NovelToon NovelToon

Terperangkap Cinta

Bersantai

Alunan music lawas dari Kelly Clarkson 'Never again' yang mengalun merdu, dari kamar Lana. Yang mendengarkan radionya sambil membaca novel yang telah ia pinjam beberapa hari yang lalu, sehingga tak sadar kalau ponselnya terus berdering.

“Mba, ponsel Mba bunyi tuh.” Lana yang sedang asyik dengan dunianya sendiri, tak sadar kalau dipanggil oleh adiknya. “Allo, budek!!! Ponsel Mba bunyi tuh,” teriak adiknya, Leny ditelinganya.

Lana terkejut dan langsung menggerutui adiknya. “Kurang kerjaan, ngapain lo ngeganggu Mba!” Gerutunya sengit dan masam sambil melotot pada adiknya dengan marah, ia masih ingin meneruskan bacaanya.

“Telinga Mba budek atau emang gak dengar sih, ngeselin tahu!“ Runtuk Leny kesel sendiri.

“Napa lo yang jadi marah-marah gini, so ngapain lo manggil-manggil Mba?”

“Ponsel Mba dari tadi bunyi terus, teman Mba nelpon tuh,” sambil memberikan Hp itu pada Lana.

Lana mengambilnya dengan tersenyum kecut dan menyesal. “Sorry, gak dengar, makasih yah. Udah pergi sana,” usirnya cepat dan tak tahu terima kasih. Tahu kalau adiknya itu pasti kesal banget tapi ia masa bodoh saja.

“Dasar, benar-benar gak tahu terima kasih, coba gue biarkan aja tadi,“ gerutunya kesel, sambil melangkah keluar dengan menutup pintu sedikit kasar untuk menunjukan hatinya yang kesal.

Lana pura-pura tak tahu dengan sikap adiknya itu, bunyi ponselnya sekarang berdering lagi. Dilihatnya dari Amel, ada angin apa nih, dia menghubungi gue melalui ponsel, biasanya dari telepon rumah, kalau dia ingin bicara, pikirnya heran. Membenarkan posisi letak bantal, yang ditaruhnya supaya punggungnya merasa nyaman sebelum menekan tombol on dan tombol loudspeakernya. “Assalamu alaikum, ada apa Cemeng?” Sapanya malas dan heran.

“Waalaikum salam," jawab Amel. "Dodol lo, emang gak boleh nelpon. Ya udah bye…bye,” sambungnya pura-pura tersinggung dan ingin menutupi sambungan teleponnya.

“Gitu aja sewot, sorry deh. Gue just kidding, ada apa…?” Tanyanya tenang dan datar sambil membaca bukunya.

“Laluna, lo sombong banget yah,” gerutu Amel pura-pura kesal dengan logat batak yang dibuat-buat.

“Hellooo, Cemeng nama gue, Lana. Bukan Laluna, enak aja ganti-ganti nama orang.” Sindirnya masam.

“Loh kok, lo yang sewot sih,” serunya senang merasa menang.

“Yee.. bagus yah, ketawa. Gak ada yang lucu kale.”

“Suka-suka gue mau ketawa kek, mau nangis kek atau mau ngapain, lo juga gak rugi kok,” gerutu Amel sewot.

“Oke, oke …Up to you, by the way whats up, you call me?” tanya Lana langsung. Merasa kesel harus adu mulut dengan Amel, pasti kalah suara deh. Lebih baik langsung to the point aja, biar ia bisa melanjutkan bacaanya.

“Oh iya, gue nelpon lo, emang ada yang mau gue omongi, Kenapa malah kita bertengkar.” Lana mendengar cekikikan Amel yang tertawa sendiri. “Gini, gue hanya mau nyampaikan pesan teman-teman. Kalau kita dua bulan ke depan, pada tanggal 4 jam 2. Kumpul-kumpul di rumah Ria,” sambung Amel serius.

“Ada apa, makan-makan yah, kalau itu sih gue pasti datang,” canda Lana seenaknya.

“Gue gak heran kok, ha…ha…” Tertawa terbahak-bahak mendengar Lana langsung sewot. ”Sabar Lan, diomongi gitu itu aja udah marah.”

“Lo juga sih, hobinya nyidir gue terus dari tadi,” gerutu Lana pura-pura tersinggung.

“Gak kok, Lana. Mana gue berani,” suaranya lembut dan manja yang dibuat-buat dan pura-pura menyesal.

