Harmoni Cinta Melisa
Diharapkan untuk membaca MY OLD WIFE sebelum membaca cerita ini.
...~Cinta tidak membutuhkan sebuah undangan untuk datang~...
…Bandara Internasional Ottawa…
Suara mesin masih menghujam telinga gadis yang memakai jaket tebal berbulu khusus musim dingin, rambutnya yang panjang tergerai indah di badan kursi. Ia menguap mengembalikan kesadarannya setelah tidur siang yang cukup panjang.
Bibirnya membentuk sudut bulan sabit saat melihat pemandangan indah di bawahnya, negara bak negeri dongeng dengan salju putih yang menutupi atap-atap bangunan dan rumah penduduk.
"Permisi Nona, mohon untuk bersiap. Pesawat akan segera melandas," ucap Sang Pramugari memberikan informasi pada penumpangnya.
Gadis yang bernama Melisa itu segera mengangguk, duduk senyaman mungkin dan memastikan sabuk pengamannya masih terpasang atau tidak? Untung masih terpasang, jika tidak? Ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya jika tiba-tiba saja ada hal buruk pada penerbangannya tadi.
Namun Melisa bersyukur karena perjalanannya berjalan mulus tanpa halangan suatu apa pun.
Tidak butuh waktu lama mesin dengan kedua sayap burung itu melakukan landing. Sang Pilot dengan telaten dan cekatan mengemudikan mesin tersebut hingga roda pesawat secara perlahan-lahan menyentuh kaki bumi.
Semua penumpang mulai keluar saat petugas sudah mengumumkan mereka telah sampai di bandara dan semua orang dapat meninggalkan badan pesawat. Sang Pramugara dan Pramugari melayani dengan baik ketika para penumpang turun.
Setelah segala proses administrasi selesai, Melisa dapat menarik napas lega. Ia mulai mencari orang yang mungkin menjemputnya di tempat kedatangan.
Di antara kerumunan ribuan orang Melisa mulai mencari-cari namanya berharap segera menemukan orang yang menjemputnya.
Sebuah nama yang ditulis dengan huruf balok kapital menyita perhatiannya, bukan karena tulisan itu berisi namanya, hanya saja semua orang yang ada di sana menatap aneh pada anak kecil berusia 10 tahun yang memegang papan nama itu.
Mereka mulai saling melirik, bahkan ada beberapa orang sengaja mengamati anak itu penasaran dengan siapa orang yang dimaksud dengan "Nenek Sihir" oleh bocah manis berwajah Asia itu.
"KAK MELI...!!!!" teriaknya memanggil namanya. Pandangan orang-orang mulai beralih melihat ke arah Melisa mencoba mencari orang yang dipanggil dengan nama panggilan unik di antara penjemput yang lain.
"Ini memalukan!" seru Melisa berusaha menutupi wajahnya dengan salah satu telapak tangannya, karena satu tangannya yang lain memegang koper.
Melisa melihat ke sumber suara, Hasa sepupunya tersenyum manis menyambut dirinya tanpa tahu malu saat semua orang mulai melihat ke arah mereka.
"Kak Meli kenapa sebagian wajahmu ditutupi? Aku jadi tidak bisa melihatnya, apa karena Kak Meli punya banyak jerawat? Atau Kak Meli tidak percaya diri saat bertemu dengan sepupu tampanmu ini? hehehe," ujar Hasa seraya menaik turunkan alisnya memasang wajah terbaik yang ia punya.
Orang-orang ikut tertawa melihat interaksi perempuan dan anak itu, bahkan beberapa dari mereka hampir saja melupakan orang yang hendak mereka jemput.
Rasa malu Melisa bertambah dua kali lipat, ia langsung menarik tangan Hasa membawanya pergi keluar dari bandara.
"Kakak kita mau ke mana?Jangan bilang Kak Meli mau menculikku? Oh ayolah Kak! Ibu dan Ayah bisa menangis histeris kalau aku tidak bersama mereka," kata Hasa panjang lebar yang hanya dianggap membual oleh Melisa.
Sepupunya satu ini memang menyebalkan, "Aku akan membawamu untuk dijual ke tempat lelang, biar nanti Daddy dan Bibi Keisha punya anak lagi." Jawab Melisa asal sembari terus menarik tangan Hasa berjalan keluar, anak itu mulai merengek.
