“Iya deh, maaf. Habisnya lo gemesin sih, Lan," ujarnya menyesal. "Gak usah pura-pura bodoh gitu deh, Lan. Gak cocok buat lo,” menatap Lana yang terlihat bingung. “Karena lo itu emang dari sananya udah bodoh kok. Akhww.. Hahah,” tertawa senang karena menggoda Lana.
“Udah puas ngerjain gue,” mendapat gelengan kepala dari Lian. Lana sebal dan akan memukulnya tapi tidak jadi karena Lian mengacukan kedua jari telunjuk dan jari tengah, sebagai tanda peace ’damai’. “Senang yah udah buat gue kesel,” gerutu Lana sebal dan mau beranjak pergi dari sana. Tapi tangannya di tahan Lian. Menatap Lian dengan heran dan minta di lepaskan.
Lana menatapnya tajam ke arah tangan Lian. "Tangan lo."
“Gitu aja marah, Lan. Sorry deh,” ucapnya tulus, melepaskan peganggannya.
“Mau ke mana?” tanyanya lagi.
“Mau cari taxi buat pulang,” sahutnya ketus
“Buat apa cari taxi, gue emang sengaja datang buat ngejemput lo,” kata Lian tenang dan membujuk. “Gak usah marah lagi yah, naik ke belakang motor gue. Gue antar lo pulang dengan selamat, daripada nunggu taxi kelamaan. Mana sepi lagi, dari tadi taxi gak ada yang lewat, busway kota juga,” Lana melirik kanan dan kiri mencari taxi atau bis kota yang lewat, tapi dai tadi belum ada satupun yang lewat. “Ayo lah, gak usah banyak pikir lagi,” bujuknya cepat melihat keragu-raguan di mata Lana
"Oke deh," jawabnya pasrah, daripada kagak pulang.
"Nah gitu donk, Lan." Memberikan helm pada Lana
******
Lagu lawas Beautiful In White, by Shane Filan. Ringtonenya Lana berbunyi terus-terusan, saat itu ia ada di Mall, menemani adiknya belanja. Sehingga tidak sadar kalau ponselnya berbunyi, ketika akan diangkat, ternyata mati. Melihat siapa yang menghubunginya barusan, dan tidak terkejut lagi kalau yang menelpon itu barusan Lian. Sudah sebulan ini, Lian sering sms dan berhubungan dengan Lana, walaupun status mereka hanya teman. Tapi sepertinya Lian tidak memaksakan kehendaknya terhadap Lana. Dan reaksinya Lian kepadanya sama saja, dikatakan teman tapi sms dan teleponnya sering banget. Apalagi smsnya kadang-kadang isinya romantis segala, karena Lian sering mengirimnya puisi cinta. Mau dikatakan pacaran, yah tidak bisa juga, karena sudah dibilang kalaj ia tak mau pacaran. Jadi mereka bisa di bilang TTM alias teman tapi mesra, gitu deh. Lana antara serba salah juga di perlakukan seperti pacar gitu oleh Lian, kenapa ia bisa ada perasaan begitu yah.
Harusnya ia tak boleh bersikap seperti ini, sama aja menyakiti hati Lian. Tapi mau gimana lagi, hati tak bisa dipaksa. Semua ini dikarenakan ketakutannya terhadap lebel yang bernama pacaran. Lana seakan merasa kebebasaannya seperti dikekang. Ia takut jatuh cinta, akan membuatnya kecewe, marah, sedih dan menderita. Karena bayang-bayang mantannya, yang berselingkuh, sehingga tumbuhlah perasaan itu. Yang terus menerus menghantuinya setiap dia berdekatan dengan seorang cowok. Lana merasa cowoknya yang selanjutnya akan melukainya seperti mantannya, walaupun tahu setiap cowok itu berbeda-beda. Maka nya ia nyaman seperti sekarang, hanya berstatus teman.
Ting..Ting…. Ada sms masuk, bisa diduga dari siapa. Lana membacanya sambil mengikuti adiknya dari belakang.
📱 Lian :
Na, Lo di mana sekarang. Napa telepon gw gak
lo angkat sih, bete nih 🙄😎
Lana tersenyum membacanya, bete, kok gue yang jadi sasarannya. Belum sempat ia membalasnya, ponselnya berbunyi lagi. Sepertinya ini orang tak sabaran untuk menunggu balasan darinya. Emang sih Lian orangnya tak pelit dalam hal uang, apabila Lian sms dan ia tak membalasnya, dengan alasan tak ada pulsa. Beberapa menit kemudian ponsenya sudah diisi pulsa oleh Lian.
