Hari-hari setelah insiden di bawah pohon itu pun berjalan seperti biasa. Atau seharusnya seperti itu. Tapi kenyataannya Jaeden jadi seperti punya hobi baru, yaitu memperhatikan Tara.
Bukan karena dia sengaja, begitulah yang dia yakini. Tapi entah kenapa matanya selalu menemukan Tara, entah di mana pun dia berada.
Kadang dia melihat Tara memanjat pohon dan pagar belakang sekolah saat sepi, entah untuk alasan apa.
Kadang Tara duduk di ujung lapangan dengan tangan penuh perban, sedang mengoles salep pada kaki kucing kecil sebelumnya.
Dia juga sering melihat Tara memberi makan kucing itu dan sekarang dia tahu kalau kucing itu diberi nama Ara oleh Tara.
Dan terkadang dia melihat Tara hanya berdiri di tempat sunyi, memandangi langit, seolah mencari jawaban yang Jaeden sendiri tidak tahu pertanyaannya apa.
Jaeden
Kenapa ya... sekarang gue malah sering ngeliat dia?
Gumam Jaeden sambil membuka tutup botol minumnya di kantin. Ia duduk di meja biasa bersama Wira, Marcell, dan Yogi.
Marcell
Ngeliat siapa?
Marcell tiba-tiba bersuara, mengangkat alis penuh selidik. Jaeden langsung tersentak.
Jaeden
Hah? Enggak. Bukan siapa-siapa.
Yogi mengangkat wajah dari ponselnya.
Yogi
Eh, lo ngomong sendiri?
Jaeden
...Iya lah. Yakali.
Wira
Lo ngomong kekencengan buset, kita juga punya kuping kali.
Jaeden
Ya, sorry. Abai aja lah. Kepo banget kalian.
Marcell
Hmm, sus banget njir.
Marcell mencondongkan badan.
Wira
Jangan-jangan...
Tiba-tiba Wira menutup hidungnya secara dramatis.
Wira
Eh, kalian... kayak nyium bau sesuatu nggak sih?
Yogi mengernyit.
Yogi
Bau apaan?
Wira pura-pura mencium udara lalu menatap Jaeden sambil menyipitkan mata.
Wira
Bau orang yang jatuh cinta~
Jaeden memukul lengan Wira.
Jaeden
Woy! Ngaco.
Tapi itu sudah cukup membuat mereka semua tertawa.
Sementara Jaeden sendiri hanya bisa ikut tertawa meski perasaannya tak sepenuhnya bisa menyangkal.
Karena kenyataannya, bahkan sekarang pun. Saat semua temannya sedang sibuk bercanda dia tetap memikirkan Tara.
Jaeden
(Kenapa sih?)
Jaeden
(Padahal selama ini gue juga gak pernah peduli sama dia.)
Jaeden
(Masa cuma gara-gara sedikit interact waktu itu...)
Jaeden berusaha mengabaikan pikirannya itu, lalu pandangannya sempat teralih ke luar jendela kantin. Sekilas, dia seperti melihat sosok berhoodie abu-abu duduk di bawah pohon tua di lapangan.
Jaeden
(Dia di sana lagi?)
Tapi saat dia berkedip, sosok itu sudah tak ada. Dia menggeleng. Mungkin itu hanya bayangan. Atau pikirannya yang terlalu sibuk mengingat.
Comments