5. Bahstul Masail

Seni rona lengkung mentaswirkan hamparan langit yang kian gelap menggulita karena terpaan awan yang begitu mendungnya, sehingga sang mentari mulai tak terlihat lagi. Mejiku hibiniu, yah sebuah kalimat yang terdengar tak asing lagi karena sudah sering kita mendengarkan dengan kalimat tersebut di bangku sekolah taman kanak-kanak. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu sebuah warna pelangi yang menjulur panjang di atas langit. Memang pelangi hanya muncul ketika hujan mulai reda. Sembari melihatnya, sungguh terlihat indah seni karya sang Maha Pencipta.

Di balik keindahan pelangi tersebut, Salman sedang duduk cangkrukan bersama Ahmad di atas lantai empat. Menikmati suasana yang begitu indahnya di hari libur sambil bersantai\-santai karena tidak ada kegiatan di Pondok. Dengan kebersamaan mereka berdua, tak lama kemudian datang seorang lelaki memakai kaos hijau bergambar tulisan Babul Khairat berkaligrafi arab,

“Ahmad… Salman… Ngapain ente berdua disini?”

Tanya lelaki tersebut yang ternyata adalah si Hasan.

“Enggak ngapa-ngapain kok kita berdua, san. Ta’al san… Ijlis ma’ana… ”

“Yakher… Syukron…”

Hasan pun mulai duduk bersama Ahmad dan Salman sambil menikmati keindahan alam disekitar lantai empat.

Sambil melihat kendaraan yang berjalan memadati jalan raya di depan stasiun Lawang tersebut, akhirnya mereka pun saling berbincang\-bincang,

“Mad besok bahstul masail yah”

“Iya,,san. Ana fezak. Yang jadi qori’ nya ana, san. Terus moderatornya Salman. Wenak lo Salman cuma jadi moderator doang ngomong gini gitu doang…”

“Woy, ente kira jadi moderator mudah gitu ta? Hmmm… Coba lah ente jadi moderator sendiri”

Salman pun mulai membela dirinya yang merasa bahwa menjadi moderator tidaklah mudah. Ahmad mulai memahami atas perkataan Salman tersebut.

“Udah… Udah… man, mad. Sekut … nggak usah ribut masalah gitu doang aja ribut”

“Bukannya ribut ini, san. Tapi ini emang ane jelasin biar yang laen tahu. Biar ane nggak dianggep mudah dan remeh terus”

“Yaudah deh… yang penting sekarang kita belajar bersama. Ente kan dapet bab Thaharah kan?”

Hasan pun mendamaikan keadaan tersebut. Keadaan yang bermula panas akhirnya pun menjadi dingin membeku.

“Bab Thaharah semuanya yah? Ane takut kalau semuanya?”

“Tanya aja sama Ustadz Husen. Kan semuanya yang mengatur masalah bahstul masail kan Ustadz Husen? Benarkan?”

“Betul tuh, san. Ustadz Husen tuh jagoannya bahstul masail. Gimana kalau sekarang kita belajar ke Ustadz Husen, man?”

“Yakher lah… Ayo kita ke Musyrif ”

Akhirnya Salman, Hasan, dan Ahmad pun segera menuju ke kamar Musyrif untuk segera belajar dan bertanya tentang bab Thaharah. Langkahan demi langkahan menuruni anak tangga menuju lantai dua. Yah itulah kamar anak\-anak dan kamar Musyrif. Setelah sesampainnya di depan kamar Musyrif Salman pun mulai mengetuk pintu sembari mengucapkan salam,

“Assalamu’alaikum”

Ustadz Fahrul pun mulai membuka pintu. Dan tampaknya beliau terlihat kelelahan,

“Lesy ente ? Ada apa kalian kesini? Perlu dengan siapa?”

Salman pun menjawab,

“Ada Ustadz Husen”

“Ada, bentar ente tunggu sebentar yah…”

Ustadz Fahrul pun mulai memanggil Ustadz Husen. Akan tetapi sayang, Ustadz Husen masih tidur. Lalu Ustadz Fahrul pun mulai membangunkannya,

“Ustadz…ustadz… Antum dicari Salman”

Ustadz Husen pun terbangun dari tidurnya. Beliau menganggukkan kepalanya dan segeralah beliau mengambil air wudhu’. Setelah mengambil air wudhu’ beliau pun langsung berganti taqwa putih dan segera membuka pintu. Beliau segera menemui Salman,

“Iya… Man ada perlu apa?”

Tanya Ustadz Husen denga senyumannya yang memukau.

“Anu ustadz, ana minta tolong ajari ana bab Thaharah. Kan nanti ana sama Ahmad mau bastul masail. Ahmad qari’ nya dan ana kan moderatornya?”

“Yowes, ayo sekarang kita ke Musholla”

Akhirnya beliau pun mengajak ketiga anak tersebut menuju ke lantai dua, yaitu Musholla. Mereka akan belajar dan menanyakan tentang cara baca kitabnya dan cara menjelaskan nya. Setelah sampai mereka di lantai dua, Salman, ahmad, serta hasan pun berebutan mengambil meja dan sebuah kitab yang akan dibacanya nanti malam. Iya, memang begitulah di Pesantren. Mereka diajarkan untuk memuliakan seorang guru dan ngalap barokah. Yah dengan cara itulah mereka saling berebutan.