Lana merasa malu dan tidak enakkan jadinya.
Ketika ditanya kenapa mengisi pulsanya tidak ngomong dulu dengannya. Jawabannya gini sambil cengar-cengir. “Malas juga nunggu balasan dari lo, pasti ujung-ujungnya akan ngomong nanti dibalas, kalau gue ada pulsa. Dan nunggu lo ada pulsa itu kelamaan, bisa berhari-hari. Daripada nantinya kesel sendiri, lebih baik gue belikan aja pulsa lo sekalian. Walaupun ngisinya sedikit, tapi lumayan bisa sms’an.” Lana ingin marah, tak bisa karena wajahnya itu, yang membuatnya tersentuh atas perhatian dan ketulusan hati Lian.
Lagu lawas Beautiful In White, berdering lagi mengembalikannya ke dunianya sendiri. Melirik ke kanan dan ke kiri, kalau ada yang melihatnya melamun, bisa malu banget. Ternyata tidak, mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri. Mendekati adiknya. “Dek, Mba angkat telepon dulu yah.” Yang dibalas dengan anggukkan kepala oleh adiknya yang sendari tadi sibuk memilih-milih Jins yang akan ia beli.
Lalu Lana berjalan menjauhi adiknya dan menekan tombol on di Hpnya. “Assalamu alaikum.”
“Kenapa lama banget sih ngangkatnya, jamuran nih nunggunya,” sahut Lian dari seberang sana dengan ketus.
“Assalamu alaikum, Pakde," sindirnya, karena Lian tak menjawab salamnya.
"Waalaikum salam, Bukde," sahutnya sambil tertawa sendiri, karena malu harus diingatkan oleh Lana.
"So, lo nelpon gue hanya mau marah-marah nih ceritanya,” cetus Lana ketus.
Mendengar nada ketus Lana, nada bicara Lian berubah. “Maaf, Lan,” terdengar helahan napas dari seberang sana. “Lo ada di mana sekarang, Lan?”
“Di Mall,” mengangguk setuju ketika adiknya menanyakan pendapatnya bagus atau tidak tentang Jins yang ia pegang itu.
“Mall mana?” tanyanya ingin tahu.
“Carrefour, emang kenapa?” memberikan tanda oke pada pilihan jins adiknya.
“Nope, di bagian mananya kalian sekarang.”
“Di bagian pakaian, lantai 2. Emang kenapa sih, lo nanya-nanya,” gumamnya heran, terlintas dalam benaknya kalau Lian akan ke sini.
“Sampai berapa lama kalian ada di sana?.”
“Gak tahu juga, tergantung apa yang mau dibeli Leni. masih ada atau gak,” mengambil Jins di dekatnya dan di serahkannya kepada adiknya itu.
“Oh, yah udah kalau gitu, selamat berbelanja yah,” serunya dengan penuh teka-teki.
Tuuttth…. Tutth… aneh banget nih orang, gue belum selesai ngomong udah ditutup duluan. Di masukkan ponselnya itu ke dalam tasnya dan mendekati adiknya. “Ini bagus gak, Mba?” sambil menunjukan blus yang bagus, warna dan modelnya benar-benar menarik. Dilihatnya harganya juga bagus banget.
“Bagus, sesuai juga dengan harganya,” sahut Lana. Berjalan mendekati bagian tas, mengambil satu dan menanyakan pendapatnya pada adiknya itu. “Tas ini gimana, bagus gak?.”
“Bagus tapi harganya gimana?” sendari sibuk dengan mimilah-milah warna blus yang ia inginkan tadi.
“Yah, lumayan lah, tapi kantong Mba gak akan kosong kok, beli tas ini,” menepuk-nepuk tas itu dengan lembut. Lana pun mencoba tas itu dan menunjukkannya pada adiknya.
"Beli aja,” seru Leni
"Beli aja," sahut saran dari orang lain yang ikut nimbrung.
Ada dua suara yang menyarankannya. Satunya suara adiknya tapi satunya lagi suara cowok yang sangat dikenalnya. Dengan hati berdebar, Lana membalikkan badannya ke belakang, dan melihat Lian berdiri di belakangnya sambil tersenyum manis padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Tri Susanti
lanjut thor semangat ......
2021-07-03
0