02. »Kecurigaan«

***

   Lisa menggendong putrinya masuk ke ruangannya, sedangkan Ezha berjalan di belakang Lisa sambil membaca buku.

"Ezha, Bunda sudah ingatkan jangan membaca sambil berjalan!" peringat Lisa. Namun, yang namanya Arezha Zakki itu tak mau mendengarkan perkataan sang Bunda. "Maaf menunggu lama." Revan tampak masih mengusap bahu Zara untuk menenangkannya, sedangkan fokus Zara kini ada pada dua bocah yang berada disisi Lisa.

"Siapa mereka Lis?" tanya Zara. dia sudah tak menangis. Entah pembicaraan apa yang terjadi saat Lisa menemui Ashakira dan Arezha tadi. Yang jelas Zara, sepertinya sudah lebih tenang.

"Mereka anak-anakku." jelas Lisa tanpa ragu,

"Anak? Kamu sudah menikah?" Zara tidak tau itu. Yang dia tau, Lisa tinggal bersama Tantenya selama hampir 15 tahun setelah kedua orang tua Lisa meninggal akibat kecelakaan pesawat.

"Tidak!" Lisa duduk di sofa tunggal. Sambil memangku Ica yang mulai terlelap dalam dekapannya.

"Tapi kenapa ...?" Zara bingung. Revan menegang, di lihat dari manapun, Ezha sangat mirip dengannya. Walaupun gadis kecil yang ada dalam gendongan Lisa masih belum memperlihatkan wajahnya, "apa mungkin kamu mengadopsi anak agar menemanimu?" Zara masih belum sadar kemiripan diantara Bian dan Revan.

"Itu tidak penting sekarang Zara. Yang harus kalian bahas bukan aku, melainkan rumah tangga kalian, dan aku tidak ingin dengar kalian bertengkar!" Lisa mengusap punggung Asha saat gadis kecil itu menggeliat dalam tidurnya, sepertinya dia kelelahan setelah menangis.

"Kami memutuskan untuk tidak memaksamu!" Lisa tersenyum lega. Revan menunduk, dia ingin bertanya. Tetapi, ada Zara disana, yang statusnya adalah Istrinya, dia tak ingin menyakiti hati Zara. Terlebih, sudah 8 tahun mereka menikah, tetapi tidak juga dikaruniai momongan.

"Bagus, aku senang mendengarnya." Lisa tersenyum singkat. "Ezha kemari sayang!" Ezha mendekat, anak itu sejak tadi duduk di kursi kerja Lisa.

"Ya Bunda ...." Ezha menatap Revan dan Zara secara bergantian.

"Kenalkan, ini anaku, mereka kembar, Arezha dan Ashakira!" jelas Lisa. Bian menyalami Zara dan Revan.

"Berapa usianya?" tanya Zara,

"7 tahun, mereka baru masuk SD tahun ini," kekeh Lisa.

"Bunda ...." Suara parau Asha terdengar. Lisa tersenyum lalu mengecup kening putrinya sayang.

"Princess Bunda sudah bangun ternyata, humm. Cuci wajahmu sana!" perintah Lisa. Asha mengangguk lalu turun dari pangkuan Lisa, membuat Revan sangat penasaran dengan wajah Asha karena bocah kecil itu membelakanginya.

"Sebaiknya kalian kembali, lagi pula aku yakin kalian masih ada pekerjaan." Lisa tersenyum lalu menggenggam tangan Zara erat, "kamu lihat 'kan Zara. Aku bisa hidup normal, bahkan aku juga sudah memiliki Fabian dan Felisha."

"Bunda ...." Asha berlari dan langsung memeluk Lisa.

"Keringkan dulu wajahmu!" peringat Ezha. Lisa mengambil tisu lalu mengelap bekas air yang ada diwajah putri kecilnya.

"Salim sama Om dan Tante ...," perintah Lisa. Asha mengangguk semangat, lalu mendekati Zara dan mencium tangannya. Setelah itu Asha berhadapan dengan Revan, keduanya saling diam, sampai Asha berkata.

"Om ini kok, mirip Kak Ezha," ucapnya spontan membuat Zara memperhatikan keduanya. Lisa menegang, semoga Zara tak curiga.

"Asha tidak boleh begitu," peringat Lisa.

"Bener kok Mom, kak Ezha sini." Asha menarik Ezha agar duduk di samping Revan, lalu memperhatikan keduanya, "miripkan!" ujarnya. Zara mengerjapkan matanya.

"Zara sebaiknya kamu istirahat, udara di luar tidak baik untuk kesehatanmu." Lisa mengalihkan fokus semuanya.

"Benar apa kata Lisa, sebaiknya kita pulang!" Revan membenarkan. Zara mengangguk lalu berpamitan pada Lisa.

***

   Lisa sedang sibuk siang itu, saat seorang tamu datang tanpa di undang. Membuatnya bingung dan juga takut. Entah apa yang dia takutkan, yang jelas Lisa benar-benar tidak menyangka bahwa orang itu akan datang menemuinya.

Şuara ketukan pintu terdengar. "Masuk!" titahnya masih serius mengecek hasil disainnya.

"Maaf Bu, ada yang ingin bertemu." ucap Nara.

"Katakan aku sibuk!" jawab Lisa.

"Tapi, beliau memaksa masuk Bu, dia juga tidak ingin pergi sebelum bertemu dengan Ibu." Lisa mengernyit. Siapa orang yang begitu kekeh ingin menemui dirinya?

"Siapa dia?" Lisa meletakkan kertas-kertas begitu saja di atas meja, lalu menatap Sekretarisnya.