“Sudahlah, ngeladeni lo lama-lama. Kapan selesainya, apa gak sayang pulsa nih.” Lana masih tersenyum sendiri.

“Tenang aja baru diisi, habis ada yang baik hati mau ngisikan pulsa, jarang-jarang loh diisikan orang. Hehehe...” Serunya tenang dan senang.

“Dasar… emang ada acara apa sih? Terus kenapa sekarang ngasih tahu, kan masih lama acaranya.” Tanya Lana ingin tahu sambil melanjutkan bacaannya walaupun masih mendengar Amel bicara.

“Biasa reunian, sekalian kita mau bahas acara foto-foto kita. Soalnya biar ada persiapan dari jauh-jauh hari, sehingga semua kegiatan dan janji harus dicancel dulu.”

“Oh… kalau gue gak sibuk, mungkin gue akan datang.”

“Ck..., tadi bilang mau datang tapi sekarang gak pasti, payah lo. Banyak alasan banget,” cetus Amel geram.

“Ya!…, gue hanya bisa bilang mungkin, lo seperti gak kenal gue aja. Kalau gue bilang mungkin, 99 persen pasti jadi, lo tenang aja deh.”

“Iya deh, jangan gak. Ada Pakwo loh, sayang lo gak datang.” Godanya geli dan tepat sasaran.

“Asem lo, Cemeng. Biasa aja ngapa sih,” gerutu Lana pura-pura marah.

“Biasa atau biasa…, nanti nyesel loh gak datang.” Godanya lagi terdengar mengomporin Lana.

“Cerewet!……, kalau masih ngegoda gue, nanti gue gak akan datang. Anak-anak pasti nyalahin lo, kalau sampai terjadi,” sahut Lana senang manas-manasin Amel.

“Hmm…, gak kok, lo sembarang aja kalau ngomong,” tandas Amel sengit

“Iya apa, bukannya lo yang disuruh nyampaikan pesan mereka pada gue. Nanti kalau mereka nanya, kenapa gue gak bisa datang. Gue bisa ngomong kalau gue gak tahu pa-pa tentang acara reuni itu. Gimana, baguskan alasan gue.”

“Bagus kepala lo apanya, itu sih malah ngebuat gue sensara. Enak di dikau, gak enaknya di gue.” Gerutu Amel kesel.

“Gak pa-pa, yang gak enaknya kan lo juga, bukan gue he…he…,” cetus Lana menjawab seenaknya saja.

“Iya..iya, gue salah. Satu kosong nih ceritanya nih Lan, ha..ha...” Ikut tertawa, walaupun merasa tak ada yang lucu.

“Ha…ha…, lo nya juga sih. Orang lagi gak suka digodain malah ngomong seenak jidatnya aja,” gerutu Lana sambil tertawa senang dan geli.

“Ya udah, kalau ngomong kita gini terus. Pasti gak 'kan selesai, habis juga nanti pulsa gue,” omel Amel sewot

“Bukannya lo tadi ngomong gak pa-pa.”

“Iya sih tapi gue ngerasa pulsa gue mau habis nih.”

“Dasar, pelit, ha…ha…”

“Terserah deh, kalau gue ngeladeni lo terus. Bisa-bisa habis duluan sebelum gue sadar.”

“Iya deh gue ngerti, thanks yah.”

“Sama-sama, Laluna.”

“Mulai lagi nih, Cemeng.”

“Gak deh, udah akh. Selamat ngelanjutkan bacaan novelnya.”

“Tahu dari mana gue lagi baca novel nih?” tanya Lana heran.

“Feeling gue aja kok, gue kan kenal lo itu gimana gitu, Lan.”

“Huu… thanks sekali lagi, Meng”

“Oke… met baca aja yah Laluna… Assalamu alaikum,” Tuutth.. Tuutth...

“Waalaikum salam,” jawab Lana pelan. Cemeng-cemeng, gue belum selesai bicara langsung ditutup, hhmm… pasti takut gue semprot lagi deh, gerutu Lana geli dalam hati.

Lana tidak suka kalau teman-teman magangnya memanggil dengan panggilan Laluna, risih kalau mereka memanggil gitu. Merasa seperti boneka saja dipanggil seperti itu, walaupun tahu kalau itu panggilan sayang mereka untuknya. Ia membenarkan posisi letak bantalnya dan mulai melanjutkan bacaannya yang terhenti tadi.

Kampus

Lana duduk di bangku kuliahnya yang sedang kosong sambil menunggu dosennya, yang bisa diperkirakan tak masuk. Merasa bosan menunggu sendirian di sini, memang sih ia tak sendirian tapi tidak ada sohib kentalnya dalam kelas ini, semuanya rata-rata adik tingkatnya.

