NovelToon NovelToon

Harmoni Cinta Melisa

Selamat Datang di Negeri Pecahan Es

Diharapkan untuk membaca MY OLD WIFE sebelum membaca cerita ini.

...~Cinta tidak membutuhkan sebuah undangan untuk datang~...

…Bandara Internasional Ottawa…

Suara mesin masih menghujam telinga gadis yang memakai jaket tebal berbulu khusus musim dingin, rambutnya yang panjang tergerai indah di badan kursi. Ia menguap mengembalikan kesadarannya setelah tidur siang yang cukup panjang.

Bibirnya membentuk sudut bulan sabit saat melihat pemandangan indah di bawahnya, negara bak negeri dongeng dengan salju putih yang menutupi atap-atap bangunan dan rumah penduduk.

"Permisi Nona, mohon untuk bersiap. Pesawat akan segera melandas," ucap Sang Pramugari memberikan informasi pada penumpangnya.

Gadis yang bernama Melisa itu segera mengangguk, duduk senyaman mungkin dan memastikan sabuk pengamannya masih terpasang atau tidak? Untung masih terpasang, jika tidak? Ia tak tahu apa yang akan terjadi padanya jika tiba-tiba saja ada hal buruk pada penerbangannya tadi.

Namun Melisa bersyukur karena perjalanannya berjalan mulus tanpa halangan suatu apa pun.

Tidak butuh waktu lama mesin dengan kedua sayap burung itu melakukan landing. Sang Pilot dengan telaten dan cekatan mengemudikan mesin tersebut hingga roda pesawat secara perlahan-lahan menyentuh kaki bumi.

Semua penumpang mulai keluar saat petugas sudah mengumumkan mereka telah sampai di bandara dan semua orang dapat meninggalkan badan pesawat. Sang Pramugara dan Pramugari melayani dengan baik ketika para penumpang turun.

Setelah segala proses administrasi selesai, Melisa dapat menarik napas lega. Ia mulai mencari orang yang mungkin menjemputnya di tempat kedatangan.

Di antara kerumunan ribuan orang Melisa mulai mencari-cari namanya berharap segera menemukan orang yang menjemputnya.

Sebuah nama yang ditulis dengan huruf balok kapital menyita perhatiannya, bukan karena tulisan itu berisi namanya, hanya saja semua orang yang ada di sana menatap aneh pada anak kecil berusia 10 tahun yang memegang papan nama itu.

Mereka mulai saling melirik, bahkan ada beberapa orang sengaja mengamati anak itu penasaran dengan siapa orang yang dimaksud dengan "Nenek Sihir" oleh bocah manis berwajah Asia itu.

"KAK MELI...!!!!" teriaknya memanggil namanya. Pandangan orang-orang mulai beralih melihat ke arah Melisa mencoba mencari orang yang dipanggil dengan nama panggilan unik di antara penjemput yang lain.

"Ini memalukan!" seru Melisa berusaha menutupi wajahnya dengan salah satu telapak tangannya, karena satu tangannya yang lain memegang koper.

Melisa melihat ke sumber suara, Hasa sepupunya tersenyum manis menyambut dirinya tanpa tahu malu saat semua orang mulai melihat ke arah mereka.

"Kak Meli kenapa sebagian wajahmu ditutupi? Aku jadi tidak bisa melihatnya, apa karena Kak Meli punya banyak jerawat? Atau Kak Meli tidak percaya diri saat bertemu dengan sepupu tampanmu ini? hehehe," ujar Hasa seraya menaik turunkan alisnya memasang wajah terbaik yang ia punya.

Orang-orang ikut tertawa melihat interaksi perempuan dan anak itu, bahkan beberapa dari mereka hampir saja melupakan orang yang hendak mereka jemput.

Rasa malu Melisa bertambah dua kali lipat, ia langsung menarik tangan Hasa membawanya pergi keluar dari bandara.

"Kakak kita mau ke mana?Jangan bilang Kak Meli mau menculikku? Oh ayolah Kak! Ibu dan Ayah bisa menangis histeris kalau aku tidak bersama mereka," kata Hasa panjang lebar yang hanya dianggap membual oleh Melisa.

Sepupunya satu ini memang menyebalkan, "Aku akan membawamu untuk dijual ke tempat lelang, biar nanti Daddy dan Bibi Keisha punya anak lagi." Jawab Melisa asal sembari terus menarik tangan Hasa berjalan keluar, anak itu mulai merengek.

