Eccedentesiast

Eccedentesiast

Persiapan Pentas Seni

"Non, sudah pagi. Ayo bangun dan siap-siap ke sekolah." Bunyi pintu yang diketuk dan suara wanita tua membangunkan perempuan yang tertidur dengan nyaman di balik selimutnya yang hangat.

"Hoamm..."

Perempuan cantik itu menguap dengan kedua tangan terangkat ke atas. Ia mengucek matanya dengan tangan kanannya sembari menyibak selimut pink yang menutup setengah badannya ke bawah. Ia melangkah perlahan ke arah kamar mandi, bersiap-siap untuk ke sekolah.

Ia mengenakan seragam putih lengan panjang dan rok hitamnya dengan bersenandung kecil. '1 buku tulis, alat tulis, sketchbook, novel bacaan kemarin, apalagi ya?' batinnya. Ia sibuk mengabsen satu per satu barang yang perlu dia bawa ke sekolah. Setelah merasa lengkap, dia mengambil almamater abu-abunya, memasukkan ponsel ke saku rok lipitnya dan menyampirkan tas pink kesayangannya di bahunya, kemudian melangkah ke ruang makan.

"Pagi, Bi!" Ia menyapa pembantu yang sudah menemaninya sejak kecil yang sedang menata sarapan paginya.

"Pagi, Non Asia," sapa balik Bi Eva.

Dia duduk di kursi, mengambil nasi goreng buatan Bi Eva dengan telur mata sapi kesukaannya. Dia makan dalam diam. '6 kursi tapi yang isi hanya satu orang. Ck!" batinnya. Setelah makanannya habis, ia segera meminum susu vanilanya hingga tandas.

Dia bangkit, mengambil barang-barangnya. "Bi, aku pergi sekolah dulu ya," pamitnya pada Bi Eva yang sedang di dapur. Setelah mendengar balasan Bi Eva, tanpa menunggu lama dia segera menemui sopir pribadinya yang sudah menunggunya sejak tadi.

...***...

Tap! Tap! Tap!

Langkahnya riang memasuki halaman sekolah yang masih tidak terlalu ramai. Beberapa mobil kelihatan terparkir dengan rapi di parkiran kendaraan khusus murid. Ada juga satu dua motor dan sepeda di sana.

Rambut panjang sedada cokelatnya terlihat indah, sekali lihat saja orang akan langsung tahu bahwa rambut itu pasti halus dan terawat. Baju rapi bersih terpakai di badannya yang indah, badan yang termasuk dalam kategori body goals. Tidak lupa juga senyum manis yang terukir di bibir pink-nya yang menambah nilai plus pada penampilannya yang selalu cantik.

"Pagi, Pak Rudi!" sapanya ramah ketika melewati pos satpam. Ia berhenti di depan satpam sekolah yang umurnya sekitar 40 tahunan, tersenyum manis menyapa Pak Rudi.

"Pagi, Neng Asia!" Pak Rudi membalas sapaannya dengan senyum. Perempuan di depannya saat ini memang selalu meluangkan waktunya barang sejenak untuk menyapanya yang hanya seorang satpam di sekolah swasta tersebut sejak kelas 10. Ia selalu memperlakukan orang yang lebih tua darinya dengan sopan. Lagi-lagi poin plus untuk dirinya, membuatnya pantas untuk mendapatkan label kata sempurna.

"Saya duluan ya, Pak, mau ke kelas."

"Iya, Neng Asia." Setelah mendengar perkataan Pak Rudi, dia melangkahkan kakinya ke gedung bercat putih bertingkat—gedung kelas belajar—menuju kelasnya.

Dia selalu menyapa balik siswa-siswi yang lewat menyapanya dengan senyum manis miliknya. Mamanya pernah mengajarkannya untuk selalu membalas sapaan orang-orang yang menyapanya dengan ramah. Dan, dia melakukan itu hingga saat ini.

Masuk ke kelas, baru 6 orang dengan dirinya yang berada di kelas saat ini. Dia berjalan ke meja kedua dari depan di samping jendela sisi kiri kelas. Asia meletakkan tasnya di meja, menarik kursi dan mendudukkan bokongnya. Dia merogoh saku roknya, mengambil ponsel dengan casing bergambar karakter yang ia sukai itu. Lalu, dia mulai sibuk dengan ponselnya.

"Woi!"

Perempuan bernama lengkap Anastasia Putri Laksani itu terlonjak kaget mendengar seruan dan tepukan keras di bahu kanannya. Ia langsung menatap orang yang membuatnya kaget tadi dengan kesal. "Rere, lo rese tahu nggak! Nggak usah ngagetin gitu dong! Lo pikir gue budek sampai bicara keras gitu?!" serunya jengkel.

