Scenery [KookV]
1
Langit siang itu sedang cerah, meski panasnya menyengat tapi itu tidak cukup untuk menghentikan para remaja yang masih dipenuhi luapan energi. Suara tawa terdengar memenuhi lorong saat Jaeden dan ketiga temannya melangkah dengan santai menuju kantin.
Wira
Tolol banget anjir, bisa-bisanya si Marcell tidur di kelasnya Pak Sleman!
Wira tertawa dan Yogi ikut tertawa bersamanya.
Yogi
Kawan lo yang satu ini emang tolol. Nggak ada obat.
Marcell
Padahal si Jae juga tidur tadi, tapi gak kena! Bangsat!
Jaeden yang dipanggil Jae oleh teman-temannya itu hanya mengangkat bahu santai.
Jaeden
Itu mah lonya yang kebanyakan dosa, Cell.
Gelak tawa kembali pecah. Empat remaja itu terlihat akrab dan nyaman dengan candaan kasar yang biasa mereka lemparkan. Obrolan mereka tetap hidup sampai tiba di depan kantin sekolah, di mana suasana mendadak berubah.
Sebuah kerumunan kecil tampak di sisi kiri lorong. Di sana, beberapa siswa tengah tertawa dengan nada mengejek. Di tengah-tengah mereka, seorang siswa dengan rambut hitam sedikit acak hanya berdiri diam.
Dia Tara.
Yogi melirik sekilas dan mengerutkan kening.
Yogi
Hadeh, udah kelas 3 juga, kekanakan banget.
Wira menghela napas malas.
Wira
Biarin aja, bukan urusan kita.
Wira
Udah, ke kantin belakang aja yuk. Nggak rame di situ.
Marcell menyikut lengan Jaeden.
Jaeden masih menatap kerumunan itu. Perundungan itu dipimpin oleh Erick, cowok dengan gaya sok jagoan dan suara paling keras di antara gerombolan itu dia juga sebenarnya adalah saudara tiri Tara.
Itu bukanlah rahasia umum. Dua saudara itu selalu seperti ini. Erick sering mengejek Tara di depan umum, dan Tara hanya diam saja menanggapi semua perlakuannya.
Entah apa tujuannya sebenarnya tapi jelas Erick ingin menunjukan kalau dia lebih memiliki kekuasaan pada orang lemah seperti Tara. Ini jelas sekali kalau Erick sama sekali tak menganggap Tara adalah keluarganya.
Karena hal itu sering terjadi semua orang di angkatan mereka tahu. Tapi tak ada yang mau ikut campur. Termasuk Jaeden sendiri.
Jaeden berkedip, baru sadar temannya sudah berdiri agak jauh. Ia menoleh cepat ke arah Tara sekali lagi.
Tara di sana tetap diam. Tak menatap, tak menjawab apapun. Sama sekali tidak ada perlawanan darinya.
Jaeden menghela napas pelan. Pandangannya berpaling.
Tapi entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang terasa mengganggu di dalam dirinya. Perasaan yang aneh tapi dia memutuskan untuk mengabaikan saja perasaan itu.
2
Langit sudah menunjukkan semburat jingga ketika Jaeden baru saja menyelesaikan piketnya hari ini. Dengan santai dia melewati lorong-lorong menuju parkiran motor yang terletak di belakang sekolah untuk mengambil motor miliknya.
Sesampainya di area parkiran, Jaeden sempat berhenti dan melihat lapangan yang mulai kosong karena hanya tinggal beberapa motor saja yang masih tertinggal.
Dia ingin melanjutkan perjalanannya tapi tiba-tiba, daun dari pohon besar di ujung area parkir bergoyang tak wajar. Terlalu kuat untuk udara yang hanya berisi angin sepoi-sepoi.
Dia melihat lagi dan pohon itu jelas bergerak karena ada yang sesuatu di atasnya. Dan itu membuatnya penasaran. Ia pun melangkah mendekat, dan mencari tahu apa yang ada di atas pohon itu.
Jaeden
...Lo kok bisa naik ke atas?
Tanyanya spontan ketika mendapati seseorang yang menggunakan seragam yang sama dengannya bertengger di atas pohon. Bayangan tubuh ramping dengan tudung jaket abu yang terlalu besar menutupi sebagian wajahnya. Rambut hitamnya berantakan oleh angin, dan matanya sempat melirik ke bawah. Namun tak ada jawaban.
Jaeden mengerutkan alis karena dia sama sekali tidak ditanggapi oleh seseorang itu.
Ia menghela napas dan mulai merasa kesal karena diabaikan. Tapi sebelum sempat dia pergi, orang itu melompat turun. Jaeden sempat melangkah refleks ke depan sedikit panik, tapi orang itu justru bisa mendarat dengan mulus seorang diri sambil memeluk seekor kucing kecil berbulu putih dan oranye.
Jaeden menatapnya, masih dalam posisi setengah bingung. Ternyata seseorang itu adalah Tara.
