Asia dan Rere masuk ke dalam rumah setelah Rere memarkirkan mobilnya. Mereka masuk dan disambut oleh Bi Lina, "Siang, Non Asia. Eh, Non Rere juga datang, ya. Mari ke ruang makan, makan siangnya sudah siap dari tadi." Asia tersenyum, sedangkan Rere mengangguk kecil. Mereka meletakkan tas di sofa ruang televisi dan berjalan ke ruang makan menyusul Bi Lina.
Mereka makan bersama Bi Lina dan Bi Eva. Mereka berbincang-bincang kecil tentang Asia dan Rere yang akan melanjutkan pendidikan mereka ke perguruan tinggi di mana.
"Kalau saya sih, palingan di kampus yang sama dengan Kakak saya, Bi," jawab Rere atas pertanyaan Bi Eva setelah menyelesaikan kunyahannya.
"Kakak Non Rere kuliah di mana?" tanya Bi Lina.
"Kakak saya kuliah di kampus favorit di kota ini, Bi. Itu juga kemauan orang tua saya, katanya agar saya bisa diawasi Kakak saya nantinya," jelas Rere. Mamanya dan Papa Rakha mau dia satu kampus dengan Rakha agar Rakha bisa mengawasinya nanti, karena Rakha juga baru semester 3 saat ini, jadi mereka bisa bertemu nanti saat kuliah.
"Ohh begitu. Kalau Non Asia?" tanya Bi Eva.
"Saya mau di kampus yang sama dengan Rere aja, Bi," jawab Asia. Bi Eva dan Bi Lina mengangguk-angguk kecil. Mereka melanjutkan makan dengan tetap sesekali berbincang-bincang.
Mereka berdua naik ke kamar Asia setelah membantu Bi Eva dan Bi Lina mencuci piring. Asia duduk di meja belajarnya dan bermain ponselnya. Sedangkan Rere, dia merebahkan dirinya di kasur Asia sambil memejamkan mata dengan lengan kanannya yang berada di atas kedua matanya.
"Aletta dibully karena apa? Karena kedapatan bicara sama lo?" tanya Rere penasaran. Sedari tadi, dia sudah sangat penasaran, tetapi dia berusaha untuk tahan.
Asia yang saat ini beralih mencoret-coret sketchbook barunya, menolehkan kepala menatap Rere yang tidak menatapnya sama sekali. Perempuan bersurai sepinggang itu tetap pada posisinya di tempat tidur, tidak berubah sedari tadi.
"Gue dengar, dia dianggap tebar pesona sama Kak Devan. Katanya Prisca dan teman-teman ekskul dancenya itu meminta Aletta untuk membawakan mereka minum, tapi bukannya membawakan mereka minum, Aletta bicara dengan Kak Devan di koridor. Terus ketahuan sama mereka."
"Lo sendiri tahu, Prisca udah ngejar Kak Devan sejak mereka kelas satu menurut cerita yang beredar. Jadi, jelas Prisca pasti bully orang-orang yang berusaha mendekati Kak Devan. Apalagi, Aletta itu anak beasiswa, dan kita semua tahu Prisca itu nggak suka sama anak beasiswa, karena mereka miskin, nggak selevel dengan dia yang anak salah satu donatur sekolah," jelas Asia yang membuat Rere bangun dari posisinya. Rere duduk dan menatap Asia.
"Lo serius?"
"Iyalah. Gue dengar sendiri tadi, tapi kata Aletta dia nggak sengaja menabrak Kak Devan terus dia mau minta maaf doang. Ketahuan sama mereka, terus dibawa ke belakang perpus dan dibully di sana," lanjut Asia.
"Oh," balas Rere singkat dengan raut muka datar. Dia kemudian kembali membaringkan badannya dan menutup mata.
Asia tersenyum jahil dan berkata," Kenapa muka lo datar gitu? Lo cemburu karena Kak Devan tadi urut kakinya Aletta?"
"Ngapain gue cemburu? Lagian, Aletta dibully penyebabnya dia juga, jadi wajar aja kalau dia urut Aletta tadi, walaupun dia pasti nggak tahu alasan Aletta keseleo dan basah kek tadi. Dan muka gue emang sering datar kali, lo nggak usah sok ejek-ejek gue, deh." Rere menjawab dengan tetap berbaring.
"Hahaha, iya deh. Tapi, Re, gue cuma mau ingetin sama lo soal Prisca. Dia jelas benci sama lo, karena lo lumayan dekat dengan Kak Devan, kalau lo dan Kak Devan ketemu pasti debat mulu kerjanya. Jadi, lo hati-hati sama tuh cewek," ucap Asia memperingati Rere.
"Lo tenang aja, gue bisa jaga diri baik-baik. Apalagi untuk cewek manja kayak dia, yang bisanya memanfaatkan uang orang tuanya untuk berkuasa di sekolah," jawab Rere yang tidak terdengar kata khawatir.