"Ayah! Kak Meli mau menjualku ke tempat perdagangan manusia! Ayah tolong aku! Nanti Ibu bisa menangis karena kehilangan anaknya yang tampan dan manis ini!" racau Hasa sedikit menjadi-jadi, dia sedang mendalami karakter drama sekarang. Sungguh anak ini lebih gila dari yang Melisa pikirkan.

Angga masih sibuk mengangkat telepon, saat menjemput keponakannya tadi ia mendapat panggilan dari kantornya jadi ia meminta pada putranya untuk menggantikannya sebentar.

"Kemana Hasa? Bukannya tadi aku menyuruhnya menjemput Melisa di sini?" ujar Angga bingung, ia mulai panik dan mencari keponakan dan anaknya.

Ia tahu kalau Melisa sudah tiba karena papan nama yang digunakan untuk menjemput perempuan itu dibiarkan tergeletak di sana.

"Ada-ada saja," ucap Angga menggeleng-gelengkan kepalanya setelah membaca tulisan dari papan nama itu yang sudah berganti dari "Mrs. Melisa" menjadi "Grumpy Witch" yang artinya Nenek Sihir Pemarah.

Pria itu menyusuri jalur khusus yang sudah disiapkan untuk orang umum agar tidak menganggu antrian orang-orang yang hendak melakukan penerbangan atau baru saja tiba.

"Nona apa Anda melihat seorang anak berusia 10 tahun memakai dasi kupu-kupu berwarna merah dengan seorang gadis sedikit berwajah Asia?" tanya Angga pada salah satu staff di sana.

"Apa yang Tuan maksud adalah perempuan dan anak itu?" staff tadi menunjuk ke arah pos keamanan,di sana sudah ada dua anak manusia yang terlihat sedang di marahi oleh pria yang Angga duga sebagai kepala keamanan di bandara tersebut.

Angga mendekat secara perlahan-lahan melihat dua anak itu, dan benar adanya. Mereka adalah Hasa putranya dan Melisa keponakannya. "Maaf Paman, kami tidak akan mengulanginya lagi," jawab Melisa. "Iya Paman kami hanya bercanda tadi," tambah Hasa membenarkan jawaban kakak sepupunya.

Pria penjaga keamanan itu bersedekap dada, lalu jari telunjuknya mengetuk-ngetuk papan meja di sampingnya. "Kalian tahu apa kesalahan kalian?" tanyanya, yang dibalasi gelengan dari Melisa dan Hasa.

"Bercanda tentang perdagangan manusia di bandara itu dilarang, itu termasuk tindakan kriminal." Tambahnya lagi.

"Hal-hal yang menyangkut keselamatan orang banyak baik bercanda soal adanya bom atau narkoba dan sejenisnya tidak bisa dibenarkan di bandara. Karena itu dapat menyebabkan kesalahpahaman." Kini pria itu menatap dingin pada Melisa lalu beralih pada Hasa.

"Jika tadi petugas kami tidak mengetahuinya, maka akan terjadi kegemparan tentang kasus ini. Penculikan dan kejahatan kemanusiaan. Para wartawan bisa datang karena ulah kalian, dan para penumpang akan ikut panik sebab mengira kalau sepupumu ini benar-benar akan kamu jual." Jelas pria itu lagi menunjuk Hasa.

Melisa mengakui kalau tadi drama mereka benar-benar menghebohkan. Terlebih karena si kecil satu ini pandai berakting seolah-olah dia benar-benar akan diculik.

"Kami akan membawa kalian ke kantor pusat untuk mencatat kejadian ini, lalu menghubungi orang tua kalian untuk meminta pertanggungjawaban." Pria itu mulai memberi perintah pada rekannya untuk menginformasikan hal ini pada kantor pusat.

Angga yang baru saja sampai dan mendengar penuturan dari petugas keamanan itu langsung mencegahnya. "Permisi Tuan," kata Angga masuk ke pos penjaga keamanan itu yang juga merupakan tempat penitipan barang.

"Saya Paman dan Ayah dari kedua anak ini," tambah Angga lagi. Ia menghampiri Hasa kecilnya yang tampak ketakutan dan Melisa keponakannya yang terlihat berantakan.

"Baik, kami tidak akan memperpanjang masalah, jika Tuan bersedia untuk mengikuti prosedur dari kami." Pria itu mengarahkan Angga untuk mengikuti staffnya, Angga pun mengangguk dan segera mengekor di belakang petugas tadi.

