MERSIA
Langkah gadis bersurai hitam sangat anggun ketika berjalan menyusuri halaman mansion yang cukup jauh dari pintu masuk. Manik hijau
mengerling bak elang ke kiri dan kanan, sangat sepi atau bisa dikatakan tenang bagi si pemilik mansion. Bangunan yang berasal dari abad 19 itu membawa memori ke masa lalu, pastinya dulu merupakan kediaman aristokrat pada jaman itu.
Jika harus memilih, mansion itu adalah tempat terakhir yang ingin di datanginya. Bukan mengapa, hubungan dengan si pemilik tidak terlalu baik beberapa tahun terakhir. Ya, mungkin sudah 5 tahun Hiver dan si pemilik mansion tidak saling bertegur sapa seperti ketika mereka masih anak-anak.
Tubuh bertinggi 178 cm itu menghembuskan napas panjang ketika berada di depan pintu ganda berwarna coklat tua. Hiver mengumpulkan
mood menghadapi si pemilik mansion.
Seorang pelayan langsung membukakan pintu, Hiver hanya membalas berupa anggukan kepala kepada pria berusia 40 tahun itu. Kedatangan
Hiver bukan yang pertama di tempat itu, melainkan ini merupakan kali ketiga untuknya. Sebelumnya ia pernah menginap ketika si pemilik merayakan ulang tahunnya yang ke 20 dan 23 tahun.
Pelayan yang mengenal Hiver berjalan di belakang tanpa bersuara, sepertinya tahu ruangan yang di tuju gadis berusia 27 tahun tersebut. Tangga kayu melingkar di tapaki Hiver, dadanya semakin berat saja seolah ia tidak pernah berolahraga.
Sepanjang koridor dilapisi permadani yang di pesan khusus dari Arab, sangat detail dan empuk beradu dengan loafer berwarna hitam milik Hiver. Sangat nyaman berbanding terbalik dengan si pemilik mansion.
Kriet !
Panjang umur! Yang dipikirkan Hiver muncul dari pintu dari sebelah kanan, ya itu dia si pemilik mansion. Pria bersurai emas pucat, bertubuh tinggi dan ringkih. Wajahnya cantik, mengalahkan saudara perempuannya.
Pria itu terlihat terpaku menatap Hiver, sepersekian detik kemudian hanya menunjuk ke arah pintu lainnya. Sebelum akhirnya si ringkih
berwajah cantik itu masuk kembali ke ruangan tanpa ada sepatah kata yang keluar dari bibirnya.
Hiver mendengus kasar melihat perlakuan yang diterimanya, ia sangat ingin berteriak kencang di depan wajah cantik itu.
Brengsek!
Sayangnya, ia tidak memiliki kekuatan dan sangat lemah menghadapi Orion Filante. Di antara ketiga saudara kembar yang merupakan teman kecil
Hiver, hanya Orion memiliki karakter yang berbeda. Acuh, dingin namun sangat pintar. Lupa mengatakan, jika pria berusia 30 tahun itu sangat genius.
Ketika River Phoenix menjadi CEO Bluette Corporation, Orion memilih menjadi pengembang perusahaan dari balik layar. Semua pengembangan produk perusahaan terkaya dunia itu, berasal dari isi kepala pria yang sangat
datar dan sepertinya sangat membenci Hiver.
Kembali ke tujuan utama Hiver, pintu yang ditunjukkan pria datar tadi.
“Thank you.” Suara lembut dan sopan dari bibir Hiver ketika si pelayan setia membukakan pintu.
Ruangan yang di tujunya adalah kamar tidur yang berluaskan 60 meter persegi, sangat luas. Hiver sangat tahu isi kamar tersebut, sebelumnya ia pernah tidur di tempat yang sama. Mengusung konsep abad 19, pun perabotannya seolah berasal dari jaman itu. Sebenarnya beberapa asli dari abad tersebut, selebihnya hanya menyerupai. Tentu saja, si pemilik tidak ingin tamunya tidur
dengan ranjang yang sangat tua, berderit dan mengganggu kenyamanan mimpi.
Hiver menghela napas lega ketika melihat sesosok tubuh yang terbaring di atas tempat tidur. Dengan langkah lebar iapun menghampiri sosok
bersurai hitam seperti miliknya.