Rere—sang pelaku—menatapnya datar dan langsung duduk di sampingnya, tidak memedulikan seruan jengkel dari sahabatnya itu. "Salah sendiri sok sibuk dengan hape. Kek ada yang chat lo aja, cih."

"Heh! Enak aja lo, gue tuh dari tadi sibuk cari referensi untuk lukisan gue. Deadline pengumpulan karyanya aja Jumat ini, sedangkan gue belum ada ide sama sekali," jelasnya serius.

Rere menopang dagu, "Otak bego lo belum dapat ide? Kasihan, deh." Asia sedang serius dan Rere malah mengatai otaknya bego, memang sialan perempuan yang di depannya saat ini. "Rere, gue lagi serius. Daripada lo ngatain otak gue bego, mendingan otak lo yang pintar itu lo gunain untuk berpikir. Carikan gue ide."

"Ogah," tolak Rere. Dia menatap ke depan kelas dengan kedua tangan terlipat di depan dada.

"Kok lo gitu sih, Re? Bantu gue dong, otak gue benar-benar buntu sekarang. Gue udah harus setor sketsanya ke Kak Kenriz, paling lambat nanti siang. Kalau gu—"

Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, bel masuk sudah berbunyi. Dia berdecak sebal dengan pipi yang ikut ia kembungkan. Bu Nella—wali kelasnya—sudah masuk ke dalam kelas ketika dia mau mencoba kembali berbicara dengan Rere.

"Selamat pagi, semua!" sapa Bu Nella dengan ramah.

"Pagi, Bu!"

"Oke. Ibu langsung saja akan menyampaikan informasi tentang pentas seni yang akan diadakan 2 minggu lagi. Nah, seperti yang kalian ketahui, pentas seni diadakan setiap penutupan semester. Untuk tahun ini sendiri, pentas seni yang diadakan akan sedikit berbeda. Para OSIS mengusulkan untuk mengadakan bazar kelas. Untuk kelas yang jualannya paling banyak dibeli akan mendapatkan hadiah dari OSIS."

"Jadi, pada class meeting pagi ini, Ibu mau kalian semua memberikan usulan akan menjual apa di bazar nanti. Kalian juga sudah bisa menentukan siapa yang akan menjaga stand bazar. Kalian juga silahkan diskusikan akan menampilkan apa di pensi nanti sebagai penampilan kelas. Kalian memiliki waktu hingga besok pagi, Ibu akan menerima laporannya dari ketua dan sekretaris kelas. Ibu sekarang harus kembali ke ruang guru karena akan ada rapat guru. Reno, kamu pimpin class meeting-nya, ya."

Setelah menjelaskan panjang lebar mengenai persiapan pensi, Bu Nella keluar kelas menuju ruang guru. Kelas mulai heboh membicarakan makanan atau minuman apa yang akan kelas mereka jual. Ada juga yang membicarakan akan menampilkan apa di pensi nanti.

Reno sebagai ketua kelas berdiri di depan kelas, mulai memimpin class meeting. Asia tidak memedulikan apa yang mereka bicarakan, ia sibuk memikirkan apa yang akan dia lukis di kanvasnya nanti. Dia sibuk mencoret-coret lembaran sketchbook-nya asal-asalan.

Bosan mendengarkan teman kelasnya yang sedang meributkan akan menjual makanan ringan atau berat untuk bazar, Rere mengalihkan perhatiannya pada sahabatnya yang sekarang sedang mencoret-coret tidak jelas pada lembaran sketchbook-nya dengan dagu yang dia letakkan di atas lipatan tangan kirinya.

"Lo masih belum tahu mau lukis apa?"

Perempuan itu hanya mengangguk tidak semangat menanggapi perkataanya. Rere menghela napas lelah, menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya yang sekarang seperti anak kecil dengan kedua pipinya yang dia kembungkan.

Rere menopang pipi kanannya, mencoba memberkati usul. "Tidak ada tema khusus 'kan untuk lukisan ini? Lo suka hal-hal yang berhubungan dengan benda-benda langit, hal-hal yang berbau astronomi, kenapa lo nggak melukis yang berbau hal itu?"

Seperti mendapat pencerahan, Asia langsung menegakkan badannya, tersenyum lebar ke arah Rere. "Sumpah lo jenius, Re. Gue langsung dapat ide, thanks, lho. Ihh, makin sayang deh sama Rere, sahabat aku satu-satunya ini," ucap Asia langsung memeluk Rere senang.