Banyak teman-temannya mengambil mata kuliah yang berbeda dengannya, dan ada yang tidak mengambil mata kuliah sama sekali. Enaknya ke mana yah, pikirnya. Ke rumah Arya, nanti ia sedang kuliah. Mau ke rumah Rani, mungkin ia sekarang sedang jalan sama cowoknya. Susah yang tidak punya cowok, tak ada yang mau ngajak jalan dan ngedate. Tapi yang sedang pedekate sih ada. Tapi enakkan gini dulu, pengalamannya dulu ketika mempunyai pacar, tak terlalu bagus. sehingga males pacar-pacaran, pacaran lama, ekh tak tahu nya cuman menjaga jodoh orang lain. itu lah sampai sekarang, cowok yang sedang pedekate dengannya, hanya dianggap teman tanpa ada embel-embel status pacaran.

Sambil menompang dagu pada tangannya ia melihat keluar jendela, ke bawah dengan setengah melamun. Tanpa sadar menangkap sosok tubuh yang selama ini ditunggu-tunggu. Tanpa melihat untuk kedua kalinya, langsung berdiri dan turun ke bawah, mengejar sosok yang dilihatnya tadi. Merasa napasnya terasa sesak dan Kakinya pegal, harus berlari menurun tangga yang panjangnya minta ampun, capek sekali rasanya. Masalah ini harus selesai sekarang, hari ini juga, tak boleh ditunda-tunda, putusnya tegas dalam hati.

“Sir, Sir…Tunggu!” Teriaknya cepat sambil menjajarkan langkahnya dengan orang yang dipanggilnya. Tidak lain, tidak bukan dosen yang beberapa hari ini akan ditemui tapi tak bisa-bisa alias tidak mengajar, karena ada pekerjaan diluar kota.

Dosen yang merasa dipanggil seketika berhenti dan menoleh padanya, heran melihat Lana ngos-ngosan napasnya. Lana mengambil napas pelan dan menghembuskan nya dengan hati-hati, supaya dadanya tidak berdebar dengan cepat karena kelelahan berlari.

“Kamu ikut lomba lari di mana?” Melihat Lana heran, tidak mengerti maksud dosennya, Lana terlihat seperti orang linglung. Dosennya tersenyum melihat wajahnya itu, seketika Lana langsung mengerti kalau dosennya itu sedang menggodanya. Wajahnya langsung memerah karena malu. ”Ha…ha, udah gak perlu kamu jawab, sekarang ada apa, Lan?” Tanya dosennya langsung sambil melihat jam tangannya.

“Ini, Sir. Saya mau minta tanda tangan untuk mata kuliah saya semester ini,” mengambil kartu rancangan studinya di dalam tas.

“Kenapa gak kemarin aja. Sekarang Sir lagi buru-buru,” serunya menuduh.

“Lana udah beberapa minggu ini terus nemui Sir, tapi Sir suruh besok, besok dan besok terus. Jadi sekarang masih harus disuruh besok lagi. Kelamaan, Sir,” Ujar Lana agak kesal walaupun sadar kalau sikapnya ini tak sopan.

Dosennya menatap dan menyelidik emosi Lana beberapa saat, kemudian dengan menghembus napas keras, akhirnya ia mengangguk. “Ya udah, Sir minta maaf. Buruan mana kartu kamu,” pintanya penuh sesal. Masuk dalam kelas yang sedang kosong dan duduk dibangku dosen. Lana mengikutinya dan langsung memberikan kartunya itu untuk ditanda tangani.

“Rupanya kamu masih banyak yang ngulang, Lan,” tanyanya basa-basi sambil menanda tangani kartunya. “Sudah bab berapa skripsi kamu.”

“Baru mulai bab enam, Sir.”

“Jadi sudah observasi?” Tanya dosennya ingin tahu

“Iya…” Sahutnya singkat

“Bagus kalau gitu, moga aja skiripsi kamu lancar.” Dukung dosennya tulus.

“Doa’ kan semoga compre nanti soalnya mudah-mudah, Sir. Kalau Lana memilih Sir, tolong jangan ngasih yang sulit-sulit yah, Sir.” Pinta Lana pura-pura kuatir.

“Tentu saja gak, paling-paling hanya sepuluh soal,” serunya sambil bercanda.