"Ayah, maafkan Hasa." Ucap Hasa parau, bocah kecil itu sedikit terisak. Angga mengangguk dan berpesan pada Melisa untuk menjaga sepupunya sebentar.

Kini Melisa hanya berdiam diri bersama Hasa di pos keamanan, mereka menunggu Angga kembali setelah mengurus masalah yang mereka buat.

Keduanya tampak akur tidak membuat keributan lagi, mungkin karena mereka sama-sama merasa bersalah.

Hasa melihat jam di tangannya, bocah itu menundukkan pandangannya. "Kenapa?" tanya Melisa. "Daddy pasti akan segera keluar, jangan khawatir." Melisa mengusap punggung Hasa takut kalau sepupunya itu akan menangis.

Hasa melihat ke arah Melisa menatap iba padanya, "Bukan, aku hanya kasihan melihat Kakak, karena make up Kak Meli sudah luntur," jawab Hasa tersenyum manis membuat darah Melisa naik sampai ke ubun-ubun. Sepupunya ini benar-benar menyebalkan.

"Kak Meli mau ke mana?" tanya Hasa. Melisa melihat Hasa sekilas, "Pergi, aku bisa naik darah kalau lama-lama dekat denganmu." Ketus Melisa yang justru disambut tawa renyah oleh Hasa.

Jika bukan karena mata Hasa yang sangat mirip dengan Bibi Keisha perempuan yang ia hormati dan wajahnya mirip pamannya Angga, yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri, Melisa pasti sudah membuang bocah ini ke laut.

Hasa semakin terpingkal saat melihat wajah sepupunya yang sudah merah seperti tomat karena menahan amarah. Melisa juga semakin geram perempuan itu berjalan keluar pos keamanan dengan menghentak-hentakkan kakinya.

"Bibi bagaimana kamu bisa melahirkan anak sepertinya," keluh Melisa berbicara sendiri. Gadis itu terus menggerutu dan mulai mengomel sampai ia tidak sadar jika sudah menabrak seseorang.

Bruk.

Melisa terjatuh, pantatnya mencium lantai. Ia melihat sosok jakung yang ada di hadapannya. Pria tinggi berkulit putih berambut cokelat keemasan. Melisa mendongak menatap ke atas. Ia dapat melihat wajah rupawan yang bersih dari pria itu.

"Bantu aku berdiri," kata Melisa pada pria itu mengulurkan tangannya meminta bantuan.

Pria itu hanya melihat datar pada Melisa, ia sempat mengeluarkan tangannya berniat menerima uluran tangan Melisa tapi tidak jadi, ia kembali memasukkannya kembali ke saku celananya.

"Maaf tanganku kotor." Ucapnya membuat Melisa mengumpat dalam hatinya. "Dasar pria sombong," batinnya.

"Kak Peter...!!" teriak suara yang ia kenal, Hasa sepupunya.

Bocah itu berlari cepat keluar dari pos keamanan dan langsung melompat meminta di gendong. Pria yang dipanggil Peter itu mengeluarkan kedua tangannya dari saku celananya untuk mengangkat Hasa ke atas.

Melisa dapat melihat perban di tangan Peter, ia merasa bersalah karena telah berburuk sangka padanya.

"Dia terluka? Tapi kenapa dia masih menggunakannya untuk menggendong Hasa? Dasar pria pilih kasih!" cetus Melisa mengingat tadi Peter menolaknya tapi tidak dengan sepupunya.

Peter yang tengah menggendong Hasa kecilnya berbalik melihat gadis aneh yang menggerutu soal dirinya.

Peter tersenyum manis, "Aku takut kamu akan jatuh cinta padaku, kalau aku menolongmu." Peter mencium pipi Hasa yang sedikit berisi.

Sementara Hasa tertawa cekikikan melihat ekspresi sepupunya yang marah karena jawaban dari pria yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri.

"Terlalu percaya diri !" ketus Melisa.

Mohon Maaf karena kemarin Sabtu belum bisa Update sebab ada gangguan teknis.

Terimakasih ❤❤

Pria Aneh

~Membenci bisa berarti mencintai~

Hasa masih tertawa dalam gendongan Peter, Melisa hanya memandang mereka kesal. Peter balik menatap padanya lalu membisikkan sesuatu di telinga Hasa sepupunya. Hasa kembali membalas bisikan Peter dengan menutup mulutnya agar Melisa tidak mendengarnya.

