Kedatangan Tamu Ayahnya

“Surprise!” serunya senang melihat keterkejutan Lana, lalu berjalan mendekati Lana lalu berdiri di sampingnya.

“Kok bisa tahu gue ada di sini,” menatap heran pada Lian. Padahal kan baru lima menit yang lalu ia menelpon, kenapa bisa-bisa ada di sini, pikirnya bingung.

“Hahahaha,” tertawa geli sambil mengambil tas Lana dan menilainya, cocok apa tidak jika dipakai oleh Lana. Ia mengangguk setuju. “Tas ini cocok banget buat lo,” gumamnya pada diri sendiri. “Pasti heran kan, waktu ditelepon tadi. Gue emang ada di sekitar sini, bareng teman-teman yang lainnya. Tapi lama-kelamaan bosan sendiri bareng mereka, jadi iseng-iseng aja WA, Lan. Gue gak terkejut ketika lo ngomong ada di sini juga, kebetulan yang menyenangkan. Sekalian aja gue menemani lo berbelanja.”

“Lantas teman-teman lo gimana?”

“Tenang aja, gue udah ngomong mau menemui lo di dekat sini dan menemani berbelanja juga sih, so mereka maklum aja,” menatap Lana dengan berbinar-binar.

Lana menjadi salah tingkah di tatapan begitu dengan terang-terangan, adiknya hanya tertawa sendiri. Ia melotot pada adiknya, menyuruhnya diam, adiknya hanya mengangkat bahu sambil senyum-senyum. “So, mau lo apa sekarang?”

“Yah, menemani tuan putri ke mana aja pergi, hamba siapa melayani kehendak tuan putri,” candanya sambil membungkukkan badannya dengan memberi hormat, seakan-akan Lana itu putri raja.

Orang-orang di sekelilingnya memperhatikan Lian saja, dan tersenyum melihat tingkah lakunya yang aneh begitu. Dari mata mereka, ia bisa membaca kalau mereka menganggap Lian itu cowoknya dan sangat romantis banget. Wajah Lana memerah di tatap mereka seperti itu.

Dengan kesel Lana berjalan meninggalkan mereka, mendengar gerutuan adiknya yang kesal di tinggal sendiri. Terpaksa adiknya mengikuti Lana dengan perasaan dongkol dan kesal, karena adiknya belum sempat membeli Jins dan blus yang diinginkannya. Lian melihat Lana yang marah, cepat-cepat menjajarkan langkah dengan Lana.

“Lo marah yah, tadi gue kan hanya bercanda doank, gitu aja kok marah sih,” serunya pura-pura tersinggung.

Lana mendekati adiknya. “Lo sekarang mau ke mana lagi, Len?”

“Gue belum mendapat barang yang gue inginkan, so kita cari di toko lain aja,” ajak adiknya dengan semangat.

“Kami masih mau lihat-lihat lagi dulu, kalau lo mau pulang silakan,” gumam Lana lembut, padahal ada nada menyuruhnya pulang, karena ia tidak di butuhkan sekarang.

“Ya gak pa-pa, gue juga gak ada kerjaan. Lebih baik gue nemani kalian sampai selesai, sekalian aja gue yang akan mengatar kalian pulang,” sahutnya tenang, tidak menggrubis nada mengusir dalam omongan Lana tadi.

Lana menatapnya dengan kesal dan tajam, Lian hanya dengan santai dan tersenyum polos menghadapi tingkah laku Lana yang seperti anak-anak itu.

“Terserah,” ujarnya cuek dan meninggalkan Lian sendiri. Lana tidak tahu apakah acara berbelanja mereka itu akan menyenangkan atau malah akan hancur, karena tak suka berbelanja ditemani oleh seorang cowok. Biasanya cowok itu akan besar mulut, banyakbmenggerutu kalau menemani cewek berbelanja, dan Lana tidak suka kalau Lian sampai begitu. Bisa pusing kepalanya, harus mendengar ocehan-ocehan tidak penting banget dari Lian.

Lana beruntung karena Lian tidak banyak bicara, dan hanya menjawab kalau ditanya, dan terlihat seperti bodyguard yang menjaga mereka. Lana ingin tertawa sendiri melihat kesetiaan Lian yang mau mengekori mereka berbelanja dari satu toko ke toko lain. Dan Lian tidak pernah mengucapkan seruan kesal atau umpatan dari mulutnya, ada nilai plus sendiri dengan sikap Lian ini dimatanya.