“Tafadzol, Ustadz. Duduk disini. Sudah ditata rapi nih Ustadz. Dan ini kitabnya Hasyiyah Al Baijuri nya.”

“Yaallah ngapain ini kok sampek koyok ngene. Aku iki duduk sopo-sopo cah. Ustadz Fahmi itu yang perlu dimuliakan bukan saya”

Salman pun menolak atas perkataan Ustadz Husen. Dia tidak cocok dengan perkataan yang telah diungkapkan Ustadz Husen. Semua sama. Yang namanya santri yah harus ta’dzim dan harus memuliakan seorang guru. Bukannya malah pilih kasih. Jika satu Ustadz dimuliakan, maka Ustadz lainnya juga harus diperlakukan yang sama.

“Ustadz Husen jugalah Ustadz kami, jadi tidaklah sopan bila seorang santri tidak memuliakan seorang guru. Kurang sempurna Ustadz. Jadi Ustadz Fahmi dimuliakan, antum pun juga harus dimuliakan.”

Akhirnya Ustadz Husen pun mengangguk. Beliau langsung bergegas duduk dan segera membuka kitab Hasyiyah Al Baiuri nya. Ustadz Husen pun mulai memerintahkan Ahmad untuk membaca matan Fathul Qarib nya.

“Ayo, mad. Baca matannya. Bab Thaharah atau sesuci. Ehm… tentang apa kemaren”

Ahmad pun menggeleng-nggelengkan kepalanya. Dia bingung. Akankah dia lupa bila Ustadz Husen minggu yang lalu sudah memberi tahu kepada mereka berdua untuk belajar bab Thaharah. Tapi dia lupa, tentang Thaharah yang mana yang harus dipelajarinya?

“Thaharah yang mana Ustadz? Semuannya?”

“Yah enggak semuannya, mad. Kayaknya sih bab Thaharah tentang wudhu’”

Lalu Ahmad pun mulai mencari bab Thaharah tentang wudhu’. Dia cari mulai awal kitab. Dan akhirnya ketemu juga. Karena bab Thaharah itu ada di permulaan. Dia pun langsung meminta ajari kepada Ustadz Husen.

Setelah lamanya Hasan menemani si Ahmad dan Salman, akhirnya Hasan pun meminta pamit meninggalkan mereka berdua,

“Ustadz, Ahmad, dan Salman. Ana balik ke kamar dulu yah. Soalnya masih ada kerjaan lain.”

Ustadz Husen pun mengangguk dan mengiyakan atas permintaan sang Hasan tersebut. Sedangkan Ahmad pun menjawab dan kemudian di sahut oleh Salman,

“Syukron yah san. Sudah ngasih tahu kalau harus belajar ke Ustadz Husen. Alafu kalau ane ngerepotin ente”

“Ane juga san. Kalau Salman buat ente repot sekali lagi kita berdua alafu yah…”

Husen pun tersenyum. Lantas dia pun menjawab dengan penuh gembira suka dan ria,

“Alah ngapain Alafu-alafu an. Kalau temen yah temen. Enggak ada yang salah kok dari kalian. Apa salahnya coba minta tolong ke sesama. Kan sudah kewajiban kan menolong dan membantu sesama?”

Ahmad dan Salman pun mengangguk. Lantas mereka saling mengucapkan banyak terima kasih kepada Hasan. Akhirnya Hasan pun mulai meninggalkan mereka berdua dan segera menaiki anak tangga menuju lantai tiga, yaitu kamar santri. Dia pun memiliki kesibukan sendiri yaitu belajar, belajar, dan belajar. Tak ada kata selain belajar bagi Hasan. Karena bagi Hasan teman sejatinya adalah kitab. Maka dia pun setiap hari membawa kitab dan mempelajarinya berjam\-jam. Dia pun juga suka menyendiri, karena terkadang bila ada temannya yang ramai maka kosentrasinya pun terganggu.

Sebelum dia belajar dia selalu mengangkat kedua tangannya sembari berdoa untuk kedua orang tuannya. Tak lupa dia juga bertawassul untuk sang guru\-gurunya yang telah wafat. Khususnya Pendiri Pondok Pesantren Babul Khairat al\-Habib Muhsin bin Umar al\-Attas. Selain itu dia pun selalu merabaskan butiran air mata tatkala dia meminta doa kepada Allah SWT.

* * * * * * *

Ketika itu sang rembulan menampakkan wajah cerahnya di atas langit yang mulai gelap menggulita. Cahayanya memancar menerangi bumi tatkala malam pun telah tiba. Tak lama kemudian di dalam Mushalla Pesantren tertampak di depan seorang Salman dengan Ahmad yang sedang memimpin kegiatan batsul masail itu. Mereka berdua juga didampingi oleh Ustadz Husen. Malam itu Ustadz Fahmi tidak hadir untuk mendampingi kegiatan tersebut, karena jadwalnya yang padat dan harus memimpin majelis ta’limnya “Lailatul Ahad”.