“Prince Alistaire Onyx of Mersia.” Bisik Hiver sambil mengelus surai milik adiknya.
Hanya sekali namun sukses membangunkan pria tampan itu. Sang pewaris tahta tersebut, berbalik dan langsung memeluk pinggang Hiver dengan
erat.
“Bagaimana kau bisa tahu jika aku ada di sini, Marjorie Hiver?” geram rendah Onyx yang masih dalam keadaan separuh sadar.
“Kau adalah adikku, dan aku sangat tahu tempat yang membuatmu tenang ketika dilanda masalah.” Ucap Hiver masih mengelus surai Onyx
yang kini sepertinya melanjutkan tidur.
Sang putra mahkota sedang melarikan diri dari Mersia, publik menyalahkannya karena menilai keputusan yang di ambil Onyx sangat merugikan pihak kerajaan. Sebenarnya hal kecil dan telah diselesaikan oleh sang raja yang tak lain ayah mereka. Namun, entah mengapa mental Onyx sangat terpuruk, hingga berada di Perancis bagian selatan.
Jika Hiver tidak bertegur sapa dengan Orion, Onyx malah sebaliknya. Kedua pria itu bersahabat, pun dengan River. Hanya saja River adalah seorang CEO yang super sibuk. Saudara kembar Orion tersebut tinggal bersama dengan keluarganya di kota Lyon. Pria berwajah cantik satu ini cenderung aneh dan misterius, memilih tinggal sendiri dan ditemani oleh beberapa pelayan setia saja.
Hiver membiarkan Onyx melanjutkan tidur, ia menundukkan badan dan mengecup pipi adiknya sebelum beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah kaki sangat pelan, Hiver keluar dari ruangan tersebut.
Langkah kaki Hiver mengarahkan ke lantai bawah, ia mengulang rute yang dilewatinya tadi. Bukan hendak meninggalkan mansion itu, tapi mengarah ke taman belakang. Tempat favoritnya.
Berbagai tanaman bunga terawat dengan rapi, pohon-pohon berdaun hijau sangat asri, di bagian tengah ada kolam air mancur peninggalan
abad 19, ketika melihatnya memberikan kesan damai di hati. Jika ada tempat memberikan kenyamanan selain Palace Mersia, mansion inilah jawabannya. Wajar jika Onyx memilih menepi ke danau Lac d’Aiguebelette, Perancis.
Gadis yang mengenakan blus satin berwarna hijau seperti maniknya, dipadu dengan celana bahan berwarna hitam, loafer beledu senada kemudian duduk di kursi besi berukir tersebut. Dengan pelan ia mengambil ponsel dari sling bag -nya yang tadinya diletakkan dengan hati-hati.
Tanpa suara, Hiver berhasil mengambil gambar kolam air mancur tersebut dan langsung mengirimkan pesan kepada seseorang.
Aku di sini.
Tangannya terus memegang ponsel berwarna silver tersebut sembari menanti balasan dengan jantung berdegup kencang.
Manik hijau itu membulat maksimal ketika melihat panggilan suara masuk di ponselnya. Terlebih dulu ia berdeham mengatasi tenggorokannya yang mendadak kering.
“Halo.” Hiver memulai percakapan setelah menggeser layar ke atas.
Tawa renyah dan sangat familiar di telinganya.
Hai, adik cantik. Apa yang membuatmu hingga berada di mansion Orion? Kau bahkan tidak mengabariku jika akan berkunjung ke Perancis.
Dengusan bahagia keluar dari indera Hiver. Tubuhnya bergerak kiri dan ke kanan, pun ia sempat mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang mengantarkannya minuman dingin.
“Onyx ada di sini. Apakah dia tidak mengabarimu, River?”
Suara decakan terdengar indah di telinga Hiver
Tunggu, Onyx ada di sana? Orion bahkan tidak mengatakan jika ada Onyx di situ. Hampir tiap saat kami berbincang via pesan dan skype, dia
tidak pernah mengungkit Onyx. Tuhan, kali ini ada masalah apa?
Hiver menggigit bibirnya dan menggelengkan kepala dengan lemah.