Rere langsung mendorong pelan Asia, "Alay lo! Nggak usah meluk-meluk!" serunya jengkel dengan perlakuan Asia. Asia tertawa keras mendengar ucapan Rere hingga mengambil atensi seluruh murid kelas XI MIPA 2.

Mereka menatap bingung ke arah Asia dan Rere yang seperti sibuk sendiri, tidak mendengarkan class meeting pagi ini. "Ohh, Asia bagaimana kalau kita buat bazarnya di rumah lo aja?" tanya Sheila—sekretaris kelasnya.

"Rumah gue?" tanya Asia bingung dengan kerutan di dahi.

"Iya. Kita memutuskan untuk menjual kue-kue dan minuman dingin untuk bazar nanti. Nah, sekarang kami membicarakan akan membuat bazarnya di mana. Bagaimana kalau di rumah lo? Lo 'kan kaya, pastinya alat-alat dan bahan-bahan untuk membuat itu semua ada 'kan?"

"Ohh, boleh-boleh aja sih. Kalian tentukan saja harinya," jawabnya dengan senyum manis andalannya.

Terlihat hampir seluruh raut wajah penghuni XI MIPA 2 ini senang dengan jawabannya itu. Karena, mereka tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang sepeser pun untuk bazar kali ini. Ada Asia—Si Dompet Kelas XI MIPA 2—yang akan membayar semuanya.

Well, tidak semua siswa-siswi SMA Global Mandiri murni berteman dengannya. Mereka hanya berpura-pura baik untuk memanfaatkan kekayaan perempuan cantik itu. Tetapi, ada juga yang tidak berani berteman dengan Asia, misalnya anak-anak beasiswa, karena mereka tidak mau dianggap memanfaatkan kekayaan Asia nantinya.

Mereka tidak memedulikan sikap mereka akan merugikan Asia atau tidak. Toh, perempuan kaya raya tujuh turunan itu tidak akan menyadari sikap mereka. Asia terlalu baik dan bodoh, menurut pandangan mereka, hingga bisa dimanfaatkan seperti itu.

Mereka tidak tahu, jika Asia tahu maksud dari sikap mereka selama ini kepadanya hanya palsu. Hanya memanfaatkan materi yang ia punya untuk kesenangan mereka.

Padahal, SMA Global Mandiri adalah salah satu sekolah swasta favorit yang ada di kota mereka, yang mana halnya tidak gampang masuk di sana karena memerlukan biaya yang tidak sedikit. Anak kurang mampu yang masuk ke SMA Global Mandiri sama saja cari mati. Banyak murid beasiswa yang dibully di SMA Global Mandiri karena berasal dari keluarga tidak mampu.

Jadi dengan kata lain, sebagian besar siswa-siswi SMA Global Mandiri adalah anak orang kaya, terlebih kelas XI MIPA 2 yang muridnya hampir seluruhnya berlatar belakang kaya raya. Tetapi, sangat jarang mereka mengeluarkan uang untuk keperluan kelas mereka. Menurut mereka, selagi bisa memanfaatkan Asia, kenapa tidak? Perempuan itu tidak akan jatuh miskin dalam sehari hanya karena uangnya mereka gunakan.

'Parasit,' batin Asia. Ia mulai menggambar sketsa yang sedang ada dalam otaknya saat ini, tidak memedulikan kembali class meeting yang masih berlangsung yang kemudian beralih membahas penampilan kelas mereka di pensi nantinya.

Rere memperhatikan Asia yang sedang sibuk dengan sketsanya dengan tatapan miris. Ya, hanya Rere satu-satunya teman kelasnya yang tidak berteman dengannya karena uang. Rere murni berteman dengan Asia sejak masuk di awal pertemuan pertama mereka kelas X semester 1 kemarin.

...***...

"Yes! Akhirnya jadi juga sketsa gue. Oke sekarang jam 13.56, yang berarti gue cuma punya waktu 4 menit sebelum deadline pengumpulan sketsa. Gue harus ke ruang Art Club sekarang. Bye-bye, Rere!" Asia langsung berlari membawa sketchbook-nya menuju gedung ekskul di samping gedung kelas belajar.

Ada beberapa gedung di sekolah ini. Gedung kelas belajar sendiri berada di tengah antara gedung ekskul dan gedung laboratorium yang masing-masing di kiri dan kanan gedung.