"Ayah! Kak Meli mau menjualku ke tempat perdagangan manusia! Ayah tolong aku! Nanti Ibu bisa menangis karena kehilangan anaknya yang tampan dan manis ini!" racau Hasa sedikit menjadi-jadi, dia sedang mendalami karakter drama sekarang. Sungguh anak ini lebih gila dari yang Melisa pikirkan.
Angga masih sibuk mengangkat telepon, saat menjemput keponakannya tadi ia mendapat panggilan dari kantornya jadi ia meminta pada putranya untuk menggantikannya sebentar.
"Kemana Hasa? Bukannya tadi aku menyuruhnya menjemput Melisa di sini?" ujar Angga bingung, ia mulai panik dan mencari keponakan dan anaknya.
Ia tahu kalau Melisa sudah tiba karena papan nama yang digunakan untuk menjemput perempuan itu dibiarkan tergeletak di sana.
"Ada-ada saja," ucap Angga menggeleng-gelengkan kepalanya setelah membaca tulisan dari papan nama itu yang sudah berganti dari "Mrs. Melisa" menjadi "Grumpy Witch" yang artinya Nenek Sihir Pemarah.
Pria itu menyusuri jalur khusus yang sudah disiapkan untuk orang umum agar tidak menganggu antrian orang-orang yang hendak melakukan penerbangan atau baru saja tiba.
"Nona apa Anda melihat seorang anak berusia 10 tahun memakai dasi kupu-kupu berwarna merah dengan seorang gadis sedikit berwajah Asia?" tanya Angga pada salah satu staff di sana.
"Apa yang Tuan maksud adalah perempuan dan anak itu?" staff tadi menunjuk ke arah pos keamanan,di sana sudah ada dua anak manusia yang terlihat sedang di marahi oleh pria yang Angga duga sebagai kepala keamanan di bandara tersebut.
Angga mendekat secara perlahan-lahan melihat dua anak itu, dan benar adanya. Mereka adalah Hasa putranya dan Melisa keponakannya. "Maaf Paman, kami tidak akan mengulanginya lagi," jawab Melisa. "Iya Paman kami hanya bercanda tadi," tambah Hasa membenarkan jawaban kakak sepupunya.
Pria penjaga keamanan itu bersedekap dada, lalu jari telunjuknya mengetuk-ngetuk papan meja di sampingnya. "Kalian tahu apa kesalahan kalian?" tanyanya, yang dibalasi gelengan dari Melisa dan Hasa.
"Bercanda tentang perdagangan manusia di bandara itu dilarang, itu termasuk tindakan kriminal." Tambahnya lagi.
"Hal-hal yang menyangkut keselamatan orang banyak baik bercanda soal adanya bom atau narkoba dan sejenisnya tidak bisa dibenarkan di bandara. Karena itu dapat menyebabkan kesalahpahaman." Kini pria itu menatap dingin pada Melisa lalu beralih pada Hasa.
"Jika tadi petugas kami tidak mengetahuinya, maka akan terjadi kegemparan tentang kasus ini. Penculikan dan kejahatan kemanusiaan. Para wartawan bisa datang karena ulah kalian, dan para penumpang akan ikut panik sebab mengira kalau sepupumu ini benar-benar akan kamu jual." Jelas pria itu lagi menunjuk Hasa.
Melisa mengakui kalau tadi drama mereka benar-benar menghebohkan. Terlebih karena si kecil satu ini pandai berakting seolah-olah dia benar-benar akan diculik.
"Kami akan membawa kalian ke kantor pusat untuk mencatat kejadian ini, lalu menghubungi orang tua kalian untuk meminta pertanggungjawaban." Pria itu mulai memberi perintah pada rekannya untuk menginformasikan hal ini pada kantor pusat.
Angga yang baru saja sampai dan mendengar penuturan dari petugas keamanan itu langsung mencegahnya. "Permisi Tuan," kata Angga masuk ke pos penjaga keamanan itu yang juga merupakan tempat penitipan barang.
"Saya Paman dan Ayah dari kedua anak ini," tambah Angga lagi. Ia menghampiri Hasa kecilnya yang tampak ketakutan dan Melisa keponakannya yang terlihat berantakan.
"Baik, kami tidak akan memperpanjang masalah, jika Tuan bersedia untuk mengikuti prosedur dari kami." Pria itu mengarahkan Angga untuk mengikuti staffnya, Angga pun mengangguk dan segera mengekor di belakang petugas tadi.