“Tidak begitu besar, Onyx memberikan sumbangan cukup besar kepada negara yang sedang berperang. Kemudian publik menyalahkannya, karena mereka berpikir sang pewaris tahta mendukung kekerasan. Mereka
mengatakan bisa saja uang pemberian Onyx dipakai untuk membeli senjata dan amunisi, bukan untuk kebutuhan bagi rakyat yang mendapatkan dampak kerugian. Ya begitulah
kira-kira garis besarnya. Hei, kau sangat sibuk dengan pekerjaan hingga berita kami tidak kau ketahui, tuan CEO.”
Deraian tawa terdengar renyah di telinga Hiver, jantungnya semakin berdebar dan ia pun langsung mengambil gelas berisi orange jus dari meja besi berukir di sebelahnya.
Aku akui akhir-akhir ini aku sangat sibuk, adik kecil. Tapi mengetahui kau sekarang berada di Lac d’Aiguebelette, aku akan membatalkan semua janji meetingku hari ini.
Jantung Hiver meloncat keluar mendengar perkataan River. Semua tata krama yang diajarkannya mendadak hilang, ia bergerak gelisah menanti perkataan lanjutan pria itu.
“Ya?” Hiver terdengar mendesah, sungguh rendahan teriak kewarasannya yang terkubur jauh di dalam sana.
Kembali tawa rengah itu mengalun di telinga Hiver.
Sejam lagi aku akan berada di sana. Kita akan makan siang bersama, adik kecil.
Suara tegas itu terdengar sangat menyakinkan, berikutnya Hiver tertawa manis dengan kepala mengangguk ke depan belakang dengan bahagia.
“Aku akan menunggumu, River.”
Selalu menunggumu, lanjutnya dalam hati.
Tangan indah mengepal dengan kuat kemudian suara pekikan riang keluar dari bibir Hiver.
Tak jauh dari sana, di lantai dua di dekat jendela kaca yang terbuka tampak pria bersurai keemasan pucat dengan manik biru menatap seksama setiap gerak-gerik Hiver.
…
Sedikit canggung, suasana di meja makan yang menyajikan chicken chasser, au gratin potatoes, tak lupa gelas red wine bersanding dengan air putih di sebelah kanan piring.
Hiver mencuri pandang kepada River yang berbincang dengan Onyx. Keduanya membahas bisnis yang terdengar menyenangkan namun kecanggungan berasal dari pria di sebelah River.
Ya, Orion hanya beberapa kali menimpali percakapan saudaranya dan Onyx. Pria itu fokus dengan dua hal, makanan di atas piring beserta i-pad yag berada di sebelah kiri.
Melihat itu Hiver hanya mengembuskan napas panjang.
“Jadi kalian akan pulang besok?” River mengarahkan pandangan ke arah Hiver. Sontak si gadis yang ditanya mengangguk dengan kuat.
“Onyx sudah 2 hari di sini, Mersia membutuhkannya. Bukan begitu Alistaire Onyx?” ucap Hiver menatap adiknya yang duduk di samping.
Pemuda berusia 25 tahun itu mengedikkan bahu dengan pasrah.
“Ya, mau bagaimana lagi. Aku memiliki tanggung jawab besar walau sekarang aku sedang bosan menghadapinya.” Jawab Onyx dengan acuh. Matanya memutar dengan malas, kedua tangannya terlepas dari sendok dan garpu. Sepertinya sang pewaris tahta itu sedang berkata sejujur-jujurnya.
Orion menghentikan tangannya yang menari di atas I-pad. Pandangannya lurus ke depan ke arah Onyx.
“Kau bisa tinggal selama yang kau mau.” Seperti wajahnya, suara Orion pun sangat lembut, terdengar mendayu, berbeda dengan suara rendah
dan dalam milik River.
Sontak Hiver menggelengkan kepala tidak setuju “Dia harus pulang sebelum papa yang datang menjemputnya di sini.” Tukasnya dengan tegas.