"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Melisa dalam hati.

Tidak lama Peter menghampiri Melisa menarik tangan gadis itu pergi tanpa mendapatkan izin darinya. "Hei! Lepaskan aku, kau mau bawa aku kemana!" ronta Melisa marah-marah.

Peter hanya diam lalu tersenyum, mereka bertiga keluar dari bandara mencari taksi khusus yang sudah berjajar rapi di sana.

"Hasa, Daddy masih di dalam. Kita tidak bisa meninggalkan Daddy begitu saja tanpa meminta izin," bujuk Melisa pada Hasa mengingatkan bahwa ayahnya Angga masih mengurus masalah dengan kepala penjaga keamanan bandara tadi.

Namun Hasa hanya diam langsung menarik Melisa masuk ke dalam taksi diikuti dengan Peter. "Jalan Pak," pinta Peter pada Pak Sopir taksi. Mobil berwarna kuning itu pun melaju keluar dari bandara membelah jalan raya.

"Hasa!" panggil Melisa sedikit meninggi, kini kesabarannya sudah habis. Hasa mencium pipi Melisa sekilas.

"Bisa Kak Meli diam, kita akan pulang. Tadi Ayah sudah menyuruh Kak Peter untuk menjemput kita karena Ayah masih lama mengurusi masalah itu," jelas Hasa memainkan dasi kupu-kupunya. Melisa tidak bertanya lagi ia mengikuti sepupunya.

Peter melihat gadis yang duduk di sebelah Hasa, dia tersenyum karena melihat gadis itu begitu menurut pada Hasa kecilnya. "Kita belum berkenalan," kata Peter terlebih dahulu yang dibalasi deheman kecil dari Melisa.

"Aku Peter Hayden, kau bisa memanggilku Peter," tambah Peter lagi.

Melisa melirik sekilas ke arah pria itu, ia dapat melihat Peter mengulurkan tangan. "Maaf tanganku kotor," tolak Melisa membalas perlakuan Peter tadi.

Peter hanya tersenyum menarik kembali tangannya. "Ah sekarang cuaca memang buruk," keluh Peter menutupi rasa bersalahnya.

Hasa tiba-tiba menarik lengan Peter saat anak itu menyadari taksi telah melewati taman kota dan bangunan parlemen balai kota. Peter yang menyadari kode dari Hasa segera menyuruh Pak Sopir untuk berhenti.

"Kenapa berhenti? Kalian mau kemana?" Tanya Melisa bingung saat kedua orang itu menuruni taksi meski mereka belum sampai di tempat tujuan.

"Pak tolong hantarkan Nona ini ke alamat yang saya berikan tadi dengan selamat," ucap Peter membayar ongkos taksi.

Pak Sopir itu mengangguk mengerti. "Hasa! Peter!" Teriak Melisa dari dalam taksi dengan kepalanya yang menyembul dari daun jendela, ia melihat sepupunya melambai padanya dan pria itu tersenyum manis ke arahnya.

"Hati-hati di jalan Kak! Kami akan bersenang-senang dulu!" Teriak Hasa melambai-lambaikan tangannya antusias.

Melisa hanya dapat tersenyum kecut. "Nona tolong jangan mengeluarkan kepala Anda, itu berbahaya." Pinta Sang Sopir mengingatkan penumpangnya. Melisa kembali diam duduk manis seperti sebelumnya.

Setelah lebih dari dua puluh menit melakukan perjalanan Melisa belum juga sampai di rumah Paman dan Bibinya. Ia sudah merasa lelah dan ingin segera istirahat, tapi acaranya itu sepertinya akan tertunda saat mengetahui ban taksi yang ia tumpangi bocor.

"Ini membutuhkan waktu lama Nona, apa Anda tidak apa-apa menunggu?" Melisa mengangguk lalu melihat sekeliling area jalan, matanya menangkap sebuah kedai kopi di sana.

"Saya akan menunggu di kedai sana Pak, nanti Bapak bisa memberitahu saya jika bannya sudah diganti." Sang Sopir mengerti dan segera memulai pekerjaannya.

Melisa memesan kopi susu panas lalu menyeruputnya sembari melihat-lihat pemandangan Ottawa yang tampak indah di sore hari.

Sinar matahari terlihat dari ufuk barat, para pejalan kaki berjalan di sepanjang trotoar sembari menggoda burung merpati yang singgah sesaat di bahu jalan.

