Di ruang direktur, Denny duduk di belakang meja kerjanya. Beberapa dokumen menjadi perhatian dengan menatap lama. Kemudian pandangannya beralih ke laptop dan jari-jarinya bermain di sana. Seseorang mengetuk pintu dan pintu terbuka lebar. Tampak Iqbal berdiri lalu melangkah masuk.
Melihat Denny sibuk dengan laptopnya, Iqbal pun tidak ingin mengganggu. Dia lebih memilih duduk di sofa dan juga membuka laptop mengerjakan pekerjaannya.
Ruangan sepi dan hanya terdengar hentakan jari menari-nari di atas papan laptop. Selang tiga puluh menit berlalu, Denny terlihat lelah dan merenggangkan tubuhnya dengan mengangkat kedua tangan ke atas. Iqbal melirik dan menutup laptopnya. Lalu berjalan ke luar ruangan. Kemudian kembali dengan membawa dua cangkir kopi di tangannya.
"Apa itu Bal?" tanya Denny saat ingin melangkah ke arahnya.
"Kopi tuan, kelihatannya tuan akan lembur lagi malam ini. Aku bawakan kopi, sekalian juga untukku. Karena aku akan menemani tuan di sini."
"Yah, letakkan di meja itu, aku akan ke sana." Menunjuk meja yang ada di sofa.
Iqbal mematuhi perintah atasannya, dia meletakkan cangkir kopi di atas meja lalu kembali duduk di sofa.
Denny berjalan mendekat dan duduk di sofa sambil melepaskan nafas beratnya.
"Tuan, besok investor dari **** jadi datang, setelah kita membatalkan kedua kali perjanjiannya."
Tatapan Iqbal khawatir memandang Denny.
"Ya, aku tahu, mereka memang sangat gigih." Jawab Denny sambil menyeruput cangkir kopinya.
"Apa perlu kita tunda saja?" tanya Iqbal.
"Mereka sudah merubah semua dokumen sebagai usaha membujukku, mereka kira aku tidak tahu? Biar saja mereka datang, kita lihat usaha mereka kesekian kalinya." Pandangan tajam ke depan.
Di lain sisi, Indah berada di ruang kerjanya. Beberapa kali dia melirik jam melingkar di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan jam sebelas malam. Tapi pekerjaannya menyeleksi beberapa informasi sebagai sumber berita belum selesai. Sedangkan informasi itu akan disiarkan besok pagi. Sepertinya malam ini dia akan lembur. Di seberang meja kerja yang lain, Indah melihat masih ada Hendrik. Pria yang diusirnya minta duduk bersama saat makan siang. Mereka teman satu tim.
"Ngaaah," Indah pun menutup mulutnya menahan reaksi kantuk yang ke luar.
"Ini minum, kita sama lemburnya malam ini," Yanti menyodorkan secangkir kopi.
Indah melihat sobatnya itu dan mengambil cangkir kopi dari tangannya.
"Terima kasih" ucap Indah.
Lalu bersama menyeruput kopi hangat.
"In, kamu sudah baikkan sekarang?" tanya Yanti khawatir.
Indah hanya menganggukkan kepalanya.
"Oke, kalau sudah kelar, Kita pulang sama ya? Aku antar kamu," Yanti melempar senyum.
"Yan, terima kasih ya?" senyum kecil tergambar di bibir Indah.
Yanti melihat wajah Indah dan tersenyum, lalu kembali ke meja kerjanya.
Saat Yanti duduk di kursi kerja, Hendrik datang menghampirinya.
"Kenapa Indah, Yan? Wajahmya kelihatan sangat bersedih begitu, apa putus sama pacarnya?" Hendrik bertanya dengan suara pelan merapatkan wajahnya kepada Yanti.
" Jangan urus masalah orang, kerjakan pekerjaanmu. Sebentar lagi kami akan pulang? Kamu mau sendirian di sini?" Ucap Yanti dengan mata melotot.
"Huh, ngak enak kamu Yan, ngak bisa diajak curhat.
"Hikk-hikk- hikk, " Yanti tertawa melihat wajah kesal Hendrik melangkah pergi meninggalkannya kembali duduk ke tempatnya.