Naik ke lantai 2, ruang ketiga dari tangga, Asia langsung membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Melan yang sedang duduk di kursinya terlonjak kaget. Napas Asia terengah-engah sehabis lari dari kelasnya menuju ruang Art Club.

Dia berjalan menuju meja Kenriz, membuka sketchbook-nya, dan merobek lembaran sketsa yang sudah dia gambar tadi. "Nih, sketsa gue, Kak," ucapnya sembari memberikan lembaran tersebut pada Kenriz.

"Lain kali, kalau masuk ke suatu ruangan itu ketuk pintu dulu, Asia. Lo mau bikin gue jantungan? Mana kumpulnya tepat deadline lagi, ckckck," sindir Kenriz sambil menerima sketsa dari Asia.

"Iya, maaf, Kak. Gue nggak ulang deh. Lagian yah, waktu yang Kakak berikan juga dikit. Mana bisa gue dapat ide hanya satu malam, yang benar aja dong, Kak," gerutu Asia dengan pipi yang sedikit dia kembungkan, kebiasaannya ketika jengkel.

"Terserah gue dong, 'kan gue ketua ekskul di sini."

"Cih, menyalahgunakan kuasa. Terserahlah yang jelas sketsa gue udah jadi dan udah gue kumpul."

"Ingat, besok mulai melukis di sini. Rabu depan udah harus selesai," ucapnya mengingatkan sambil merapikan kertas-kertas yang Asia tebak adalah sketsa anak-anak Art Club.

"Loh? Bukannya Jumat ini deadline karyanya, Kak?" tanya Asia bingung.

Kenriz berhenti merapikan kertas dan beralih menatap Asia. "Ohhh, lo mau kumpulnya secepat itu? Ya udah, khusus lo, lo harus kumpul lukisan lo Jumat ini."

"Heh!? Kok gitu? Gue cuma nanya kali!" serunya protes mendengar perkataan Kenriz.

"Santai, dong. Gue cuma bercanda. Waktu pengerjaan dan pengumpulannya gue mundurin, banyak yang protes karena menurut mereka kecepetan waktunya. Jadi, karena gue baik gue mundurin," jelas Kenriz. Asia mengangguk-angguk setuju mendengar penjelasan Kenriz. "Bagus sih, gue setuju. Waktunya emang terlalu cepat."

"Ya udah, sana lo pulang. Ganggu aja lo," usir Kenriz.

"Iya, iya, gue pulang. Bye!" Asia langsung keluar dari ruang Art Club. Setelah menutup pintu, Asia sedikit terkejut dengan kehadiran Rere di sisi kanan pintu ruang Art Club.

"Loh, Re? Ngapain di sini?"

Rere mengangkat tas pink Asia dengan almamater abu-abu di lengan tas kirinya. "Lo mau pulang tanpa tas dan almamater lo?"

"Eh, gue lupa gara-gara buru-buru ke sini. Aduh, Rere sayang, thanks, loh. Udah dua kali lo bantu gue hari ini, sekali lagi terima kasih, hehehe." Asia mengambil barangnya yang Rere sodorkan padanya.

"Ayo, pulang. Lo mau tunggu jemputan di bawah, 'kan? Kita bareng aja. Sekalian ada yang mau gue bicarain sama lo." Rere langsung melangkah, meninggalkan Asia yang sedang memakai almamaternya.

"Ihh, tunggu Reree," rengek Asia sambil memakai almamater dan tasnya dengan berlari kecil mengejar Rere yang sudah hampir mendekati tangga.

Setelah berhasil menyusul Rere, mereka berjalan beriringan menuju halte di dekat pagar sekolah. Ketika melewati pos satpam, Asia menyapa Pak Rudi yang sedang berdiri depan pos satpam, "Siang, Pak Rudi."

"Siang, Neng Asia dan Neng Revirey." Rere hanya tersenyum tipis menanggapi sapaan Pak Rudi. "Mau nunggu jemputan, Neng?" lanjut Pak Rudi.

"Iya, Pak. Kota duluan ke depan ya, Pak. Mari, Pak."

"Iya, Neng. Silahkan."

Mereka berjalan kembali dan duduk di bangku besi halte. Hanya mereka berdua yang berada di halte saat ini. "Lo mau bicarain apa, Re? Eh tunggu, bukannya dari bulan lalu lo mulai bawa mobil? Ke mana mobil lo?" tanya Asia bingung. Pasalnya, Rere selalu ke sekolah membawa mobil sendiri semenjak ia punyai SIM. Sekarang, mobilnya itu tidak kelihatan.

"Mobil gue dipinjam kakak tiri gue, katanya mobilnya rusak."