“Itu mah, sama aja bohong donk, Sir,” gerutu Lana pura-pura sedih

“Jangan kuatir gitu, kalau emang kamu dapat Sir, pengujinya. Nanti Sir tolong deh,” jawabnya serius.

“Makasih banget, Sir,” sahut Lana tulus

“Sama-sama, tapi kamu harus belajar dengan giat,” saran dosennya sambil mengembalikan kartu Lana padanya.

“Sekali lagi makasih, Sir,” ujar Lana sendari mengambil kartunya dan memasukkannya ke dalam tas.

Dosennya hanya menganggukkan kepala sendari tersenyum dan pamitan melalu matanya. Meninggalkan Lana yang sendiri berada dalam kelas. Lana tersenyum sendiri karena dosen pembimbingnya mau membantunya nanti kalau ia yang menjadi penguji, Moga-moga saja Sir Dani yang terpilih nantinya, doa’nya dalam hati dengan khusu’.

******

“Selamat Sore semuanya,” Sapa Kakak Coy, tutor kursus komputer Lana, Namanya aslinya adalah Khoirul, tapi biar kerennya semua orang memanggilnya Coy.

“Sore juga, Kakak,” jawab mereka kompak

“Oke, yang belum menyelesaikan latihan 8, 9 dan 10 kerjakan sekarang,” perintah Kakak Coy tegas. Semuanya langsung mengerjakan apa yang telah diperintahkan pada mereka.

“Lan, gimana skripsi lo, beres,” tanya Rani sendari mengetik tanpa menoleh pada Lana.

“Kayaknya gitu deh, lo sendiri,” sambil mengetik.

“Apa sih yang gak pernah beres oleh Rani,” sahutnya memuji diri sendiri.

“Iya, iya tahu. Gak usah berlebihan gitu kale,” cibir Lana malas.

“Bertemu Arya gak kemarin?” tanya lagi pelan karena Kakak Coy memperhatikan mereka berbicara.

“Gak, kenapa?.”

“Ke mana tuh anak yah, ngilang seperti ditelan bumi aja. Ketemu dia kok susah banget. Lagak seperti pejabat aja, pakai ngomong jadwal sibuk segala,” ucap Rani heran dan agak kesel. “Bete banget ngedengarnya.”

“Lo tahu sendiri Arya itu gimana orangnya, biasa aja lagi,” sahut Lana tenang

“Enak lo yang gak dengar dia ngomong kayak gitu, gatal telinga gue dengar Arya ngomong gitu,” bibirnya terlihat mayun.

“Emang gimana ngomongnya?” tanya Lana penasaran.

“Sorry yah, Ran. Gue lagi sibuk nih, entar lo hubungi gue lagi, oke. Biar gue punya banyak waktu buat lo, jadwal gue padat banget buat minggu ini. So lo harus konfirmasi gue dulu dari jauh-jauh hari yah, Say,” meniru gaya ngomong Arya dengan agak kesel. ”Lagaknya kayak artis terkenal aja.”

“Ha…ha…benar Arya ngomong kayak gitu, jangan-jangan lo nya aja yang lagi bete ama Arya,” sahut Lana tidak percaya omongan Rani.

“Jadi lo nuduh gue bohong nih ceritanya,” gerutunya tersinggung.

“Bukan gitu, Ran. Gue…” Sahut Jana serba salah terputus.

“Rani, Lana. Apa kalian berdua sudah selesai mengerjakan latihan-latihan kalian, sehingga seenaknya saja ngobrol tanpa lihat sekeliling.” Sela Kakak Coy tajam, agak kesel karena mereka berdua tidak sadar di mana mereka sekarang kalau ingin ngobrol.

“Maaf Kakak…,” sahut Rani dan Lana bersamaan dengan menyesal.

“Emang kalian sudah selesai mengerjakan latihan-latihannya?” yang dijawab dengan gelengan kepala bertanda belum. “Lebih baik ngobrolnya nanti, kalian lanjutkan kalau sudah pulang,” sarannya tegas. Lana dan Rani ditatap oleh teman-teman mereka, sehingga mereka menjadi malu.

“Baik, Kakak,” seru mereka kompak. Setelah mendapat teguran dari tutornya, mereka menyelesaikan apa yang di peritahkan kepada mereka dan menyampingkan obrolan mereka tadi. Mereka tahu kalau Kakak Coy itu, orangnya baik, ramah, supel dan suka guyol. Mungkin Kakak Coy hari ini sedang sial, sehingga mereka ikutan ketiban sialnya juga, pikir mereka agak kesel.