Tak lama kemudian Salman pun mulai mengangkatkan suaranya di depan para santri yang masih ikut hadir dalam kegiatan tersebut.

“Mari sama-sama kita buka dengan bacaan surat Al Fatihah lalu dilanjutkan oleh sang qari’ yang akan membacakan kitab tersebut”

Akhirnya para santri pun membaca surat Al Fatihah sebagai pembuka kegiatan tersebut. Mereka pun tak sabaran mencari ibarah dan debat mencari jawaban atas pertanyaan fikih tentang hukum yang berkaitan dengan bab Thaharah.

Kemudian dilanjutkan dengan seorang Ahmad sebagai qari’ pada malam itu. Dia pun mulai membacakan matan daripada kitab Hasyiyah Al Baijuri itu. Huruf demi huruf, dan kata demi kata pun telah dibacakan oleh Ahmad dengan ilmu nahwu dan shorofnya yang kental.

Tapi di tengah\-tenngah kegiatan tersebut, ada yang mengangkat tangan seperti tidak terima. Mungkin dia mengganjal akan bacaan yang telah dibacakan oleh sang Ahmad tersebut. Lantas Salman pun mengatakan,

“Sesi pertanyaan belum dimulai. Jadi harap jangan memutus Ahmad”

Seorang anak itupun sedikit mengerutkan wajahnya. Dia pun menjawab dengan penuh kebenaran,

“Eh man. Ane angkat tangan bukannya ane mau bertanya atau apa. Tapi ane mengangkat tangan ini kepada Ustadz Husen. Soalnya ane ini kebelet buang air kecil.”

Seketika itu para santri di dalam Mushalla itupun menahan tertawa mereka yang mulai terbahak\-bahak. Mungkin apakah anak itu nggak tahu adab ketika meminta izin kepada sang guru. Akhirnya Salman pun menjawab,

“Alangkah baiknya ente tinggal maju ke depan. Meminta izin dengan baik. Bukannya seperti itu.”

Anak itupun mulai mengangguk sembari maju ke depan. Meminta maaf yang sebesar\-besarnya, karena dirinya yang telah salah akan hal tersebut. Kemudian kegiatan tersebut pun dilanjutkan dengan khidmah.

“Furudhul Wudhu’i adapun fardhu-fardhunya wudhu’ itu Shittatu Asyya’a yaitu ada enam perkara. Salah satunya Anniyyatu i’nda ghuslil wajhi yang artinya niat ketika membasuh wajah. Yang kedua adalah Wa ghoslul wajhi yang artinya membasuh wajah. Yang ketiga Wa ghoslul yadaini ma’al mirfaqoini yang artinya membasuh kedua tangan sampai siku-siku. Yang ke empat adalah Wa mashu ba’dhur ro’si yang artinya mengusap sebagian kepala. Yang ke lima adalah Ghoslur rijlaini ma’al ka’baini yang artinya membasuh kedua kaki sampai mata kaki. Dan yang ke enam adalah Attartib yang artinya tertib. Jelas semuanya…”

Para santri pun berteriak jelas. Dan ada juga yang menjawab tidak. Akhirnya Ustadz Husen pun menjelaskannya dengan terperinci. Setelah itu Salman pun melanjutkan,

“Sesi Pertanyaan pun dibuka…”

Akhirnya para santri pun mencari pertanyaan di berbagai kitab. Seperti Bujairomi, Busyro’ Karim, Muqoddimah Hadramiyyah, Hasyiyah Al Baijuri, dan masih banyak lagi.

Ternyata dari kalangan banyak santri hanya satu orang saja yang mau mengangkat tangannya,

“Saya bang. Dimanakah letak niat itu? Apakah di dalam hati apa di lisan?”

Lalu Salman pun, menjawab sambil tersenyum,

“Oke, pertanyaan yang pertama saya kunci. Lanjut pertanyaan yang kedua. Oh iya batas maksimal pertanyaan tiga saja biar enggak terlalu malam”

Seorang anak pun ada yang bertanya lagi. Kali ini dari kalangan kakak kelas Salman. Dia pun mulai bertanya,

“Bagaimana hukumnya bila ada seseorang akan berwudhu’ akan tetapi dia tidak memiliki tangan baik kiri maupun kanan. Lah kan sedangkan dalam kitab dijelaskan fardhu-fardhunya wudhu’ itu salah satunya adalah membasuh kedua tangan sampai siku-siku. Lah bagaimana hukumnya”

Musholla pun terdengar sangat ramai sekali. Mereka saling berdebat ketika sesi pertanyaan di tutup dan sesi jawab dibuka. Mereka benar\-benar semangat dalam mencari ilmu. Mereka senang sekali berdebat tentang agama ketimbang berdebat tentang politik atau sebagainya. Karena di zaman sekarang banyak orang berkelahi, perang dan sebagainya karena berbeda pendapat dan tidak saling menerima. Akan tetapi dalam perdebatan bahtsul masail para santri dilarang berkelahi, akan tetapi saling menghormati atas pendapat seseorang. Itulah Islam. Islam adalah agama yang Rahmatal lil a’lamiin…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!