Orion berdecih menatap remeh ke arah Hiver “Bukan kau yang aku ajak menetap lama, tapi Onyx. Jika dirimu yang ingin pergi, hari ini juga
pintu terbuka dengan lebar.” Sahutnya dengan dingin
“Kau!” seru Hiver membanting sendok dan garpunya. Dengan wajah memerah marah menatap pria yang sama sekali tidak merasa berdosa setelah membuat hati Hiver memanas.
“Orion, tolong hentikan!” River berseru kepada saudara kembarnya.
Onyx yang paling muda di meja memilih diam, bukan ranahnya untuk ikut campur dengan permasalahan kedua orang tersebut.
“Ini adalah rumahku, aku berhak memilih siapa yang akan menjadi tamu di sini.” Tambah Orion lebih dingin dari sebelumnya. Mukanya sangat
datar selepas mengucapkan kata yang lebih menyakitkan bagi Hiver.
“Orion!” teriak River.
Dengan tangan gemetar Hiver meraih gelas berisi air putih dan menenggaknya hingga habis. Dengan pelan ia kembali menaruh gelasnya di atas meja.
Pemilik manik hijau itu menatap ke depan, ke arah pria yang tidak pernah sekalipun beradu pandangan dengannya.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu, Orion. Sebelum ini, kita sangat akrab. Kita semua berteman baik, aku, kamu, River dan Autumm . Juga dengan Onyx. Di setiap pesta keluarga, kau selalu diam. Sekarang kau bersikap seperti memusuhiku. Sebenarnya aku salah apa kepadamu?” tuturnya dengan suara bergetar menahan amarah dan juga sedih.
Orion menghela napas kasar lalu menaikkan pandangan menatap Hiver. Manik biru itu untuk pertama kalinya beradu dengan manik hijau Hiver.
“Aku hanya tidak menyukaimu, Princess Marjorie Hiver.” Pukasnya dengan datar tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Hiver hendak membalas perkataan Orion namun Onyx menahan dengan menyentuh lengannya. Ia pun menoleh dan mendapati gelengan lemah dari
adiknya.
Pria pembencinya terlihat sangat tenang menengguk wine, sementara River menatap penuh iba.
“Baiklah aku akan pergi.” Ucap Hiver dengan lemah yang kemudian berdiri dari kursi kayu berusia puluhan tahun itu.
“Lihat apa yang kau lakukan, Orion.” Desis marah River yang ikut berdiri dari kursi, mengejar tubuh tinggi semampai Hiver yang melangkah tergesa meninggalkan ruang makan.
“Adik kecil.” River menangkap tangan Hiver dengan kuat. Langkah Hiverpun seketika terhenti. Tubuhnya yang bergetar hebat karena perlakuan Orion kepadanya.
“Sebenarnya aku salah apa hingga dia sangat membenciku, River.” Erang sedih Hiver berbalik dan bersamaan dengan itu River memeluknya
dengan erat.
Pria berambut keemasan pucat yang berdiri tidak jauh dari mereka mengeraskan rahang, hatinya lebih marah jauh daripada sebelumnya.
Selalu seperti ini, ketika ia salah melangkah selalu ada River menjadi penolong Hiver. Jurang semakin melebar, Orion tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Ia sama sekali tidak tahu berurusan dengan hati yang mencinta, walau sangat sadar jika ia memiliki perasaan yang sangat besar kepada gadis kecil bersurai hitam itu.
###
Orion
River
Onyx
Hiver
alo kesayangan💕,
welcome to a new love story, drama, katanya tempatnya cast-cast tampan, ckckckck
oh ya, di sini masih ada yang belom moveon dr Jason Udayana?? 🤭
btw, aku akan sibuk beberapa hari terakhir, tapi ak berharap bisa menulis 1 chapter dari 3 novel lainnya..
love,
D😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Nengah Oka
orion itu laki² apa perempuan
2023-02-21
0
Nengah Oka
kak jwb ya,
ank sumer itu nm ya siapa aja,
dan ank mantan sumer,
soalnya ya udh lm bngt baca kisah ortu mereka jd udh lupa
2023-02-21
0
Nengah Oka
hampir lupa dengan kisah ortu ya,
dan nm² ank ya
udh lm bngt aku baca kisah ortu,
suka bngt sm novel mu kak,
dari awal sampai akhir mewek aku baca kisah ortu ya,
2023-02-21
0