Jam menunjukkan pukul 10.30 pagi. Yang mana halnya, jam istirahat sudah selesai sekitar 1 jam yang lalu. Di ruang Art Club sendiri, hanya tersisa Asia dan 2 orang perempuan di bagian depan.
Asia sebentar lagi akan menyelesaikan lukisannya. Ia hanya sedang menunggu lukisannya kering. Setelah kering, ia tinggal menuliskan namanya pada kayu bagian belakang kanvasnya, setelah itu selesai.
Kenriz juga belum balik sejak tadi dia pergi. Asia melihat perempuan dengan rambut sebahu di barisan depan sudah selesai dengan lukisannya. Sepertinya dia sedang menunggu Kenriz, karena mereka harus mengisi daftar pengumpulan karya saat akan mengumpulkan karyanya. Sedangkan perempuan satunya lagi kelihatan dari tempat Asia duduk, lukisannya sebentar lagi selesai.
Menunggu lukisannya kering, Asia mengambil ponselnya yang sedari tadi dia letakkan dalam tasnya. Asia membuka instagram dan men-scroll beranda instagramnya dengan tatapan tidak tertarik.
Ketika sedang men-scroll ke bawah, notifikasi pesan masuk ke ponsel Asia. Sebelum membuka room chat Asia melihat nama pengguna tersebut, @la.luwinaa.
Asia tertegun. "Gue nggak mimpi, 'kan?" ucap Asia pada dirinya sendiri. Ia sedikit ragu untuk membuka room chat tersebut. Dia ingat betul akun tersebut memang milik orang itu. Walaupun belum pernah chat-an dengannya, Asia tahu itu akunnya dari foto yang pernah dia posting.
Pada akhirnya, Asia membuka room chat tersebut.
la.luwinaa
Kakak apa kabar?
asiaa._
Baik.
Asia bingung harus bagaimana menanggapinya. Asia tidak pernah berbicara dengannya, secara langsung saja tidak pernah. Selama ini, dia hanya melihat foto-fotonya saja. Asia bingung, apa dia harus menanyakan kabarnya juga?
Tidak lama, balasan dari orang itu muncul lagi di ponsel Asia.
la.luwinaa
Kakak nggak kesepian, 'kan?
Aku minta maaf, gara-gara aku Mama Papa jadi di sini.
asiaa._
Nggak apa-apa, aku nggak kesepian, kok.
Bohong. Asia jelas berbohong. Dia selama bertahun-tahun ini merasa kesepian. Dia selalu merasa bahwa dia sendirian, tanpa ada seorang pun menemaninya.
Asia tidak tahu mengatakan kepada kembarannya bahwa dia ingin mama dan papa mereka kembali ke Indonesia. Dia sadar, kembarannya itu lebih membutuhkan mereka.
la.luwinaa
Kalau Kakak merasa kesepian, Kakak bisa chat aku.
Aku minta maaf baru bisa chat Kakak, aku selama ini ragu untuk chat Kakak.
Tapi, aku akan mulai sering chat Kakak, agar Kakak tidak kesepian.
asiaa._
Iya, makasih sarannya.
Kamu baik-baik di sana.
Salam untuk Mama Papa.
Asia langsung mematikan ponselnya begitu saja tanpa menunggu balasan dari kembarannya. Dia meletakkan ponselnya kembali ke atas meja.
Asia menatap pemandangan di luar jendela dengan tatapan kosong. Pemandangan indah dengan langit biru dihiasi awan-awan indah tidak membuatnya bahagia. Padahal, dia selalu bahagia melihat langit yang indah seperti itu.
Pikirannya kalut. Untuk pertama kalinya, dia berbincang dengan Aila, meskipun tidak secara langsung. Dia bahagia, kembaran sekaligus adiknya itu pada akhirnya dapat berbincang dengannya, walaupun melalui sosial media. Tetapi di sisi lain, Asia sedih. Dia sedih melihat orang tuanya tidak menghubunginya lagi sejak kelas 8 semester 2.
Dia tidak tahu alasan orang tuanya tidak menghubunginya setelah beberapa tahun. Meski begitu, orang tuanya tetap mengirimkannya uang untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi, mereka tidak pernah mencoba untuk sekali saja menelepon, menanyakan keadaannya.
'Kamu beruntung Aila. Kamu bisa mendapatkan kasih sayang Mama Papa. Aku tidak boleh egois dengan meminta mereka kembali sekarang, 'kan?' batin Asia dengan matanya yang memperhatikan taman belakang.
Dari lantai 2, ruang ekskul Art Club, dia melihat seorang laki-laki yang sedang duduk di bangku taman belakang yang sedang menatap ponsel yang ada dalam genggamannya. Ekspresinya tidak terlihat dari tempat duduk Asia saat ini. 'Siapa, ya?' tanya batin Asia bingung.
Suara pintu yang dibuka mengambil perhatian Asia. Kenriz datang dan menuju mejanya yang berada di sudut kiri depan kelas. 2 perempuan tadi langsung berdiri dan menuju meja Kenriz, sambil membawa kanvas mereka.
Melihat itu, Asia langsung menyentuh sedikit lukisannya. Saat dia merasa lukisannya sudah kering, dia membalikkan kanvasnya dan menuliskan namanya di kayu kanvas.
