Lana duduk di bangku kuliahnya yang sedang kosong sambil menunggu dosennya, yang bisa diperkirakan tak masuk. Merasa bosan menunggu sendirian di sini, memang sih ia tak sendirian tapi tidak ada sohib kentalnya dalam kelas ini, semuanya rata-rata adik tingkatnya.
Banyak teman-temannya mengambil mata kuliah yang berbeda dengannya, dan ada yang tidak mengambil mata kuliah sama sekali. Enaknya ke mana yah, pikirnya. Ke rumah Arya, nanti ia sedang kuliah. Mau ke rumah Rani, mungkin ia sekarang sedang jalan sama cowoknya. Susah yang tidak punya cowok, tak ada yang mau ngajak jalan dan ngedate. Tapi yang sedang pedekate sih ada. Tapi enakkan gini dulu, pengalamannya dulu ketika mempunyai pacar, tak terlalu bagus. sehingga males pacar-pacaran, pacaran lama, ekh tak tahu nya cuman menjaga jodoh orang lain. itu lah sampai sekarang, cowok yang sedang pedekate dengannya, hanya dianggap teman tanpa ada embel-embel status pacaran.
Sambil menompang dagu pada tangannya ia melihat keluar jendela, ke bawah dengan setengah melamun. Tanpa sadar menangkap sosok tubuh yang selama ini ditunggu-tunggu. Tanpa melihat untuk kedua kalinya, langsung berdiri dan turun ke bawah, mengejar sosok yang dilihatnya tadi. Merasa napasnya terasa sesak dan Kakinya pegal, harus berlari menurun tangga yang panjangnya minta ampun, capek sekali rasanya. Masalah ini harus selesai sekarang, hari ini juga, tak boleh ditunda-tunda, putusnya tegas dalam hati.
“Sir, Sir…Tunggu!” Teriaknya cepat sambil menjajarkan langkahnya dengan orang yang dipanggilnya. Tidak lain, tidak bukan dosen yang beberapa hari ini akan ditemui tapi tak bisa-bisa alias tidak mengajar, karena ada pekerjaan diluar kota.
Dosen yang merasa dipanggil seketika berhenti dan menoleh padanya, heran melihat Lana ngos-ngosan napasnya. Lana mengambil napas pelan dan menghembuskan nya dengan hati-hati, supaya dadanya tidak berdebar dengan cepat karena kelelahan berlari.
“Kamu ikut lomba lari di mana?” Melihat Lana heran, tidak mengerti maksud dosennya, Lana terlihat seperti orang linglung. Dosennya tersenyum melihat wajahnya itu, seketika Lana langsung mengerti kalau dosennya itu sedang menggodanya. Wajahnya langsung memerah karena malu. ”Ha…ha, udah gak perlu kamu jawab, sekarang ada apa, Lan?” Tanya dosennya langsung sambil melihat jam tangannya.
“Ini, Sir. Saya mau minta tanda tangan untuk mata kuliah saya semester ini,” mengambil kartu rancangan studinya di dalam tas.
“Kenapa gak kemarin aja. Sekarang Sir lagi buru-buru,” serunya menuduh.
“Lana udah beberapa minggu ini terus nemui Sir, tapi Sir suruh besok, besok dan besok terus. Jadi sekarang masih harus disuruh besok lagi. Kelamaan, Sir,” Ujar Lana agak kesal walaupun sadar kalau sikapnya ini tak sopan.
Dosennya menatap dan menyelidik emosi Lana beberapa saat, kemudian dengan menghembus napas keras, akhirnya ia mengangguk. “Ya udah, Sir minta maaf. Buruan mana kartu kamu,” pintanya penuh sesal. Masuk dalam kelas yang sedang kosong dan duduk dibangku dosen. Lana mengikutinya dan langsung memberikan kartunya itu untuk ditanda tangani.
“Rupanya kamu masih banyak yang ngulang, Lan,” tanyanya basa-basi sambil menanda tangani kartunya. “Sudah bab berapa skripsi kamu.”
“Baru mulai bab enam, Sir.”
“Jadi sudah observasi?” Tanya dosennya ingin tahu
“Iya…” Sahutnya singkat
“Bagus kalau gitu, moga aja skiripsi kamu lancar.” Dukung dosennya tulus.
“Doa’ kan semoga compre nanti soalnya mudah-mudah, Sir. Kalau Lana memilih Sir, tolong jangan ngasih yang sulit-sulit yah, Sir.” Pinta Lana pura-pura kuatir.
“Tentu saja gak, paling-paling hanya sepuluh soal,” serunya sambil bercanda.