Setelah lebih dari dua jam menunggu, Sang Sopir melambai padanya mengabarkan kalau taksinya sudah siap. Melisa segera membayar pesanannya dengan beberapa uang dolar yang masih ia pegang.

Baru beberapa langkah kakinya menapaki jalan raya berniat menyeberang seorang pria menabrak dirinya hingga ia terjatuh.

"Kalau jalan hati-hati!" gerutu Melisa, belum sempat ia berdiri ada orang bertubuh besar lagi yang menabraknya, dia seorang polisi.

"Kau tidak bisa lagi berlari, sekarang ikut aku ke kantor polisi." Kata Pak Polisi mencekal tangan pria tampan dengan jaket panjang sampai selutut. "Walaupun kau anak seorang Jaksa, aku tetap tidak akan melepaskanmu." Serunya lagi mengambil borgol di saku seragamnya.

Tidak lama seorang pria berjas hitam datang menyusul kedua orang itu, "Tuan Muda, Anda membuat masalah lagi?" tanyanya dengan napas tersengal-sengal.

Orang yang dipanggil Tuan Muda itu hanya menatap datar dan dingin tanpa ekspresi. "Tuan dan Nyonya sudah pulang, Anda disuruh kembali." Ujarnya lagi.

"Tidak bisa, Niel harus dibawa ke kantor polisi karena dia sudah mencuri." Tukas Pak Polisi tidak terima. Pria berjas itu membela Tuan Mudanya. "Tuan Muda Niel adalah orang terpandang, bagaimana bisa dia mencuri? Bahkan ia tidak kekurangan apa pun!" Belanya.

Orang yang sedang menjadi topik pembicaraan hanya bungkam tidak membenarkan atau menyangkal. Ia justru berjalan ke arah Melisa menghampiri gadis itu.

"Maaf," katanya. Melisa masih membersihkan sisa debu di jaketnya, "Mau menyeberang?" tawarnya, Melisa mengangguk.

Pria itu langsung menggandeng tangannya membantunya menghentikan laju kendaraan roda empat yang hendak melintas meski rambu peringatan pejalan kaki yang akan lewat menyala.

Melisa menatap punggung pria itu yang lebar, rambutnya hitam legam seperti malam. Matanya dingin tapi entah kenapa saat ia melihat ada rasa hangat yang ia pancarkan.

"Terimakasih," ucap Melisa ketika mereka sudah sampai di seberang jalan. Niel hanya mengangguk, ia melihat jaket putih perempuan itu yang kotor karena kesalahannya tadi.

Melisa membeku saat tiba-tiba Niel menanggalkan jaket hitam panjang miliknya dan menaruhnya di kedua bahunya. "Saat malam hari udara akan semakin dingin," katanya. "Aku pergi dulu, kau tidak perlu mengembalikan jaketku." Imbuh Niel lagi.

Melisa masih mematung ia sempat terhipnotis oleh tatapan dingin nan teduh pria itu. Saat ia sadar Niel sudah menjauh berjalan sedikit cepat sementara dua orang yang berdebat tadi tampak terburu-buru menyeberang jalan menyusul pria itu.

"Tuan Muda Niel..!! Tunggu saya..!" teriak pria berjas yang Melisa duga adalah orang suruhan orang tuanya karena ia sempat menyinggung sebutan "Tuan" dan "Nyonya" tadi.

Sementara Pak Polisi bersungut-sungut, "Niel aku tidak akan melepaskanmu. Nyonya Mona akan membayar semuanya!" teriaknya terdengar menggebu-gebu dan marah, Pak Polisi itu berniat menyeberang juga tapi ia lupa memencet tombol lalu lintas hingga membuat para pengendara mobil meneriakinya.

__________

Malam harinya Melisa sampai di rumah, ia melihat sepupunya Hasa tengah berdiri dengan satu kaki yang menumpu lantai, sementara kakinya yang lain ditekuk dan kedua tangannya menjewer telinganya. "Ucapkan Maaf pada Kak Meli," pinta perempuan yang Melisa tahu adalah Bibinya Keisha.

Melisa yang baru saja tiba terkejut saat mereka semua melihat ke arahnya. "Kak Meli maafkan aku," kata Hasa dengan memelas. Sekarang Melisa merasa kasihan dengan anak itu, telinganya memerah menandakan kalau ia telah lama menjewer daun telinganya.

