Langit siang itu sedang cerah, meski panasnya menyengat tapi itu tidak cukup untuk menghentikan para remaja yang masih dipenuhi luapan energi. Suara tawa terdengar memenuhi lorong saat Jaeden dan ketiga temannya melangkah dengan santai menuju kantin.
Wira
Tolol banget anjir, bisa-bisanya si Marcell tidur di kelasnya Pak Sleman!
Wira tertawa dan Yogi ikut tertawa bersamanya.
Yogi
Kawan lo yang satu ini emang tolol. Nggak ada obat.
Marcell mendengus.
Marcell
Anjing lo pada.
Marcell
Padahal si Jae juga tidur tadi, tapi gak kena! Bangsat!
Jaeden yang dipanggil Jae oleh teman-temannya itu hanya mengangkat bahu santai.
Jaeden
Itu mah lonya yang kebanyakan dosa, Cell.
Gelak tawa kembali pecah. Empat remaja itu terlihat akrab dan nyaman dengan candaan kasar yang biasa mereka lemparkan. Obrolan mereka tetap hidup sampai tiba di depan kantin sekolah, di mana suasana mendadak berubah.
Sebuah kerumunan kecil tampak di sisi kiri lorong. Di sana, beberapa siswa tengah tertawa dengan nada mengejek. Di tengah-tengah mereka, seorang siswa dengan rambut hitam sedikit acak hanya berdiri diam.
Dia Tara.
Yogi melirik sekilas dan mengerutkan kening.
Yogi
Hadeh, udah kelas 3 juga, kekanakan banget.
Wira menghela napas malas.
Wira
Biarin aja, bukan urusan kita.
Wira
Udah, ke kantin belakang aja yuk. Nggak rame di situ.
Marcell
Hm, lo ikut gak?
Marcell menyikut lengan Jaeden.
Jaeden masih menatap kerumunan itu. Perundungan itu dipimpin oleh Erick, cowok dengan gaya sok jagoan dan suara paling keras di antara gerombolan itu dia juga sebenarnya adalah saudara tiri Tara.
Itu bukanlah rahasia umum. Dua saudara itu selalu seperti ini. Erick sering mengejek Tara di depan umum, dan Tara hanya diam saja menanggapi semua perlakuannya.
Entah apa tujuannya sebenarnya tapi jelas Erick ingin menunjukan kalau dia lebih memiliki kekuasaan pada orang lemah seperti Tara. Ini jelas sekali kalau Erick sama sekali tak menganggap Tara adalah keluarganya.
Karena hal itu sering terjadi semua orang di angkatan mereka tahu. Tapi tak ada yang mau ikut campur. Termasuk Jaeden sendiri.
Marcell
...Jae?
Jaeden berkedip, baru sadar temannya sudah berdiri agak jauh. Ia menoleh cepat ke arah Tara sekali lagi.
Tara di sana tetap diam. Tak menatap, tak menjawab apapun. Sama sekali tidak ada perlawanan darinya.
Tapi entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang terasa mengganggu di dalam dirinya. Perasaan yang aneh tapi dia memutuskan untuk mengabaikan saja perasaan itu.
Comments