Akhirnya, mobil Yanti sampai di depan kontrakan Indah. Melihat Indah tertidur di sampingnya, dia tidak tega membangunkan
sobatnya itu. Yanti mengasihani Indah, karena dia tahu hidup Indah sangat sulit, dikarenakan ulah kakak laki-lakinya. Kakak yang seharusnya menjadi pelindung setelah kedua orang tua mereka meninggal dunia, malah membuat susah hidup Indah.
"In..Indah, bangun, udah sampai say." Mengoyangkan tubuh Indah.
"Hemmm... udah sampai ya? Maaf aku ketiduran." Indah memicingkan matanya dan berusaha memulihkan kesadarannya.
Iya, ngak apa-apa. Mandi air hangat
ya, sebelum tidur biar segar." Senyum menatap Indah.
"Muah, sampai ketemu besok. Terima kasih." Mengecup pipi Yanti dan beranjak ke luar mobil.
Indah telah berada di dalam rumah, mengunci pintu dan menghidupkan lampu. Rumah kontrakan Indah hanya memiliki satu kamar. Tidak begitu besar, tapi nyaman bagi Indah. Dan tidak terlalu jauh dengan tempatnya bekerja.
Indah membuka sepatu dan berjalan ke kamarnya. Meletakkan tas di atas meja kecil. Membuka pakaian yang sudah sangat lengket di tubuhnya, hanya berbalut pakaian dalam saja. Indah tinggal sendiri, dia bebas tidak takut ada yang melihatnya tanpa pakaian di dalam kamar. Lalu berjalan meraih baju handuk yang tergantung di belakang pintu. Kaki jenjangnya melangkah ke kamar mandi. Indah mengguyur seluruh tubuhnya. Air hangat mengalir deras dari shower, menyirami dari kepala hingga kaki Indah. Seketika, dia teringat kembali kejadian memalukan saat terjatuh.
"Ah, sial...kenapa juga harus jatuh di tubuhnya." Guman Indah kesal.
Indah telah ke luar dari kamar mandi. Mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. Mengenakan pakaian tidur.
Terasa perutnya lapar, dia pun melihat jam. Tidak mungkin dia memasak tengah malam begini pikirnya. Karena jam sudah menunjukkan pukul dua malam. Dia putuskan hanya meminum segelas susu sebelum tidur. Indah pun berjalan ke dapur, membuka pintu lemari dingin dan meraih kotak susu. Menghangatkannya di atas kompor. Setelah hangat menuangnya ke dalam sebuah gelas. Berjalan ke kamar kembali dengan segelas susu hangat di tangannya. Meletakkannya di atas meja. Selagi menunggu sedikit dingin, Indah meraih ponsel di dalam tas. Dan membuka beberapa pesan di laman WhatApp.
"Tidak ada yang pentintg" bisiknya.
Indah meletakkan ponsel di atas meja riasnya. Meraih susu dan meneguknya hingga habis. Indah naik ke tempat tidur dan membaringkan tubuh.
"Grekk...Grekk...Grekk," suara ponsel.
Indah bangun dan meraihnya. Terlihat nama Kak Dino di layar. Indah membenamkan wajah di tempat tidur dan menutup dengan bantal. Panggilan tidak terdengar lagi. Suara pesan masuk terdengar dari ponsel. Indah pun meraih dan membaca pesan itu.
Dino: Aku tahu kau sengaja mengac
uhkan panggilanku. Kalau kau tidak menjawab panggilanku kali ini, besok aku akan datang ke kantormu dan membuat keributan.
Indah langsung menggosok-gosokkan rambutnya dengan kedua tangan. Terlihat rambut panjangnya berantakan.
"Tuhan, hilangkan dia dari muka bumi ini." Pekik Indah kesal.
Kembali ponselnya berbunyi, kali ini Indah dengan berat hati terpaksa menjawab panggilan itu.
"Apa maumu lagi, jangan ganggu hidupku?" terdengar keras suara Indah.
"Kalau kau tidak mau diganggu, turuti kata-kataku. Besok malam kau harus datang, bawakan aku uang 20 juta. Tunggu kabar dariku." Ponsel langsung terputus.
"Dasar sinting," membating ponsel ke tempat tidur dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Sonetha
bagus ceritax
2020-06-18
0
Triyani Muafa
novel yg unik ketawa kok hik hik hhhhh
2020-05-22
0