"Hasa katakan dengan tulus," pinta Keisha lagi. Putranya ini memang terlampau nakal, Hasa kembali meminta maaf membuat Melisa tidak tega. "Tidak apa-apa Bi, Hasa hanya bercanda tadi." Melisa mencoba merayu Bibinya.

Keisha tanpa sengaja mendengar kejadian yang terjadi di bandara tadi lewat Jemy saat Angga menelponnya meminta bantuan. Sekarang suaminya itu bahkan belum pulang padahal malam semakin larut.

"Istirahatlah Meli, Bibi sudah membersihkan kamar untukmu. Setelah itu makanlah, Bibi akan menunggu Pamanmu terlebih dahulu." Tutur Keisha halus pada keponakannya.

Hasa masih berdiri dengan satu kaki, "Ibu," katanya pelan mencari titik lemah ibunya. Keisha menarik napas dalam, ia sebenarnya tidak tega harus menghukum putranya.

"Ini yang terakhir, jangan repotkan Kak Meli dan Ayah lagi." Putus Keisha pada akhirnya yang dibalasi anggukan dari Hasa. "Duduk," perintahnya masih terdengar datar. Keisha mengambil kotak obat mengoleskan salep di telinga putranya. "Ibu jangan marah ya," ucap Hasa lirih ia memeluk Keisha erat.

Oh Keisha benar-benar tidak bisa marah lebih lama pada putranya ini, "Saat Ayah pulang, minta maaf juga pada Ayah." Pintanya yang dibalas anggukan antusias dari Hasa.

_______

Di sisi lain Peter baru memasuki gerbang rumah, bukan gerbang besi hanya tembok lapuk yang sudah tua mengelilingi rumahnya.

Seperti biasa ia akan dapat melihat sosok perempuan yang duduk di lantai tanpa alas kaki dan menatap ke arah jalan dengan tatapan kosong. Dia adalah Ibunya Mayna.

"Ibu, aku pulang." Katanya terdengar sebahagia mungkin, ia tersenyum lebar sembari melambai-lambaikan tangannya.

"Aku merindukanmu Ibu," tuturnya sembari memeluk tubuh Mayna yang kurus. Peter mengecek kaki ibunya lalu tangannya takut perempuan itu mencelakai dirinya saat ia tidak ada di rumah.

"Syukurlah hari ini Ibu berperilaku baik," puji Peter sembari menciumi tangan wanita paruh baya itu. Mayna masih diam seperti biasa, ia tidak akan menjawab membiarkan Peter bercerita panjang lebar. "Mari masuk udara sudah dingin," ucapnya menuntun Mayna.

Peter mendudukkan Mayna di meja makan mereka yang minimalis, hanya ada dua kursi kayu biasa dan meja kotak berukuran kecil. Ia mulai menyalakan tungku perapian agar udara sedikit hangat.

"Malam ini kita makan dengan sup kentang, aku membelinya tadi sebelum pulang." Peter menyalakan kompor memasak air dan mulai meracik bumbu.

"Ibu tahu? Hari ini pertunjukanku sukses karena Hasa membantuku, dia menari dan berdansa untuk menarik para pengunjung." Peter memotong kentang menjadi dadu. "Adikku itu memang pandai," ucapnya memuji Hasa.

Sambil menunggu masakannya matang, Peter mengambil air dari teko yang ia bakar di perapian tadi. Ia menuangkannya ke dalam mangkok besar berbahan plastik dan menaruh handuk bersih. "Setelah makan aku akan memainkan piano untuk Ibu, agar Ibu bisa tidur nyenyak." Peter membasuh kaki, tangan, dan wajah ibunya.

Mayna mulai melihat ke arah putranya saat ia mendengar kata piano. "Ayahmu?" Tanyanya kecil, Peter sudah terbiasa dengan ini ibunya akan selalu menanyakan keberadaan ayahnya yang sudah belasan tahun lamanya tidak pulang ke rumah.

"Ayah akan pulang, aku akan mencarinya. Ibu jangan khawatir." Ucapnya membuat Mayna mengangguk. Dalam hati Peter ingin bilang kalau pria itu tidak akan pernah datang. Tapi mau bagaimana lagi kondisi ibunya akan semakin buruk.

"Supnya sudah matang, sekarang kita makan dulu." Peter mulai mengambil sup kentang bercampur makaroni itu, lalu memasukkannya ke dalam mangkok dengan perlahan ia meniupi sup panas itu sebelum menyuapkannya kepada Mayna.

