Terperangkap Cinta

Terperangkap Cinta

Bersantai

Alunan music lawas dari Kelly Clarkson 'Never again' yang mengalun merdu, dari kamar Lana. Yang mendengarkan radionya sambil membaca novel yang telah ia pinjam beberapa hari yang lalu, sehingga tak sadar kalau ponselnya terus berdering.

“Mba, ponsel Mba bunyi tuh.” Lana yang sedang asyik dengan dunianya sendiri, tak sadar kalau dipanggil oleh adiknya. “Allo, budek!!! Ponsel Mba bunyi tuh,” teriak adiknya, Leny ditelinganya.

Lana terkejut dan langsung menggerutui adiknya. “Kurang kerjaan, ngapain lo ngeganggu Mba!” Gerutunya sengit dan masam sambil melotot pada adiknya dengan marah, ia masih ingin meneruskan bacaanya.

“Telinga Mba budek atau emang gak dengar sih, ngeselin tahu!“ Runtuk Leny kesel sendiri.

“Napa lo yang jadi marah-marah gini, so ngapain lo manggil-manggil Mba?”

“Ponsel Mba dari tadi bunyi terus, teman Mba nelpon tuh,” sambil memberikan Hp itu pada Lana.

Lana mengambilnya dengan tersenyum kecut dan menyesal. “Sorry, gak dengar, makasih yah. Udah pergi sana,” usirnya cepat dan tak tahu terima kasih. Tahu kalau adiknya itu pasti kesal banget tapi ia masa bodoh saja.

“Dasar, benar-benar gak tahu terima kasih, coba gue biarkan aja tadi,“ gerutunya kesel, sambil melangkah keluar dengan menutup pintu sedikit kasar untuk menunjukan hatinya yang kesal.

Lana pura-pura tak tahu dengan sikap adiknya itu, bunyi ponselnya sekarang berdering lagi. Dilihatnya dari Amel, ada angin apa nih, dia menghubungi gue melalui ponsel, biasanya dari telepon rumah, kalau dia ingin bicara, pikirnya heran. Membenarkan posisi letak bantal, yang ditaruhnya supaya punggungnya merasa nyaman sebelum menekan tombol on dan tombol loudspeakernya. “Assalamu alaikum, ada apa Cemeng?” Sapanya malas dan heran.

“Waalaikum salam," jawab Amel. "Dodol lo, emang gak boleh nelpon. Ya udah bye…bye,” sambungnya pura-pura tersinggung dan ingin menutupi sambungan teleponnya.

“Gitu aja sewot, sorry deh. Gue just kidding, ada apa…?” Tanyanya tenang dan datar sambil membaca bukunya.

“Laluna, lo sombong banget yah,” gerutu Amel pura-pura kesal dengan logat batak yang dibuat-buat.

“Hellooo, Cemeng nama gue, Lana. Bukan Laluna, enak aja ganti-ganti nama orang.” Sindirnya masam.

“Loh kok, lo yang sewot sih,” serunya senang merasa menang.

“Yee.. bagus yah, ketawa. Gak ada yang lucu kale.”

“Suka-suka gue mau ketawa kek, mau nangis kek atau mau ngapain, lo juga gak rugi kok,” gerutu Amel sewot.

“Oke, oke …Up to you, by the way whats up, you call me?” tanya Lana langsung. Merasa kesel harus adu mulut dengan Amel, pasti kalah suara deh. Lebih baik langsung to the point aja, biar ia bisa melanjutkan bacaanya.

“Oh iya, gue nelpon lo, emang ada yang mau gue omongi, Kenapa malah kita bertengkar.” Lana mendengar cekikikan Amel yang tertawa sendiri. “Gini, gue hanya mau nyampaikan pesan teman-teman. Kalau kita dua bulan ke depan, pada tanggal 4 jam 2. Kumpul-kumpul di rumah Ria,” sambung Amel serius.

“Ada apa, makan-makan yah, kalau itu sih gue pasti datang,” canda Lana seenaknya.

“Gue gak heran kok, ha…ha…” Tertawa terbahak-bahak mendengar Lana langsung sewot. ”Sabar Lan, diomongi gitu itu aja udah marah.”

“Lo juga sih, hobinya nyidir gue terus dari tadi,” gerutu Lana pura-pura tersinggung.

“Gak kok, Lana. Mana gue berani,” suaranya lembut dan manja yang dibuat-buat dan pura-pura menyesal.

“Sudahlah, ngeladeni lo lama-lama. Kapan selesainya, apa gak sayang pulsa nih.” Lana masih tersenyum sendiri.