"Pak Sanjaya, dari Sanjaya Grup." Lisa langsung menegang mendengar nama suami dari sahabatnya itu.

"Ada jadwal apa hari ini?" tanya Lisa kemudian.

"Hari ini kosong Bu." Lisa mengangguk.

"Baiklah, katakan pada Pak Sanjaya, saya akan menemuinya." Nara mengangguk.

"Baik Bu, akan saya sampaikan, saya permisi." Nara melangkah pergi meninggalkan ruangan kerja Lisa. Lisa memijit prlipisnya yang mendadak terasa sakit. Ini adalah hari ketiga, setelah dengan tiba-tiba Zara datang dan memintanya untuk menikah dengan Revan, dan kenapa sekarang Revan datang kesini? Untuk apa?

***

   Lisa menatap secangkir teh hangat yang ada di atas meja, menghembuskan nafas, Lisa mendongak menatap Revan yang juga tengah menatapnya, "katakan yang sejujurnya!" Lisa hanya diam. Apa dia harus memberi tahu Revan bahwa Ezha dan Asha adalah darah dagingnya? Untuk apa? Sementara Revan sudah memiliki istri dan yang membuat Lisa tak ingin memberitahukan kebenaran itu adalah, karena istri dari Revan adalah sahabatnya sendiri. Zara Musthafa.

"Katakan sesuatu Mrs. Callista!" Revan mulai tak sabaran.

"Apa Zara tahu bahwa anda mendatangi saya?" bukan menjawab, Lisa malah melempar pertanyaan yang membuat Revan diam.

"Jawab saja pertanyaan ku! Apa benar anak-anak yang kemarin ada di kantormu itu adalah anakku?" Lisa mengepalkan tangannya, seharusnya Lisa tak membawa Ezha dan Asha masuk waktu itu.

"Itu bukan urusan anda!" jawab Lisa mencoba setenang mungkin.

"Jika mereka benar adalah putra-putriku, maka itu adalah urusanku juga!" Lisa menggeleng. Dia mencoba biasa saja walaupun degupan jantungnya tak bisa ia sembunyikan, dia takut Revan akan mengambil kedua anaknya dari sisinya.

"Anda pasti salah sangka. Dari mana anda meyakini bahwa mereka adalah anak-anak anda?" Lisa mulai gugup.

"Arezha. Anak itu begitu mirip denganku, anda tidak bisa membohongi itu." Lisa terkekeh.

"Tahukah anda Pak Sanjaya. Didunia ini, ada 7 orang yang memiliki wajah yang begitu mirip, anda tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah anak anda dengan hanya bermodal kata mirip!" Revan terdiam.

"Lalu bagaimana dengan Asha! Apa dia juga kebetulan memiliki warna mata yang sama dengan saya?" Lisa semakin terlihat gugup, dan Revan menangkap gerak-gerik itu.

"Anda tidak bisa mengakui mereka hanya karena hal sepele seperti itu." Revan menggeleng,

"Aku sangat yakin bahwa mereka adalah anak-anakku!" Revan bersikeras.

"Kalaupun mereka adalah anak-anak anda, memangnya apa yang akan anda lakukan? mengambil mereka dari saya? Maaf saya tidak akan menyerahkan mereka pada siapapun. walaupun orang itu adalah Ayah kandung mereka!" tegas Lisa, dan hal itu semakin meyakinkan Revan, bahwa Ezha dan Asha adalah anak-anaknya.

"Jika mereka benar adalah anak-anakku, maka izinkan mereka tau keberadaanku!" Lisa menggeleng cepat, lalu terkekeh.

"Siapa anda ingin di akui dalam keluarga kecil kami!" Lisa tak terima. Rasa marah dan benci berbaur menjadi satu kala itu, sifat tenang dan berwibawa Lisa menguap begitu saja.

"Tolong mengertilah ...." Revan menatap memohon pada Lisa. Namun, Lisa membutakan pandangannya, menepis jauh-jauh tentang fikiran bahwa Ezha dan Asha akan senang mengetahui mereka mempunyai Ayah yang selama ini mereka cari.

"Maaf Pak Sanjaya, saya ...."

    Dering ponsel membuat Lisa menghentikan ucapannya, itu dari wali kelas Ezha.

"Halo." sapa Lisa.

"Bu Alisa, saya Yunita. Wali kelas Arezha, apa anda bisa datang ke sekolah sekarang?"

"Ada apa Bu?"

'Arezha terlibat perkelahian dengan teman sekelasnya, dan sekarang dia ....'

"Ezha! Bagaimana mungkin. Bu, saya akan kesana sekarang!" panggilan berakhir, Lisa meletakkan ponselnya ke dalam tas, "Pak Sanjaya, sepertinya percakapan kita sampai di sini, dan semoga kedepannya kita tidak bertemu lagi!" Lisa hampir meninggalkan meja, tapi Revan mencegahnya.

"Anda akan pergi kemana?" Lisa melepas genggaman tangan Revan dari pergelangan tangannya.

"Maaf, itu bukan urusan anda!" Lisa segera bergegas meninggalkan cafe. Revan penasaran, apalagi tadi saat Lisa menyebut nama Ezha, wajahnya tampak khawatir. Dia harus tau kemana Lisa akan pergi.

Chapter 02 end.

Terpopuler

Comments

D.R.S

D.R.S

tp ak suka critanya

2020-08-26

1

Nurafni Zalfaalituhayu

Nurafni Zalfaalituhayu

di awal sudah konflik nih.....lanjutanya adem ya

2020-08-25

3

Indah Oct

Indah Oct

Sepertinya seru thor👍

2020-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!