TERIMAKASIH ATAS SEGALA DUKUNGANNYA.

HARMONI CINTA MELISA INI AKAN LEBIH COMPLICATED DARIPADA MY OLD WIFE DAN CERITANYA JUGA AKAN LEBIH LAMA..

SEMOGA KALIAN TIDAK BOSAN MEMBACANYA.

Rumah Tak Bertuan

~Seorang anak akan merasa beruntung ketika ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya~

Paginya Niel tampak memasuki rumah, ia mengendap-endap lewat pintu belakang. Beni Sang Kepala Pelayan orang yang mengejarnya kemarin karena kasus pencurian yang ia lakukan memergokinya.

Niel hanya diam saat Beni memintanya untuk menuju ruang tamu karena Ibunya Nyonya Mona telah pulang.

“Tuan Muda, Nyonya sudah menunggu di dalam.” Lapor Beni berharap Niel mau mendengarkannya, tapi seperti biasa Niel tidak menanggapinya dan berlalu pergi menuju ke kamarnya di lantai tiga. 

Baru beberapa langkah Niel memijakkan kakinya di anak tangga, suara seorang wanita menghentikannya. “Kau baru pulang?” Tidak ada jawaban membuat wanita itu semakin marah.

“Ibu sudah memberi kebebasan untukmu bermain-main, tapi kau justru menyalahgunakan kebebasan yang Ibu berikan.” Ucap Nyonya Mona meninggi, ia menatap tajam pada anak samata wayangnya.

“Kau mencuri lagi, ini sudah keberapa kali kau melakukannya?!” Seru Nyonya Mona frustasi.  

Nyonya Mona bangkit dari duduknya, meninggalkan sisa minumannya di meja. “Jika kamu ingin mencemarkan nama baik Ibu, sekalian saja kau membunuh seseorang. Biar Ibu sendiri yang memasukkanmu ke dalam penjara!” Tukasnya tajam. 

Niel tidak menjawab, ia masih bungkam. “Beni, ambil biola Niel dan buang itu jauh-jauh. Alat musik itu hanya menyesatkan anakku.” Perintahnya mutlak, membuat Niel berhenti sesaat membuka daun pintu kamarnya. 

Beni hanya mematung, masih ragu-ragu menuruti perintah majikannya. “Kenapa diam? Cepat lakukan!” Tukas Nyonya Mona lagi semakin meninggi. “Ba-ik Nyonya,” jawab Beni gugup. Ia melangkah menuju ke lantai atas kamar Tuan Mudanya. 

Niel berbalik melihat ke bawah memandang ibunya. “Kenapa kau harus peduli padaku! Mau aku hidup atau mati, itu bukan urusanmu!” Ucapnya meninggi, Niel memasuki kamarnya dan membanting pintu.

Beni terperanjat kaget tidak berani mendekat lagi. “Pergi kau! Aku tidak akan membiarkanmu membawa Lala!” Perintah Niel ketika mengetahui Beni membuntutinya.

Lala adalah nama biola kesayangannya, teman berbaginya ketika ia kesepian. Niel mendudukkan dirinya di lantai, menekuk lututnya lalu menenggelamkan wajahnya.

Memang sejak kecil Niel selalu ditinggal sendiri di rumah, hanya ada Beni dan para pelayan yang menemaninya.

Ayahnya Tuan Frans Anderson adalah seorang Dokter Spesialis Jantung yang selalu sibuk bekerja di rumah sakit pusat, bahkan kepulangannya dapat dihitung dengan jari dalam setahun. 

Lalu ibunya Nyonya Mona Anderson merupakan  seorang Jaksa ternama yang memiliki kedudukan tinggi di dunia hukum, ibunya telah banyak memenangkan banyak kasus persidangan sehingga namanya sangat dihormati. 

Niel merasa bahwa dia bukanlah anak yang diinginkan, mengingat kedua orang tuanya menikah karena perjodohan. Ia bahkan tidak pernah melihat ibu dan ayahnya menunjukkan cinta mereka di depannya.  

_____________

Di lain sisi seperti biasa Peter akan menyisir rambut Mayna yang panjang sebelum berangkat bekerja, pria itu juga akan memberi makan Mayna dan mengganti pakaiannya yang kotor. 

Sejak ia berusia 8 tahun Mayna telah menderita tekanan psikologis, jiwa perempuan itu seolah menghilang.

