Semua divisi sudah berkumpul di ruangan rapat, termasuk juga Indah ada di ruangan itu. Mereka saling berbicara dan merasa heran mengapa harus dikumpulkan. Wajah-wajah tegang tergambar mewakili perasaan mereka saat ini.
Rombongan Denny pun masuk ke ruangan rapat. Semua yang hadir spontan berdiri. Kemudian duduk setelah Denny duduk di kursinya. Iqbal memberikan pengarahan di awal sebelum Denny menyampaikan tujunnya rapat hari ini. Mata Denny mengamati ke seliling, seolah-olah sedang mencari sesuatu. Dan berhenti tatkala matanya beradu dengan mata Indah. Indah tanpa sengaja menatap mata Denny dan sebaliknya Denny juga tak melepaskan tatapannya.
Hawa dingin tiba-tiba menjalar di tubuh Indah dan membuatnya gemetar. Indah menundukkan wajahnya, takut menatap mata Denny. Otaknya langsung memutar kembali rangkaian pertemuan tidak menyenangkan bertemu Denny. Indah hanya bisa pasrah menerima segala keputusan. Indah menundukkan wajah dengan memejamkan mata.
Denny pun mengalihkan pandangannya.
Terdengar Iqbal mengucapkan pengarahan akan diberikan oleh Direktur Pak Denny Prasetyo. Lalu Denny pun berdiri, mulai memberikan pengarahan. Mendengar suara Denny, perlahan Indah memberanikan diri mengangkat wajahnya dan memandang ke depan. Terlihat Denny berbicara dengan gagah dan penuh wibawa.
“Tuhan, sungguh tampan dia, kenapa pria setampan dia ada kau ciptakan? Benar kata para karyawan wanita, selain kaya, dia tampan dan juga belum beristri. Beruntunglah yang menjadi istrinya?” guman Indah dalam hatinya.
Indah tersentak tatkala timnya gatekeeper disebut-sebut. Langsung matanya lagi-lagi beradu dengan mata Denny. Yanti yang duduk di sampingnya menyenggol bahu Indah. Dan dia pun menoleh, mendongakkan dagunya tanda bertanya.
“Mampus, kita tidak hanya ditugaskan menunggu berita tapi sebulan ke depan ikut berperan mencari berita untuk acara ulang tahun stasiun ini.” Wajah Yanti lesu.
“Apa?” teriak Indah kuat.
Ruang tiba-tiba sepi dan semua mata memandang ke arah Indah, termasuk Iqbal. Denny pun berhenti berbicara, matanya memandang Indah.
“Ada yang ingin anda sampaikan, Nona?” Denny bertanya dan memandang Indah lekat.
Indah lagi-lagi gemetar tatkala Denny bertanya mengarah kepadanya. Yanti mendorong Indah agar berdiri. Indah bingung dan tidak tahu apa yang dilakukannya. Karena semua mata masih tertuju padanya, Indah terpaksa berdiri.
“Indah, nama saya Indah Larasati Pak.” Jawab Indah gugup.
“Iya, nona Indah, ada yang ingin disampaikan?" Tanya Denny kembali.
“Iya, Pak. Tim kami akan berusaha sebaiknya untuk ulang tahun stasiun tv kita kali ini. Bapak tidak akan kecewa.” Senyum Indah kecut melihat Denny.
Denny hanya tersenyum mendengar pernyataan Indah. Iqbal melihat ekspresi Denny yang tidak biasanya. Iqbal takut melihat senyum yang lama tidak pernah terlihat di wajah Denny.
Indah terduduk setelah menyampaikan ucapan yang dia sendiri tidak tahu maksudnya. Yanti mencubit paha Indah.
“Aduh, sakit tahu.” Mengusap-usap pahanya terasa sakit dicubit Yanti.
Denny kembali menatap Indah dan melihat tingkahnya. Ada perasaan menggelitik di hatinya dan itu tidak pernah dirasakan sebelumnya.
“Baiklah, saya tunggu dan akan saksikan hasil kerja kalian. Dan jangan mengecewakan perusahaan. Terutama nona Indah, yang sudah berjanji memberikan yang terbaik.” Mata Denny masih memandang Indah.
Indah hanya bisa menggigit bibirnya saat Denny menyebut namanya. Denny kembali tersenyum melihat reaksi Indah. Denny pun menutup rapat dan berjalan ke luar ruangan. Seluruh karyawan berdiri mengiringi kepergian Denny dan para pengawalnya.
Sesampainya di ruangan kerja, Indah menghempaskan tubuh di kursi dan menungkupkan wajahnya di atas meja kerja.