Tara tak berkata apapun. Ia langsung bergerak mundur seolah keberadaan Jaeden mengancamnya. Matanya melirik cepat, lalu menunduk.
Tapi Jaeden malah terpaku.
Mata itu, gelap dan teduh, dengan bulu mata tebal yang bergerak pelan saat berkedip terlihat begitu indah.
Ada sesuatu dalam ekspresinya terlihat rapuh tapi juga dingin. Dan entah kenapa, Jaeden tak bisa memalingkan pandangan darinya.
Saat mata mereka akhirnya tak sengaja bertemu, waktu seperti berhenti untuk sesaat.
Tara segera menarik tudung jaketnya, menutupi wajahnya, dan berbalik pergi tanpa sepatah kata pun. Dia melangkah dengan cepat seolah ingin menghapus seluruh jejak dari momen itu.
Dan yang tersisa hanyalah Jaeden dan seekor kucing kecil yang sebelumnya di bawa Tara.
Jaeden
...Dia pakai kacamata yang gak ada lensanya?
Kucing kecil itu mengeong lagi. Jaeden jongkok dan mengelus puncak kepalanya. Kucing itu mendengkur, bersandar manja pada sentuhannya.
Jaeden berbisik. Entah kepada siapa kata itu ditujukan, pada kucing itu atau... seseorang.
3
Pagi hari di SMA sama seperti biasa ramai, berisik, dan penuh keluhan siswa yang belum siap menghadapi pelajaran hari itu.
Di tangga menuju lantai dua, Jaeden dan teman-temannya sudah bercanda sejak tiba di gerbang.
Marcell
Ada yang udah ngerjain tugasnya Pak Sleman?
Marcell
Nyontek dong gue, kalian kan baik my bro.
Yogi
Hadeh kebiasaan banget sih lo, belum kapok lo dihukum kemaren?
Marcell
Justru karena gue dihukum gue lupa kalo ada tugas.
Wira
Alah, alasan lo doang itu mah.
Marcell
Tau lo ternyata, wkwk.
Marcell
Tapi gue rasa Pak Sleman tuh bukan manusia deh, masa gue liat dia tidur dengan mata terbuka.
Yogi
Durhaka banget bangsat, wkwk.
Wira
Gue yakin dia ngisi buku nilai sambil ngelamun. Makanya nilai kita absurd semua.
Jaeden ikut tertawa dengan yang lain, tapi pikirannya masih mengingat tentang kejadian kemarin sore itu. Tapi dia berusaha untuk tidak mengingat-ingat dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi.
Seseorang menabraknya dari arah yang berlawanan.
Tubuh kurus, jaket abu-abu itu dia Tara. Dia berkata pelan hampir seperti bisikan.
Kemudian dia melangkah cepat dan menghilang di antara kerumunan siswa.
Jaeden membeku sejenak. Bukan karena tabrakan itu, tapi karena ini pertama kalinya dia mendengar suara Tara.
Suara yang pelan, berat dan entah kenapa, enak didengar. Ada getaran halus yang nyaris tak bisa dijelaskan. Lalu, tanpa sadar Jaeden mengikutinya.
Dia memanggil dari belakang. Tapi Jaeden tak menjawab karena dia sudah bergerak dengan cepat demi mengikuti jejak langkah Tara yang sudah jauh. Namun sedetik kemudian Tara menghilang.
Jaeden berusaha mengendalikan napasnya yang tidak teratur karena kejar-kejaran ini. Kemanapun dia melihat, dia tidak bisa menemukan jejak Tara hingga tak sadar dia sudah pergi ke halaman belakang sekolah.
Jaeden
Gue... ngapain sih sebenernya?"
Jaeden berdiri termangu, memikirkan kenapa dia melakukan ini, mengajar Tara. Dia akhirnya memutuskan untuk kembali saja sekarang. Tapi kemudian salah satu pohon besar di sana bergerak.
Dia bergumam kemudian melangkah mendekat. Dan benar saja, Tara di atas sana lagi.
Jaeden
Dia sebenernya ngapain sih…?
Namun belum sempat berpikir lebih jauh—Bruk!
Sebuah beban jatuh menimpanya. Dengan refleks, Jaeden mengangkat tangan untuk melindungi kepala, tapi tubuh Tara menghantamnya lebih dulu. Keduanya jatuh ke tanah dengan keras.
Jaeden
Aduh… sakit banget, gila…
Keluh Jaeden dengan napas tertahan, tubuhnya telentang di tanah.
Namun Tara tidak bicara untuk menanyakan keadaan orang yang sudah dia timpa. Ia langsung bangun dan berdiri sendiri.
Untuk sesaat hening. Lalu, suara itu terdengar lagi. Masih pelan, masih dengan nada datar. Tapi kali ini terdengar sedikit pedih.
Tara
Abaikan saja aku. Seperti yang biasa kau lakukan.
Dan dengan itu, ia pun pergi tanpa menunggu respons.
Meninggalkan Jaeden yang masih terduduk di bawah pohon, dengan debu di seragam, dan kebingungan yang tak bisa dijelaskan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!