Pagi hari di SMA sama seperti biasa ramai, berisik, dan penuh keluhan siswa yang belum siap menghadapi pelajaran hari itu.
Di tangga menuju lantai dua, Jaeden dan teman-temannya sudah bercanda sejak tiba di gerbang.
Marcell
Ada yang udah ngerjain tugasnya Pak Sleman?
Marcell
Nyontek dong gue, kalian kan baik my bro.
Yogi
Hadeh kebiasaan banget sih lo, belum kapok lo dihukum kemaren?
Marcell
Justru karena gue dihukum gue lupa kalo ada tugas.
Wira
Alah, alasan lo doang itu mah.
Marcell
Tau lo ternyata, wkwk.
Marcell
Tapi gue rasa Pak Sleman tuh bukan manusia deh, masa gue liat dia tidur dengan mata terbuka.
Yogi
Durhaka banget bangsat, wkwk.
Wira
Lo baru nyadar?
Wira
Gue yakin dia ngisi buku nilai sambil ngelamun. Makanya nilai kita absurd semua.
Jaeden ikut tertawa dengan yang lain, tapi pikirannya masih mengingat tentang kejadian kemarin sore itu. Tapi dia berusaha untuk tidak mengingat-ingat dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi.
Hingga tiba-tiba—Bruk!
Seseorang menabraknya dari arah yang berlawanan.
Tubuh kurus, jaket abu-abu itu dia Tara. Dia berkata pelan hampir seperti bisikan.
Tara
Maaf.
Kemudian dia melangkah cepat dan menghilang di antara kerumunan siswa.
Jaeden membeku sejenak. Bukan karena tabrakan itu, tapi karena ini pertama kalinya dia mendengar suara Tara.
Suara yang pelan, berat dan entah kenapa, enak didengar. Ada getaran halus yang nyaris tak bisa dijelaskan. Lalu, tanpa sadar Jaeden mengikutinya.
Marcell
Loh, Jae?
Dia memanggil dari belakang. Tapi Jaeden tak menjawab karena dia sudah bergerak dengan cepat demi mengikuti jejak langkah Tara yang sudah jauh. Namun sedetik kemudian Tara menghilang.
Jaeden berusaha mengendalikan napasnya yang tidak teratur karena kejar-kejaran ini. Kemanapun dia melihat, dia tidak bisa menemukan jejak Tara hingga tak sadar dia sudah pergi ke halaman belakang sekolah.
Jaeden
Gue... ngapain sih sebenernya?"
Jaeden berdiri termangu, memikirkan kenapa dia melakukan ini, mengajar Tara. Dia akhirnya memutuskan untuk kembali saja sekarang. Tapi kemudian salah satu pohon besar di sana bergerak.
Jaeden
…Gak mungkin, kan?
Dia bergumam kemudian melangkah mendekat. Dan benar saja, Tara di atas sana lagi.
Jaeden
Dia sebenernya ngapain sih…?
Namun belum sempat berpikir lebih jauh—Bruk!
Sebuah beban jatuh menimpanya. Dengan refleks, Jaeden mengangkat tangan untuk melindungi kepala, tapi tubuh Tara menghantamnya lebih dulu. Keduanya jatuh ke tanah dengan keras.
Jaeden
Aduh… sakit banget, gila…
Keluh Jaeden dengan napas tertahan, tubuhnya telentang di tanah.
Namun Tara tidak bicara untuk menanyakan keadaan orang yang sudah dia timpa. Ia langsung bangun dan berdiri sendiri.
Untuk sesaat hening. Lalu, suara itu terdengar lagi. Masih pelan, masih dengan nada datar. Tapi kali ini terdengar sedikit pedih.
Tara
…Kenapa?
Tara
Abaikan saja aku. Seperti yang biasa kau lakukan.
Dan dengan itu, ia pun pergi tanpa menunggu respons.
Meninggalkan Jaeden yang masih terduduk di bawah pohon, dengan debu di seragam, dan kebingungan yang tak bisa dijelaskan.
Comments