“Mampus Indah, kenapa kau sebut namamu tadi,”Indah mengutuki dirinya.
Melihat tingkah Indah, Hendrik datang mendekat.
“Sabar Indah, jangan menyesali takdir. Aku akan menampungmu di rumahku, kalau kau sampai dipecat.” Mengelus lembut kepala Indah.
Hendrik mencoba menghibur Indah tapi hiburannya sangat garing. Indah jadi kesal hingga berdiri mendekati Hendrik dan mendaratkan pukulan berkali-kali ke badan Hendrik.
Hendrik mencoba menghidar dan memegang tangan Indah. Kedua mata mereka saling memandang, ada perasaan kaku menjalar keduanya.
“Hemm..hemm,” seseorang berdehem keras di belakang mereka berdua.
Hendrik terkejut dan spontan melepaskan tangan Indah. Begitu juga dengan Indah, dia melangkah ke samping. Ternyata Iqbal dan Denny sudah berdiri di belakang mereka berdua. Yanti melototkan mata ke arah Indah. Dan Indah berusaha tersenyum menatap Denny.
“Di sini bukan tempatnya pacaran” celetuk Iqbal.
“Maaf Pak, tidak seperti yang Bapak sangkakan.” Ucap Indah geram ke arah Iqbal.
“Baik, kalau begitu ke ruangan saya dan jelaskan.” Suara Denny terdengar memberi perintah.
Denny melangkah ke luar ruangan dan Iqbal mempersilahkan Indah untuk ikut bersama. Indah terpaksa mengikuti langkah Denny sambil melirik Hendrik. Wajah Hendrik memelas dan meyatukankan kedua tanganya tanda memohon maaf kepada Indah.
Denny sudah duduk di kursi kerja sedangkan Iqbal berdiri di belakangnya. Indah berdiri menghadap Denny.
“Baiklah, ada yang ingin Nona sampaikan kepada saya?” tanya Denny dengan pandangan datar.
“Iya Pak, saya ingin menjelaskan kalau kami bukan pacaran.” Jawab Indah tanpa ragu.
“Jadi tontonan yang dipertunjukan tadi itu sudah biasa di kantor ini? Begitu maksudnya?” Tanya Denny kesal.
“Tidak Pak. Kami tidak pernah seperti itu sebelumnya. Maafkan saya sudah ceroboh. Dan itu tidak akan pernah terjadi lagi. Saya janji Pak.” Jelas Indah.
“Apa jaminannya hal seperti itu tidak akan terulang lagi hah?” suara Denny semakin keras.
“Diri saya, Bapak boleh lakukan apa saja termasuk memecat saya.” Indah menundukkan wajahnya.
Denny tersenyum mendengar jawaban Indah. Iqbal menjadi bertambah ngeri melihat sikap Denny.
“Sekretaris Iqbal, kamu sudah dengar apa yang dia ucapkan. Saya boleh melakukan apa saja termasuk memecatnya.” Melihat Iqbal sambil tersenyum.
“Ya tuan.”Jawab Iqbal cepat.
“Kamu pegang janjimu, dan sekarang kembali bekerja.” Denny memalingkan wajahnya dari Indah.
Dengan lemas Indah melangkah ke luar ruangan Denny. Tanpa disadarinya Denny memperhatikan sikap Indah. Senyum masih menyeringai di wajahnya. Iqbal melangkah ke sofa dan menjatuhkan tubuhnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Denny, kalau ngerjain gadis jangan begitu kali.” Iqbal tertawa memegang perutnya.
Denny memandang Iqbal tajam. Melihat tatapan Denny serius, Iqbal terkejut dan langsung berdiri.
“Maaf tuan, saya sudah lancang.” Sambil menundukkan kepala.
“Whakk- whakk-whakk,” Denny tertawa lepas.
Suaranya memenuhi ruangan dan untung ruangan itu kedap suara. Jadi tidak terdengar sampai ke luar.
Iqbal tersenyum melihat ulah Denny, kali ini diapun di kerjain. Sebenarnya Denny dan Iqbal bersahabat. Ayah Iqbal pernah bekerja bersama ayah Denny. Dan dari kecil mereka sudah berteman dekat. Ayah Iqbal meminta menggantikannya menemani Denny setelah Tuan besar Prasetyo wafat. Sedangkan ayah Iqbal lebih memilih membuka usaha dan mengurusnya sendiri. Iqbal pun senang bekerja bersama Denny dan sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaannya.
“Sudah, ayo kita ke pertemuan selanjutnya.”
Denny merangkul bahu Iqbal. Berjalan bersama ke luar dari ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Ye Yen
suka jalan cerita nya...semangat thor
2020-05-22
0