"Iya gue tahu, tapi lo harus tetap hati-hati. Lo bisa cerita sama gue kalau lo diganggu, gue siap bantu kok nanti."
"Iya, iya," balas Rere dengan malas.
Asia menghela napas pelan. Perempuan yang berstatus sahabatnya itu pasti selalu bilang dia bisa jaga diri kalau dia memperingatkan hal itu. Dia selalu kelihatan tidak peduli dengan peringatannya itu. Ini bukan pertama kalinya Asia memperingatkan Rere, karena kakak kelas perundung itu sudah menunjukkan tanda-tanda tidak suka pada Rere sejak Rere berbicara pada Devan pertama kali.
"Ngomong-ngomong, lo kok nggak sebut Prisca dengan embel-embel Kak?" tanya Rere sambil menatap Asia.
Asia mengangkat bahu, memutar kursinya kembali menghadap meja belajarnya. "Gue malas aja sebenarnya manggil dia Kak. Gue manggil dia Kak karena dia Kakak Kelas. Kalau di sekolah dan dia ada, gue akan memanggil dia Kak. Tapi, kalau dia nggak ada, gue nggak mau panggil dia Kak," jelas Asia. Dia sibuk mencoret-coret kembali sketchbook-nya itu.
"Oh gitu," jawab Rere. Mengingat satu hal, Rere berkata, "Eh, gue baru ingat. Tadi di ruang mading Prisca dan teman-temannya itu muncul di pintu terus panggil Aletta. Ternyata untuk disuruh beli minuman? Gue penasaran, orang tuanya nggak malu gitu sama kelakuan anaknya yang kayak gitu?" tanya Rere.
Rere memperhatikan langit-langit kamar Asia yang dipenuhi lipatan origami berbentuk burung bangau. Dia pernah bertanya pada Asia jumlah semua lipatan itu, karena lipatan itu sangat banyak. Asia bilang ada 999 lipatan dan dia juga bilang dia tidak berniat menambah 1 lipatan lagi untuk genap 1000.
"Entahlah, Re. Kalau gue jadi orang tuanya yah, pasti malu. Bukannya belajar dengan baik, kerjanya di sekolah malah membully. Setelah ghe pikir-pikir lagi, semester depan kelas 12 sudah fokus pada ujian, pasti dia udah sibuk belajar bukannya sibuk bully murid beasiswa dan orang yang nggak dia sukai. Malas juga lama-lama lihat dia bully orang tiap hari," jawab Asia.
"Gue juga malas. Bisanya menindas orang seenaknya."
"Oh iya, Re. Gue mau tanya sama lo sesuatu. Terserah sih lo mau jawab atau nggak," ucap Asia. Dia berbalik dan menatap Rere.
"Apa?"
"Lo udah mulai terima keluarga tiri lo itu?"
Rere masih berbaring, ia mengalihkan perhatiannya dari Asia, dia kembali menatap lipatan burung bangau. "Mungkin, gue nggak yakin juga."
"Kalau lo belum terima mereka, nggak mungkin 'kan lo mau-mau aja kuliah di kampus yang sama dengan Kak Rakha?" tanya Asia yang membuat Rere terdiam.
Rere memang mulai menerima keluarga tirinya itu. Mereka semua baik, papa tirinya, walaupun cukup sibuk, tetapi dia kelihatan sayang padanya. Raiya walaupun masih kecil, tetapi dia terlihat baik pada Rere. Wajar saja mamanya perhatian pada Raiya, karena adik tirinya itu masih kecil. Dan Rakha, walaupun Rere sering bersikap buruk padanya, tetapi dia tetap menganggap Rere adiknya dan tetap mau menjaganya.
"Gue mau mencoba menerima mereka. Nggak ada salahnya mencoba menerima keadaan gue sekarang. Karena itu, gue mau menuruti permintaan mereka yang mau gue satu kampus dengan Rakha," jawab Rere.
Asia tersenyum mendengar jawaban Rere. Awal-awal dekat dengan Rere, dia tahu orang tuanya sudah bercerai saat dia masih SD kelas 6. Rere pernah mengajak Asia bermain ke rumahnya, dan Asia bertemu dengan mama kandung Rere yang sedang bersama Raiya. Rere tidak menyapa mereka dan mengajak Asia ke kamarnya. Asia tetap menyapa Mama Rere yang teriak memanggil Rere yang menyelonong begitu saja.
Asia bertanya pada Rere saat itu. Kata Rere, dia belum bisa menerima orang tuanya yang bercerai, dan mamanya yang menikah lagi. Tetapi, melihat Rere yang mulai menerima keadaannya saat ini membuat Asia tersenyum.
"Baguslah kalau lo mulai menerima mereka. Gue yakin kok, lo bisa bahagia dengan mereka," ucap Asia dengan senyum manisnya yang tidak luntur. Asia bahagia Rere mulai bisa menerima keadaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments