04. Permintaan.

***

    Suara getaran dalam tas Lisa rasakan, wanita itu mengambil benda pipih yang selalu ia bawa kemanapun. Saat melihat nama yang tertera di sana, Lisa yang jarang tersenyum itu sedikit mengangkat sudut bibirnya, lalu mengangkat panggilan itu.

"Halo!" sapa Lisa,

"Maaf ...." Lisa langsung mengubah ekspresi wajahnya. Bukan suara sahabatnya yang ia dengar, Lisa menjauhkan ponselnya, di sana jelas tertera nama Zara. Tapi, kenapa yang dia dengar adalah suara laki-laki?

   Lisa kembali meletakkan ponselnya di telinga, melihat lurus ke depan di mana jalanan yang tak seramai biasanya. Mungkin karena Lisa yang sengaja datang agak siang ke kantor. Tadi pagi dia mempersiapkan semua yang kedua anaknya butuhkan untuk sekolah, jadi dia berangkat siang.

"Maaf Bu Humaira, saya mengganggu waktu anda." Lisa sekarang tau ini suara siapa, Revan. Ya pria itulah yang kini bicara dengannya melalui telfon.

"Ada apa Pak Sanjaya? Anda menghubungi saya, apa ada yang penting?" tanya Lisa terdengar formal.

"Zara tadi pagi tidak sadarkan diri, dan sudah di lari 'kan ke rumah sakit. Sebenarnya saya tidak ingin mengganggu anda, tapi Zara ingin menemui anda." Lisa mengeratkan genggaman tangannya pada stir mobil. "Maaf Bu Humaira, apa anda mendengarkan saya?"

"Ya saya dengar, saya ak ... aaakh!"

Brak!

   Lisa membelokkan stir sambil menginjak rem, membuat roda belakangnya berputar, dan body belakang mobilnya menabrak pembatas jalan. Lisa masih ada di dalam mobil, dengan perlahan mengerjapkan matanya.

   Suara kaca mobilnya diketuk dari luar. Lisa mendongak, lalu melihat sekeliling, apa yang barusan terjadi? Tiba-tiba ada yang menabrak bagian belakang mobilnya?

  Dengan segera, Lisa turun dari mobil membawa serta tas laptop dan ponsel yang tadi sempat terjatuh akibat terkejut.

"Maaf Mba, kayaknya Mba harus ke rumah sakit." ucap salah seorang pria. Lisa memegang kepalanya yang terasa pusing, "kepala Mbanya berdarah." lanjutnya saat Lisa tak merspon.

"Ini Mba, minum dulu!" seorang wanita menyodorkan teh manis hangat pada Lisa dan meminta wanita itu duduk di rumput yang tidak terlalu dekat dengan mobilnya. Lisa melihat ponselnya, dia ingat masih bertelfonan dengan Revan tadi.

"Hallo, Bu Humaira. Halo, anda masih di sana?" Lisa menempelkan ponselnya pada telinga, dia fikir panggilannya sudah berakhir.

"Ya, saya masih di sini." jawab Lisa, tangannya masih bergetar.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Revan.

"Maaf Pak, saya akan kesana sekarang." Lisa mematikan sambungan telfon. Biar dia sedikit tak sopan dengan memutuskan panggilan secara sepihak, lagi pula kepalanya terlalu pusing untuk mendengarkan berita buruk tentang Zara.

***

   Lisa memegang kepalanya yang semakin pusing. Dia sudah sampai di rumah sakit, darah yang keluar ternyata cukup banyak, seorang Dokter sedang memeriksa keadaan Lisa saat ini.

"Apa kepala anda terasa pusing atau sakit?" tanya dokter.

"Iya Dok, kepala saya terasa sakit dan pusing!" jawab Lisa. Dokter mengangguk.

   Dokter memberikan resep pada Lisa setelah memeriksa wanita itu, Lisa segera keluar dari ruangan pemeriksaan dan tak sengaja malah bertemu Revan di sana.

"Bu Humaira?" Revan menatap Lisa bingung. Terlebih melihat kepala Lisa yang diperban.

"Pak Sanjaya, saya baru saja ingin ke ruangan Zara. Tapi sepertinya saya harus ganti pakaian terlebih dahulu." Revan terkejut melihat darah di bagian bahu dan lengan kemeja Lisa.

"Apa anda mengalami kecelakaan?" tanya Revan.

"Ada seseorang yang menabrak mobil saya, mungkin saya juga kurang hati-hati," jelas Lisa. Revan menghembuskan nafasnya, sebenarnya dia cukup terkejut saat tadi mendengar Lisa yang berteriak, "saya harus ke lobby, sekertaris saya sudah datang membawa baju ganti." suara Lisa menyadarkan Revan, lalu mengangguk untuk menjawab ucapan Lisa barusan.

"Saya akan mengantar anda." Lisa mengangguk saja, lagi pula dia juga malas untuk bertanya pada resepsionis di mana ruangan Zara berada.

***

   Setelah mengganti pakaian, kini Lisa berjalan menuju ruangan yang Zara tempati, diantar oleh Revan yang tadi menunggunya di ruangan tunggu.

"Silahkan!" Revan membuka pintu. Lisa mengangguk lalu masuk ke ruangan tersebut, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah, Zara yang tengah berbaring dengan seseorang menemaninya di sampingnya. Dia adalah Varah, mama Zara.

"Selamat siang Tante? Apa kabar?" sapa Lisa. Varah tersenyum, lalu memeluk Lisa.

"Baik sayang. Sudah lama sekali, kamu tidak pernah datang kerumah." Varah balas menyapa.

"Maaf Tante, Lisa sedikit sibuk." Varah hanya tersenyum menanggapi ucapan Lisa. "Bagaimana keadaanmu Zara?" Lisa berbalik menatap Zara. Zara hanya tersenyum tipis lalu menarik tangan Lisa.

"Lisa ...," ucap Zara lirih.

"Ada apa?" Lisa membalas genggam tangan Zara sambil tersenyum.

"Menikahlah dengan Mas Revan, dia pria yang baik." Lisa kehilangan senyumannya.

"Zara! Dengar, aku menghargai keputusanmu, tapi ini hidupku, aku yang memutuskan hidupku." ucap Lisa.

"Aku juga menghargai keputusanmu Lisa, kalau begitu, anggap saja ini adalah wasiat terakhirku." Varah membekap mulutnya sendiri, menangis dan hanya mampu diam.

"Zara, aku ...." Lisa menghentikan ucapannya saat kepalanya terasa pusing. Revan yang berdiri di balakngnya memegang kedua bahu Lisa yang hampir tumbang.

"Apa anda baik-baik saja?" tanya Revan, Lisa mengangguk.

"Terimakasih." Zara tersenyum, melihat bagaimana suaminya begitu sigap.

"Mas Revan," panggil Zara. Revan memutari ranjang dan berdiri di sisi kiri Zara.

"Ada apa, sayang." Revan mengusap kepala Zara sayang. Zara tersenyum lalu menarik tangan Revan yang tadi mengusap kepalanya, lalu menyatukan tangan Revan dengan tangan Lisa.

"Aku berharap kalian cepat menikah, sebelum aku pergi." Lisa menggeleng.

"Zara, kamu tau aku tidak bisa melakukannya." ucap Lisa dan ingin menarik tangannya. Namun, Zara menggenggam tangan Lisa erat.

"Lisa kumohon, ini permintaanku yang terakhir." Lisa hanya diam, Zara menggenggam kedua tangan orang-orang yang di sayanginya itu selain keluarganya.

***

"Saya terserah dengan keputusan Lisa, jika dia setuju, saya akan merestui kalian!" Nindi tersenyum. Menatap Revan yang datang kerumah Nindi untuk melamar Lisa.

"Lisa, semua keputusan ada di tangan kamu." Lisa menatap Revan tanpa ekspresi. Nafasnya sedikit memburu, tampaknya Lisa tengah menahan gejolak emosi yang menguasai dirinya.

"Saya, tidak bisa!" tegas Lisa. Yang di pikirkannya adalah kedua buah hatinya. Lisa tak ingn berpisah dengan mereka.

"Lisa ... tolong pikirkanlah sekali lagi." Varah menggenggam tangan Lisa dengan erat, "demi Zara ...," seketika tubuh Lisa melemas. Zara, ya sahabatnya itu tengah berjuang dengan sisa hidupnya. Menginginkan suaminya menikah lagi, dan itu sangat berat bagi Lisa.

"Tante ...."

"Tante mohon Lisa ... Tante tidak akan meminta apa-apa lagi, tapi Tante mohon, Zara hanya ingin melihatmu menikah dengan Revan." Lisa semakin tersudutkan.

"Tante, aku sudah memiliki anak, tidak mungkin jika ...."

"Tidak masalah ...." Revan memotong kalimat Lisa. Menatap wanita itu tanpa berkedip.

"Maaf Tante ...." Lisa berperang batin, antara setuju dan tidak, "Saya akan pikirkan dulu, tolong beri saya waktu." Varah mengangguk.

"Baiklah, tapi tante berharap kamu mau menjalankan amanah Dari Zara."

To be Continue  ....

Terpopuler

Comments

Nenk Firda

Nenk Firda

bingung sama yg baca.. baca tapi gak di fahami bnyk nanya.. 😴

2020-08-28

2

Nurafni Zalfaalituhayu

Nurafni Zalfaalituhayu

seru nih

2020-08-25

1

friska

friska

itu nmax humairah apa lisa, terus nma bocil nya

2020-08-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!