Obrolan Cewek

Lana menatap Rani, dan membandingkannya dengan Arya, mereka sama-sama cantik. Arya cewek yang cantik, putih, tingginya sama dengan Lana, modis, suka dandan, supel, pintar, dan sombong, tapi setia kawan. Sedangkan Rani, anaknya hitam manis, tinggi dari pada mereka, pintar, feminim, keras kepala, supel dan setia. Lana suka tidak pede kalau berjalan dengan mereka, habis mereka selalu menjadi pusat perhatian para cowok-cowok.

Tanpa terasa sejam setengah sudah mereka les, dan sambil menunggu pacarnya Rani menjemputnya. Mereka ngobrol didepan tempat kursus mereka yang ada rumah makan nya. Mereka tidak pesan makanan, hanya minuman saja sambil melanjutkan obrolan mereka yang terputus tadi.

“Kenapa sih Arya sikapnya gitu akhir-akhir ini ama gue, emang salah gue ke dia apa yah?” tanya Rani heran sambil berpikir.

“Gak ada kok, nurut gue. Perasaan lo aja kali,” menyesap minumannya. “Arya mungkin lagi pusing dengan skirpsinya, lo tahu sendiri Pak Luk itu gimana orangnya. Dosen yang killer, hati-hati dan pelit nilai. Sehingga Arya juga harus lebih mengkonsentrasikan pada skripsinya. Dan tanpa ia sadari, sudah bersikap jutek ama lo.” Sahut Lana diplomatis.

“Gue merasa lo berpihak ama Arya, Lan,” tuduh Rani menyalahkan

“Gue gak berpihak ama siapa-siapa, tadi gue hanya ngomong yang ada dalam pikiran gue aja kok. Lo’nya aja yang sensi, yang punya sifat sensi. Seharusnya kan gue, kok lo nya yang sensi sekarang, Ran,” menatap Rani dengan menyelidik.

“Ngaco lo, gue hanya penasaran, dengan sikap Arya kayak gitu ama gue. Habis gak biasanya,” mengalihkan pandangannya keluar, menghindari tatapan Lana yang menyelidik.

“Benar nih, gak ada yang lo sembunyikan ke gue kan, soal kalian berdua,” tanya Lana tajam.

“Maksud lo?.”

“Mungkin kalian berdua ribut tanpa gue tahu, sehingga Arya bersikap gitu kelo,” sahut Lana cuek sambil mengangkat bahu.

“Yah gak lah, dugaan lo aja yang aneh-aneh,” menoleh ke kanak kiri, pura-pura mencari cowoknya.

“Gue pikir lo benar, Lan. Mungkin Arya lagi stress dengan skripsinya, sehingga gak ada waktu buat kita,” mengalihkan pembicaraan, melihat Lana tersenyum simpul melihatnya mengalihkan pembicaraan.

“Yah, mungkin aja lo benar,” sahut Lana sinis yang langsung mendapat tatapan Rani yang tersinggung.

“Hubungan lo dengan Lian, gimana selanjutnya, Lan. Teman atau temaann…,” goda Rani semangat.

”Untuk sekarang masih tahap teman aja dulu.”

”Teman tapi mesra, gitu kan maksudnya," godanya usil. "Untuk berapa lama?.”

”Gak tahu, sampai gue udah siap untuk mempercayakan hati ini padanya. kan lo tahu sendiri, gue gak mau pacaran lagi, makan hati aja nanti, pacaran lama-lama, gak tahu nya menjaga jodoh orang.”

"Udah siap lo nikah mudah."

"Maksud lo gimana, Ran?"

"Ya, gk mau pacaran, solusinya nikah donk. Nanti ada yang ngajaki nikah sekarang, lo malah kabur lagi."

"Ya, kagak sekarang juga kale," semburnya geram

”Emang Lian setuju dengan keinginan lo itu, Lan,” melirik Lana heran ”Pengelihatan mata gue yang jeli, Lian sayang banget ama lo, Lan,” menangguk sendiri. ”Perhatian lagi, mau antar dan jemput lo hampir setiap hari. Kurang apalagi coba.”

”Kurang jelek, hehe,” geli ngelihat Rani langsung bete. ”Yah, gue udah sering bilang sama Lian. Kalau gue gak mau pacaran, dijawabnya gak masalah. Asal gue gak menjauhinya, yah sudah kalau gitu. Jadi bukan salah gue kan donk,” sambung Lana ketus.