"Ohh. Ya udah, lo mau ngomong apa?"

Rere menatap Asia dengan tatapan serius dan bertanya, "Sampai kapan lo mau baik-baikin mereka? Yang ada mereka keenakan karena lo nggak pernah mau tegur mereka. Emang lo nggak muak diporotin dan diperlakukan sebagai Dompet XI MIPA 2? Gue udah pernah bilang, berhenti baikin mereka dan menjauh dari orang-orang yang hanya bisa memanfaatkan kekayaan lo."

"Rere, gue tahu batasan. Kalau mereka udah keterlaluan dan melewati batas, gue nggak akan diam. Lagi pula, kekayaan itu punya orang tua gue. Gue juga nggak mungkin biarin harta orang tua gue yang dengan susah payah banting tulang untuk bisa mendapatkan semua itu dihabisin sama orang-orang nggak berguna itu," jelas Asia. Ia tersenyum mengingat kembali perkataan Rere, dia tahu Rere tulus berteman dengannya sedari awal, karena itu dia nyaman berteman dengan Rere.

Rere membuang napas lelah, "Asia, bilang ke gue kalau mereka mulai keterlaluan dan mulai nyakitin lo. Biar gue yang urus."

"Hmm, gue pasti bakal bilang kok."

"Ya udah, gue duluan. Angkot ke kompleks rumah gue udah datang. Bye." Rere berdiri di pinggir trotoar, menunggu angkot yang akan ia tumpangi mendekat. Ketika mendekat, dia naik dan duduk.

Asia melambai-lambaikan tangan dengan riang ke Rere yang membalas lambaian tangannya pelan. Asia mengeluarkan novel bacaan yang belum sempat dia selesaikan kemarin ketika melihat angkot tumpangan Rere meninggalkan halte untuk mengisi waktu luangnya menunggu jemputannya.

...***...

Masuk ke rumah, dia meletakkan tasnya di sofa putih depan televisi, lalu berjalan ke ruang makan. "Siang, Bi," sapanya pada Bi Lina yang ada di ruang makan. Di rumahnya itu, hanya ada 2 pembantu yang ada sejak ia kecil, Bi Eva dan Bi Lina.

"Siang, Non. Bagaimana sekolahnya?"

"Yah, seperti biasa, Bi. Oh iya, Bi Eva mana?" tanyanya bingung ketika tidak melihat Bi Eva di ruang makan.

"Bi Eva lagi di dapur, Non. Katanya mau siapkan makan untuk Pak Doni, Non."

Asia mengangguk-angguk dan menarik salah satu kursi dan duduk, menunggu Bi Eva datang. Dia memang selalu makan siang dengan 2 bibinya. Sedangkan Pak Doni—sopir pribadinya sekaligus satpam di rumahnya—akan makan di pos, katanya supaya dia bisa tetap menjaga keamanan.

Bi Eva datang beberapa menit kemudian. Mereka mulai makan siang sambil berbincang-bincang mengenai sekolah dan rencana liburan Asia. Asia hanya akan libur di rumahnya—seperti biasanya. Sedangkan para bibi dan sopirnya itu akan ia izinkan pulang kampung.

Ia ingin membantu Bi Lina yang akan mencuci piring, tetapi dia tidak diizinkan. Ia diminta beristirahat karena pasti ia lelah setelah pulang sekolah.

Ia naik ke kamarnya setelah mengambil tasnya di ruang televisi tadi. Dia masuk, meletakkan tasnya di meja belajarnya dan mendudukkan badannya di kursi belajarnya.

Dia membuka ritsleting bagian depan tasnya, mengambil ponselnya dan menghubungi Rere.

"Halo? Ada apa?" Suara dari seberang terdengar setelah beberapa saat.

"Halo, Re? Lo ada waktu nggak? Gue mau cari perlengkapan untuk membuat lukisan gue besok." Asia memang berencana untuk pergi mencari perlengkapan untuk lukisannya. Beberapa catnya di ruang Art Club sudah habis, begitu juga cat yang biasanya dia gunakan di rumahnya.

"Emang jam berapa?"

"Jam 4. Lo bisa nggak?"

"Ya udah. Nanti gue ke rumah lo," ucap Rere menyetujui permintaan Asia.

"Okey." Setelah itu, sambungan terputus. Asia meletakkan ponselnya di meja belajarnya, mengambil notebook-nya, menulis barang-barang apa yang akan dibeli nantinya.

Terpopuler

Comments

pipitjfa

pipitjfa

asia? keren namanya

2025-09-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!