Dia berdiri ketika melihat kedua perempuan tadi sudah menyerahkan kanvasnya dan keluar dari ruangan membawa barang-barang mereka.
Asia menyerahkan lukisannya pada Kenriz. Dan langsung menulis namanya di daftar pengumpulan karya tanpa menunggu lama.
"Selalu lo yang kumpul terakhir," ucap Kenriz sambil menatap lukisan Asia.
"Yang penting nggak lewat deadline, Kak. Deadline-nya 'kan besok," balas Asia.
Kenriz menatap lukisan Asia dalam diam. Asia yang melihat itu berkata, "Kenapa? Lukisan gue bagus, 'kan?"
Kenriz tetap diam, membuat Asia kembali berbicara. "Gue sih pernah dengar dari orang. Katanya, yang terakhir itu selalu yang terbaik. Padahal lukisan gue biasanya aja sih menurut gue," kata Asia sombong. Dia sedang bercanda. Dia tahu lukisannya biasa-biasa saja, bahkan harus diakui banyak anak Art Club yang memiliki kemampuan melukis di atasnya.
Dia paham betul, kakak sepupunya itu sedang mencoba memahami arti lukisannya. Kenriz memang selalu mencoba memahami lukisan-lukisan buatan anak Art Club.
"Sepertinya tebakan gue benar. Lukisan lo ini menggambarkan keadaan lo sekarang," ucap Kenriz yang tetap memperhatikan lukisannya.
Dan... Kenriz memang tidak pernah gagal memahami arti lukisan-lukisan buatan anak Art Club.
"Hm?"
"Nggak usah pura-pura bego lo. Gue tahu arti lukisan lo," tutur Kenriz yang beralih menatap Asia yang berdiri di depannya.
Asia memiringkan kepalanya sedikit ke kiri yang menyebabkan rambutnya yang masih dia ikat juga ikut bergerak ke kiri. Ekspresi Asia datar saat ini. "Emang artinya apa?" tanya Asia.
Kenriz mengangkat lukisan Asia, menempatkannya serong kanan samping wajahnya. Kenriz menunjuk satu-satu bagian lukisannya. "Anak perempuan ini menggambarkan lo. Bulan ini orang tua lo. Cahaya redup dari bulan itu kasih sayang orang tua lo. Awan ini bisa dikatakan waktu. Bintang jatuh ini kebahagiaan sesaat lo. Dan langit gelap ini menggambarkan perasaan lo, gelap."
Asia tetap menatap Kenriz datar. Ya, kakak sepupunya lagi-lagi dapat memahami gambarnya.
"Oke, jadi bisa gue simpulkan, gambar lo ini menggambarkan lo yang sedang menunggu orang tua lo kembali dan juga menunggu waktu agar bisa berlalu dengan cepat dan lo bisa lagi merasakan kasih sayang orang tua lo. Untuk bintang jatuh ini, itu seperti hal-hal sesaat yang pernah membuat lo bahagia meski sebentar, lalu pergi lagi meninggalkan lo sendiri yang membuat keadaan lo kembali menjadi gelap, sepi dan kosong," jelas Kenriz.
Asia tersenyum kecil mendengar penjelasan Kenriz. "Kak, lo pintar banget bisa tahu. Tapi wajar sih, lo jelas tahu keadaan gue kayak gimana tanpa gue bilang," ucap Asia.
"Gue emang pintar," ucap Kenriz santai. Kenriz kemudian berdiri menuju rak untuk menyimpan lukisan. Karena lukisan mereka baru akan ditata Senin pagi minggu depan sebelum pembukaan pentas seni, jadi lukisan-lukisan buatan anak Art Club perlu disimpan di ruang ekskul.
Asia tertawa kecil, dia kemudian kembali ke mejanya dan merapikan barang-barangnya kembali dan menggunakan tasnya. "Kalau gitu gue pergi, ya. Dah, Kak Kenriz," pamit Asia.
"Hmm." Kenriz tetap fokus menata lukisan-lukisan dengan hati-hati, dia harus memastikan tidak ada lukisan yang rusak, kalau tidak dia bisa-bisa dimarahi oleh pemilik lukisan.
Asia berjalan keluar ruang ekskul dan mengarahkan kakinya ke taman belakang.
Di taman belakang hanya terdapat pohon-pohon hijau, beberapa bangku taman yang sedikit dipenuhi daun-daun yang berguguran terkena angin. Taman belakang memang jarang dikunjungi oleh murid SMA Global Mandiri. Hanya satu dua yang mengunjungi taman belakang.
Mata Asia sibuk mencari keberadaan laki-laki yang dia lihat tadi. Tetapi, hasilnya nihil. Taman belakang yang luas itu tidak terdapat satu manusia pun kecuali dirinya.
Asia penasaran dengan laki-laki itu. Laki-laki dengan rambut hitam yang jelas tidak menggunakan seragam SMA Global Mandiri, dia hanya menggunakan pakaian kasual biasa yang menandakan dia bukan siswa SMA Global Mandiri.
"Apa dia salah satu OSIS dari SMA yang akan diundang di pensi nanti? Tapi, dia tidak menggunakan seragam sekolah mana pun, jadi tidak mungkin," ucapnya bicara sendiri. "Sudahlah, nggak penting juga. Lebih baik gue ke kantin."
Asia berjalan menuju kantin, meninggalkan taman belakang yang kembali sepi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments