!!” ucap Yoga yang masih berdiri di teras rumah dengan kedua tangan yang masih membopong Moli.
“Berat banget nih Cewek.” Gerutunya dengan badan ditegakkan ke belakang supaya tak tersungkur ke depan.
“Iya... tunggu sebentar.”
“Ya ampun! kenapa ini Non Moli?” tanya Si mbok ketika sudah membuka pintu ruang tamu.
“Nanti aku jelasin mbok. Ini di taruh dimana? Berat banget!” yang mulai kelelahan membopong Moli.
“Bawa ke kamar aja Den.” Si mbok menunjuk sebuah pintu coklat di lantai dua.
Yoga menatap anak tangga menuju kamar itu. “Buset dah! Tinggi banget.”
Sesampainya di kamar Moli, Yoga langsung membaringkannya di atas ranjang berbalut seprei berwarna kuning. Hanya terdengar lengguhan lirih dari bibir gadis itu. “Bikin nafsu aja nih Cewek.” Gumamnya dalam hati. Kemudian menutup Moli dengan selimut.
Mbok Ijah masih berdiri di samping ranjang penuh dengan rasa penasaran. Sementara Yoga yang hendak berdiri tiba tiba tangannya ditarik Moli hingga terduduk. “Eh kenapa nih.”
“Mama Papa...” ucapnya lirih dengan mata terpejam. Yoga mengerutkan dahi. Tangan kirinya masih digenggam erat olehnya.
“Sebenarnya Non Moli kenapa atuh Den?” tanya si mbok dengan raut wajah khawatir.
“Nggak tahu juga aku si mbok.”
“Nggak tahu gimana?” saur si mbok lagi dengan jemarinya yang di menyatu di depan dada.
“Aku nggak tahu kejadian pastinya. Cuma tadi ada lelaki yang mengganggunya disana. Terus aku tolongin.” Jawab Yoga tak lupa melirik gadis cantik yang masih terlelap di sampingnya.
“mbok ambilin minum ya Den...”kata si mbok.
Yoga mengangguk. Mbok Ijah pamit menuju ke dapur. Raut wajah seorang gadis yang terlelap itu menunjukkan bahwa Ia adalah seorang bidadari yang kesepian. Bidadari yang sering terbang sendirian dengan sayap lemah nya. Tak ada yang tahu betapa sunyi nya Hati dan raga ini.
“Mama Papa... Moli kangen.” Ia mengigau lagi.
Merindukan kedua orang tuanya adalah hal yang menyakitkan bagi hatinya. Mereka masih ada namun terasa tak ada. Terkadang Moli ingin berfikir bahwa orang tuanya memang sudah tak ada di dunia ini namun, rasa haus akan kasih sayang yang terus berontak walaupun tak pernah ada hasilnya dan berakhir dengan ke hampaan membuatnya terus berharap dan terus berharap.
Yoga mendesah lirih. “Kayaknya ada sesuatu dengan Kak Moli.”
Delapan bulan sudah ke dua orang tuanya tinggal di luar negeri. Tak pernah ada kabar dari mereka kecuali sebuah pesan singkat seolah menanyakan kabar namun tak pernah ada balasan kembali setelah Moli balik mengirim pesan.
“Mama jangan pergi lagi... temenin Moli disini...” rengek gadis itu dengan erat memegang tangan wanita yang sedang memasukkan koper besar ke bagasi mobil.
“Mama kan harus kerja sama Papa juga... kamu minta apa aja pasti Mama turutin kok... Mama kerja kan buat kamu...” jawabnya tanpa ada rasa memelas. Hanya usapan tangan seolah menunjukkan raut wajah sedihnya.
Semua demi kamu, semua yang kamu mau pasti kami turuti, kami kerja hanya untuk kamu, untuk masa depan kamu...
Sebuah mimpi buruk yang terkadang hadir dalam tidur lelapnya. Menyiksa, namun tak ada sebuah pilihan.
Yoga melepaskan genggaman Moli dengan perlahan. Ia berjalan berpaling meninggalkan Moli.
“Mbok... aku balik ya...” Ucap yoga ketika bertemu mbok Ijah di anak tangga.
“Nggak minum dulu Den. Ini si mbok udah buatin teh anget.”
“Buat kak Moli aja. Aku pamit ya mbok.”
“Makasih Den...”
Yoga tersenyum dan berlalu meninggalkan rumah mewah itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Rika Mardiana
pelakor
2020-05-02
1
Sesi Astuti
kok aku yang sakit hati bacanya
2020-04-19
1
Gabriella
aku suka ka.
2020-03-13
0