“Itu mah, sama aja bohong donk, Sir,” gerutu Lana pura-pura sedih
“Jangan kuatir gitu, kalau emang kamu dapat Sir, pengujinya. Nanti Sir tolong deh,” jawabnya serius.
“Makasih banget, Sir,” sahut Lana tulus
“Sama-sama, tapi kamu harus belajar dengan giat,” saran dosennya sambil mengembalikan kartu Lana padanya.
“Sekali lagi makasih, Sir,” ujar Lana sendari mengambil kartunya dan memasukkannya ke dalam tas.
Dosennya hanya menganggukkan kepala sendari tersenyum dan pamitan melalu matanya. Meninggalkan Lana yang sendiri berada dalam kelas. Lana tersenyum sendiri karena dosen pembimbingnya mau membantunya nanti kalau ia yang menjadi penguji, Moga-moga saja Sir Dani yang terpilih nantinya, doa’nya dalam hati dengan khusu’.
******
“Selamat Sore semuanya,” Sapa Kakak Coy, tutor kursus komputer Lana, Namanya aslinya adalah Khoirul, tapi biar kerennya semua orang memanggilnya Coy.
“Sore juga, Kakak,” jawab mereka kompak
“Oke, yang belum menyelesaikan latihan 8, 9 dan 10 kerjakan sekarang,” perintah Kakak Coy tegas. Semuanya langsung mengerjakan apa yang telah diperintahkan pada mereka.
“Lan, gimana skripsi lo, beres,” tanya Rani sendari mengetik tanpa menoleh pada Lana.
“Kayaknya gitu deh, lo sendiri,” sambil mengetik.
“Apa sih yang gak pernah beres oleh Rani,” sahutnya memuji diri sendiri.
“Iya, iya tahu. Gak usah berlebihan gitu kale,” cibir Lana malas.
“Bertemu Arya gak kemarin?” tanya lagi pelan karena Kakak Coy memperhatikan mereka berbicara.
“Gak, kenapa?.”
“Ke mana tuh anak yah, ngilang seperti ditelan bumi aja. Ketemu dia kok susah banget. Lagak seperti pejabat aja, pakai ngomong jadwal sibuk segala,” ucap Rani heran dan agak kesel. “Bete banget ngedengarnya.”
“Lo tahu sendiri Arya itu gimana orangnya, biasa aja lagi,” sahut Lana tenang
“Enak lo yang gak dengar dia ngomong kayak gitu, gatal telinga gue dengar Arya ngomong gitu,” bibirnya terlihat mayun.
“Emang gimana ngomongnya?” tanya Lana penasaran.
“Sorry yah, Ran. Gue lagi sibuk nih, entar lo hubungi gue lagi, oke. Biar gue punya banyak waktu buat lo, jadwal gue padat banget buat minggu ini. So lo harus konfirmasi gue dulu dari jauh-jauh hari yah, Say,” meniru gaya ngomong Arya dengan agak kesel. ”Lagaknya kayak artis terkenal aja.”
“Ha…ha…benar Arya ngomong kayak gitu, jangan-jangan lo nya aja yang lagi bete ama Arya,” sahut Lana tidak percaya omongan Rani.
“Jadi lo nuduh gue bohong nih ceritanya,” gerutunya tersinggung.
“Bukan gitu, Ran. Gue…” Sahut Jana serba salah terputus.
“Rani, Lana. Apa kalian berdua sudah selesai mengerjakan latihan-latihan kalian, sehingga seenaknya saja ngobrol tanpa lihat sekeliling.” Sela Kakak Coy tajam, agak kesel karena mereka berdua tidak sadar di mana mereka sekarang kalau ingin ngobrol.
“Maaf Kakak…,” sahut Rani dan Lana bersamaan dengan menyesal.
“Emang kalian sudah selesai mengerjakan latihan-latihannya?” yang dijawab dengan gelengan kepala bertanda belum. “Lebih baik ngobrolnya nanti, kalian lanjutkan kalau sudah pulang,” sarannya tegas. Lana dan Rani ditatap oleh teman-teman mereka, sehingga mereka menjadi malu.
“Baik, Kakak,” seru mereka kompak. Setelah mendapat teguran dari tutornya, mereka menyelesaikan apa yang di peritahkan kepada mereka dan menyampingkan obrolan mereka tadi. Mereka tahu kalau Kakak Coy itu, orangnya baik, ramah, supel dan suka guyol. Mungkin Kakak Coy hari ini sedang sial, sehingga mereka ikutan ketiban sialnya juga, pikir mereka agak kesel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tri Susanti
lanjut thor.....masih nyimak nich
2021-07-03
0