Setelah hampir dua jam mereka berbelaja dan makan-makan, Lian mengantar mereka pulang hanya sampai di depan lorong mereka saja. Karena Lana belum berani mengajak seorang cowok ke rumahnya kecuali teman-teman kuliahnya atau SMA-nya dulu. Tapi cowok yang lagi pedekate, ia tak berani. Lian juga mengerti melihat Lana yang tidak mau di antar sampai ke rumah. Dan juga tidak bertanya apa alasannya.

******

Malamnya, setelah tamu orang tuanya pulang. Dan ia telah mengganti pakaiannya dengan baju tidur, lalu duduk di depan tv menonton bersama adik-adiknya. Orang tuanya ikut nimbrung dan ikut nonton juga tapi Lana curiga pasti orang tuanya pasti ingin bicara.

“Nak, apa kamu kenal dengan Pak John dan Istrinya tadi?” Lana menggelengkan kepala tanpa menoleh ke arah orang tuanya. Dugaannya tadi benar, pasti ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan padanya.

“Pak John itu kepala sekolah SMAN 15, dan Istrinya seorang guru,” ujar Mamanya santai.

“Emang hubungannya dengan Lana apa?” sambung Lana cepat dan bingung.

”Pak John juga mempunyai tiga orang anak seperti Mama dan Papa, tapi bedanya anak mereka laki-laki semua,” ujar Mamanya lembut, seakan tidak mendengar omongan anaknya barusan. Menatap suaminya dengan hati-hati dan suaminya hanya mengangguk setuju. Apa yang dilakukan orang tuanya itu tak luput dari perhatian Lana. Sedikit banyak ia bisa menangkap arah pembicaraan orang tuanya, tapi tak mau tergesa-gesa mengambil kesimpulan, tidak mungkin orang tuanya melakukan ini padanya. Pasti orang tuanya hanya ingin memberitahukan saja pada mereka, pikirnya positif.

“Anak laki-laki mereka ada satu yang udah kerja, dan yang lainnya masih kuliah dan sekolah,” menatap Lana dengan hati-hati

“Hubungannya dengan Lana apa sih?” Tanya Lana lagi dengan ketus.

“Jangan bicara begitu sama Mamamu, Lan,” menatap anaknya dengan marah. “Dengarkan dulu apa yang mau Mamamu katakan, jangan menyela terus,” sambung Papanya dingin dan menyuruh istrinya meneruskannya melalui tatapannya.

“Anak yang pertama itu udah kerja disalah satu Bank swasta, di kota kita ini. Dan menurut Mama udah mapan, sayangnya sampai sekarang masih membujang,” Mamanya tersenyum sayang, melihat anaknya mengerutkan keningnya dan terkejut karena telah menangkap arah omongan Mamanya

“Gak!” cetusnya cepat dan tegas. Berdiri dan ingin naik ke atas.

“Lana, duduk dulu. Kami belum selesai bicara!” perintah Papanya tajam, menyuruh Lana duduk di ruang tamu. Dengan kesal dan terpaksa Lana mematuhi perintah Papanya, ia tidak mau malam ini. “Apa kamu tahu maksud dari cerita Mamamu tadi,” sambung Papanya mengajuk hati Lana dan duduk di hadapannya.

“Iya,” cetusnya ketus dan melengos. “Ini udah abad 21, bukannya lagi zaman anak di perjodohkan. Dari cerita Mama tadi, cowok itu udah mapan, punya pekerjaan yang menurutku udah bagus untuk masa depannya. Untuk apa pasangan hidupnya harus dicarikan juga. Emangnya gue segitu buruk rupa nya yah,” sambungnya menghina dan menatap orang tuanya dengan marah.

“Pintar juga daya tangkapmu, Nak,” puji Mamanya tulus, tapi Lana yang mendengar itu wajahnya langsung memerah, karena merasa Mamanya telah menyindirnya. Mamanya tersenyum menenangkan. “Jangan mudah tersinggung gitu donk, Mama ‘kan hanya memuji ke pintaranmu aja,” mendekati anaknya itu dan duduk di samping anaknya dan memegang tangan anaknya dengan lembut. “Namanya Bima.”

Terpopuler

Comments

Tri Susanti

Tri Susanti

nah loh perjodohan dimulai.....

2021-07-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!