"Ayah, maafkan Hasa." Ucap Hasa parau, bocah kecil itu sedikit terisak. Angga mengangguk dan berpesan pada Melisa untuk menjaga sepupunya sebentar.
Kini Melisa hanya berdiam diri bersama Hasa di pos keamanan, mereka menunggu Angga kembali setelah mengurus masalah yang mereka buat.
Keduanya tampak akur tidak membuat keributan lagi, mungkin karena mereka sama-sama merasa bersalah.
Hasa melihat jam di tangannya, bocah itu menundukkan pandangannya. "Kenapa?" tanya Melisa. "Daddy pasti akan segera keluar, jangan khawatir." Melisa mengusap punggung Hasa takut kalau sepupunya itu akan menangis.
Hasa melihat ke arah Melisa menatap iba padanya, "Bukan, aku hanya kasihan melihat Kakak, karena make up Kak Meli sudah luntur," jawab Hasa tersenyum manis membuat darah Melisa naik sampai ke ubun-ubun. Sepupunya ini benar-benar menyebalkan.
"Kak Meli mau ke mana?" tanya Hasa. Melisa melihat Hasa sekilas, "Pergi, aku bisa naik darah kalau lama-lama dekat denganmu." Ketus Melisa yang justru disambut tawa renyah oleh Hasa.
Jika bukan karena mata Hasa yang sangat mirip dengan Bibi Keisha perempuan yang ia hormati dan wajahnya mirip pamannya Angga, yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri, Melisa pasti sudah membuang bocah ini ke laut.
Hasa semakin terpingkal saat melihat wajah sepupunya yang sudah merah seperti tomat karena menahan amarah. Melisa juga semakin geram perempuan itu berjalan keluar pos keamanan dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Bibi bagaimana kamu bisa melahirkan anak sepertinya," keluh Melisa berbicara sendiri. Gadis itu terus menggerutu dan mulai mengomel sampai ia tidak sadar jika sudah menabrak seseorang.
Bruk.
Melisa terjatuh, pantatnya mencium lantai. Ia melihat sosok jakung yang ada di hadapannya. Pria tinggi berkulit putih berambut cokelat keemasan. Melisa mendongak menatap ke atas. Ia dapat melihat wajah rupawan yang bersih dari pria itu.
"Bantu aku berdiri," kata Melisa pada pria itu mengulurkan tangannya meminta bantuan.
Pria itu hanya melihat datar pada Melisa, ia sempat mengeluarkan tangannya berniat menerima uluran tangan Melisa tapi tidak jadi, ia kembali memasukkannya kembali ke saku celananya.
"Maaf tanganku kotor." Ucapnya membuat Melisa mengumpat dalam hatinya. "Dasar pria sombong," batinnya.
"Kak Peter...!!" teriak suara yang ia kenal, Hasa sepupunya.
Bocah itu berlari cepat keluar dari pos keamanan dan langsung melompat meminta di gendong. Pria yang dipanggil Peter itu mengeluarkan kedua tangannya dari saku celananya untuk mengangkat Hasa ke atas.
Melisa dapat melihat perban di tangan Peter, ia merasa bersalah karena telah berburuk sangka padanya.
"Dia terluka? Tapi kenapa dia masih menggunakannya untuk menggendong Hasa? Dasar pria pilih kasih!" cetus Melisa mengingat tadi Peter menolaknya tapi tidak dengan sepupunya.
Peter yang tengah menggendong Hasa kecilnya berbalik melihat gadis aneh yang menggerutu soal dirinya.
Peter tersenyum manis, "Aku takut kamu akan jatuh cinta padaku, kalau aku menolongmu." Peter mencium pipi Hasa yang sedikit berisi.
Sementara Hasa tertawa cekikikan melihat ekspresi sepupunya yang marah karena jawaban dari pria yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri.
"Terlalu percaya diri !" ketus Melisa.
Mohon Maaf karena kemarin Sabtu belum bisa Update sebab ada gangguan teknis.
Terimakasih ❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ainun Amt
sukkaaaaa
2021-02-04
0
Masaria Hia
saya baru bergabung thor nunggu rada banyak episodenya ...😀😀
2020-12-31
0
@azma@
q mampir Thor ...
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2020-12-27
0