“Tenang aja baru diisi, habis ada yang baik hati mau ngisikan pulsa, jarang-jarang loh diisikan orang. Hehehe...” Serunya tenang dan senang.

“Dasar… emang ada acara apa sih? Terus kenapa sekarang ngasih tahu, kan masih lama acaranya.” Tanya Lana ingin tahu sambil melanjutkan bacaannya walaupun masih mendengar Amel bicara.

“Biasa reunian, sekalian kita mau bahas acara foto-foto kita. Soalnya biar ada persiapan dari jauh-jauh hari, sehingga semua kegiatan dan janji harus dicancel dulu.”

“Oh… kalau gue gak sibuk, mungkin gue akan datang.”

“Ck..., tadi bilang mau datang tapi sekarang gak pasti, payah lo. Banyak alasan banget,” cetus Amel geram.

“Ya!…, gue hanya bisa bilang mungkin, lo seperti gak kenal gue aja. Kalau gue bilang mungkin, 99 persen pasti jadi, lo tenang aja deh.”

“Iya deh, jangan gak. Ada Pakwo loh, sayang lo gak datang.” Godanya geli dan tepat sasaran.

“Asem lo, Cemeng. Biasa aja ngapa sih,” gerutu Lana pura-pura marah.

“Biasa atau biasa…, nanti nyesel loh gak datang.” Godanya lagi terdengar mengomporin Lana.

“Cerewet!……, kalau masih ngegoda gue, nanti gue gak akan datang. Anak-anak pasti nyalahin lo, kalau sampai terjadi,” sahut Lana senang manas-manasin Amel.

“Hmm…, gak kok, lo sembarang aja kalau ngomong,” tandas Amel sengit

“Iya apa, bukannya lo yang disuruh nyampaikan pesan mereka pada gue. Nanti kalau mereka nanya, kenapa gue gak bisa datang. Gue bisa ngomong kalau gue gak tahu pa-pa tentang acara reuni itu. Gimana, baguskan alasan gue.”

“Bagus kepala lo apanya, itu sih malah ngebuat gue sensara. Enak di dikau, gak enaknya di gue.” Gerutu Amel kesel.

“Gak pa-pa, yang gak enaknya kan lo juga, bukan gue he…he…,” cetus Lana menjawab seenaknya saja.

“Iya..iya, gue salah. Satu kosong nih ceritanya nih Lan, ha..ha...” Ikut tertawa, walaupun merasa tak ada yang lucu.

“Ha…ha…, lo nya juga sih. Orang lagi gak suka digodain malah ngomong seenak jidatnya aja,” gerutu Lana sambil tertawa senang dan geli.

“Ya udah, kalau ngomong kita gini terus. Pasti gak 'kan selesai, habis juga nanti pulsa gue,” omel Amel sewot

“Bukannya lo tadi ngomong gak pa-pa.”

“Iya sih tapi gue ngerasa pulsa gue mau habis nih.”

“Dasar, pelit, ha…ha…”

“Terserah deh, kalau gue ngeladeni lo terus. Bisa-bisa habis duluan sebelum gue sadar.”

“Iya deh gue ngerti, thanks yah.”

“Sama-sama, Laluna.”

“Mulai lagi nih, Cemeng.”

“Gak deh, udah akh. Selamat ngelanjutkan bacaan novelnya.”

“Tahu dari mana gue lagi baca novel nih?” tanya Lana heran.

“Feeling gue aja kok, gue kan kenal lo itu gimana gitu, Lan.”

“Huu… thanks sekali lagi, Meng”

“Oke… met baca aja yah Laluna… Assalamu alaikum,” Tuutth.. Tuutth...

“Waalaikum salam,” jawab Lana pelan. Cemeng-cemeng, gue belum selesai bicara langsung ditutup, hhmm… pasti takut gue semprot lagi deh, gerutu Lana geli dalam hati.

Lana tidak suka kalau teman-teman magangnya memanggil dengan panggilan Laluna, risih kalau mereka memanggil gitu. Merasa seperti boneka saja dipanggil seperti itu, walaupun tahu kalau itu panggilan sayang mereka untuknya. Ia membenarkan posisi letak bantalnya dan mulai melanjutkan bacaannya yang terhenti tadi.

Terpopuler

Comments

Hanna Devi

Hanna Devi

salam kenal dari Cinta Kedua (Untuk Zylva) 🤗

2021-02-16

0

Linggarini

Linggarini

good for opening episode

2021-02-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!