”Itulah masalah lo, Lan. Terlalu takut terluka lagi, dan banyak pikiran. mikir ini lah, itu lah. Ujung-ujungnya gak dapat sama sekali,” Menatap Lana lembut. “Coba deh, buka hati lo itu. Lo hilangkan perasaan trauma lo itu, perasaan itu gak bagus untuk perkembangan mental lo.”

“Tuh, Candra udah jemput,” sambung Lana malas. Mata Rani langsung bersinar, melototi Lana dan memberi peringatan dari matanya bahwa pembicaraan mereka belum selesai. Lana bisa tenang dulu, tapi nanti harus memberi penjelasan yang sebenarnya.

Rani langsung berdiri mendekati cowoknya, beruntung mereka udah membayar minuman mereka tadi. Kalau tidak, bisa marah Bang Fen yang punya rumah makan ini, lagi pula Bang Fen sudah cukup mengenal mereka kok.

“Hi, Lan,” sapa Candra basa-basi

“Hi.. juga. Kok lama banget Can, Rani hampir mengobrak-abrik rumah makan ini, seandainya lo lima menit lagi gak datang,” sahut Lana dengan pura-pura serius sendari menggoda Rani.

“Sialan lo, Lan. Jangan ngefitnah, yah,” serunya pura-pura marah. “Pulang sekarang, Yang. Udah malam,” sambungnya pada Candra.

Candra melihat jam tangannya dan mengangguk, menghidupkan motornya dan menoleh pada Lana. “Lan, kami duluan yah,” pamitnya sopan.

“Iya, Lan. Kita pulang dulu yah, sampai ketemu lusa,” ucap Rani tenang dan tersenyum minta maaf karena pulang buru-buru, padahal Lana selalu menemaninya menunggui jemputan cowoknya.

“Iya deh, ati-ati aja di jalan,” sahut Lana santai.

Mereka mengangguk bertanda duluan, yang dibalas Lana dengan senyuman santai. Lana melihat motor Candra pelan-pelan menuju jalan raya, dan menghembus napas panjang. Emang benar ia sekarang sedang berteman dekat dengan seorang cowok, namanya Lian Atmajaya. Lian itu cowok yang di makcomblangi oleh Arya, sobatnya. Yang merasa mempunyai kewajiban untuk mencari Lana seorang cowok, dan kebetulan ada seorang cowok yang juga sedang mencari cewemk.

Karena kriteria cewek idaman Lian itu ada pada Lana, sehingga Arya mencomblangi mereka. Dan Arya sendiri yakin, pilihannya sekarang, tidak akan membuat Lana kecewa. Pasalnya, setiap mencomblangi Lana, Lian termasuk yang the best antara cowok-cowok yang dicomblanginya dalam segala hal. Padahal sering bilang pada Arya, kalau ia gak tertarik untuk pacar-pacaran lagi. Dasar si Arya emang kepala batu, masih tetap mencarikan seorang cowok padanya. Dan Lana sendiri tidak keberatan akan pilihan Arya, karena menurutnya Lian itu baik banget.

Lana melirik ke kanan dan ke kiri, dilihatnya teman-teman lesnya pada pulang semua. Hanya ia sendirian yang bengong di sini, tidak ada kerjaan aja, pikirnya muram. Langsung menyebrang jalan, dan menunggu bis kota yang jurusan ke-rumahnya.

Tittt....Tiitt... Suara klakson yang mengejutkannya, yang tidak berhenti dari beberapa saat tadi. Lana saat itu sedang menunggu angkot jurusannya, langsung kesal karena suaranya yang sangat berisik. Dengan kesal menoleh ke arah suara itu dan berniat memarahi orang yang membunyikannya. Ketika menoleh ke arah suara itu, Lana terkejut karena orang yang baru di bicarakannya bersama Rani tadi dan sempat dilamuninnya, tiba-tiba muncul di hadapannya sambil cengar cengir.

“Ngapain lo di sini, nyasar yah,” cetus Lana sedikit kesal dan heran

“Gak lah, gue emang sengaja ngejemput my princess,” tersenyum manis dan polos, seolah-olah tidak tahu kalau Lana kesal padanya karena suara klaksonnya yang mengganggunya tadi.

Lana mengerutkan keningnya heran, menoleh kanan kiri. Pura-pura bodoh kalau yang dibicarakan Lian adalah orang lain. Melihat sikap Lana itu membuat Lian gemas dan menyentil hidungnya. “Akww... sakit bego. gak usah sentuh-sentuh, bukan muhrim.” Seru Lana kesal

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!