Pikirannya seperti terjebak dalam masa lalu ketika suaminya masih ada. Tapi nyatanya suami dari perempuan itu telah pergi meninggalkan istri dan anaknya seorang diri. 

Hal ini juga yang membuat Peter harus bekerja keras sejak kecil untuk mencari uang demi menghidupi dirinya dan ibunya.

Hanya menjadi pianis yang dapat ia lakukan, karena itu keahliannya. Ibunya dulu adalah seorang musisi yang menjadi pengajar piano di salah satu akademi musik ternama di Ottawa. Tapi sekarang tidak lagi semenjak ia sakit. 

“Lihat, Ibu sudah cantik.” Peter menghentikan aksi menyisir rambut Mayna, ia beralih memakaikan sweeter.

“Hari ini aku akan bekerja sampai malam, Ibu bisa tidur dan tidak perlu menungguku,” ucapnya sambil melilitkan syal berwarna abu-abu  yang benang rajutnya sedikit memudar. 

“Saat aku punya uang, aku akan membelikan baju dan syal baru untuk Ibu.” Peter memakaikan kaos kaki pada Mayna karena tahu wanita itu tidak akan memakai alas kaki jika dia berjalan di halaman rumah. 

Setelah acara memakaikan baju untuk Mayna selesai, Peter mengambil rompinya membenahkan renda pakaian bergaya Victoria miliknya untuk pertunjukkan. “Aku berangkat Ibu,” pamitnya seraya mencium dahi Mayna. 

Perempuan itu hanya diam entah apa yang sedang ia pikirkan, Mayna hanya menatap kosong ke halaman rumahnya tanpa tahu kalau putranya sedang melambai padanya untuk berpamitan dan berlari kecil menuju ke jalan raya. 

___________

Di sebuah kafe Melisa sedang duduk menikmati minumannya, ia menemani sepupunya Hasa dan Bernard temannya, putra Romi dan Lianda. 

Melisa mengedarkan pandangannya ke ruang kafe menikmati suasana kafe bergaya klasik dengan desain Eropa. Beberapa orang bahkan mulai menuangkan wine untuk minum. 

“Hasa, apa tidak apa-apa kita pergi tanpa meminta izin pada Daddy dan Bibi?” Tanya Melisa cemas karena melihat banyak orang asing di sana yang tidak ia kenal. 

Hasa hanya mengangguk menikmati ice cream-nya. “Kak Meli tenang saja, ini bukan tempat yang menyeramkan. Tidak ada orang jahat di sini.” Ucap Hasa yakin namun justru membuat Melisa takut saat melihat beberapa pengunjung di sana ada yang berkumis tebal. 

“Kak Melisa yang cantik, jangan takut. Aku dan Hasa sudah sering bermain di sini,” tambah Bernard meyakinkan.

Anak itu memasukkan semua Beavertais ke dalam mulutnya. Makanan yang menyerupai donat namun tidak berlubang ditengahnya. 

Bernard memang gemar makan, tubuhnya lebih gemuk daripada anak pada usianya.

Hasa memberi jempol pada Bernard. “Sekarang kau makin pandai Bear, aku tidak sia-sia berteman denganmu.” Puji Hasa menepuk-nepuk pundak Bernard, hingga membuat Bernard terbatuk-batuk karena tersedak. 

Bernard menatap Hasa garang. “Aku bukan Beruang, jadi jangan memanggilku Bear.” Ketusnya memakan kembali Beavertais-nya.

“Ohh.. baiklah, kalau begitu aku akan memanggilmu Panda.” Tambah Hasa membuat Bernard menghentikan aksi makannya dan menginjak kaki sahabatnya itu. 

“Aw.., sakit Bear!” Keluh Hasa tapi justru mendapatkan senyum penuh kemenangan dari Bernard. 

Melisa tidak menanggapi obrolan dua bocah aneh di sampingnya ini, ia kembali melihat-lihat kafe. Matanya tiba-tiba tertuju pada sosok pria yang melambai antusias padanya. Dia adalah Peter. 

“Halo Nona, lama tidak bertemu.” Ucap Peter menunjukkan senyum terbaiknya. Hasa langsung melebarkan senyumnya saat melihat Peter. 

“Kak Peter sudah datang, itu berarti permainannya akan dimulai.” Kata Bernard antusias, mata bocah berpipi gembul itu menunjukkan sinar harapan. 

Melisa hanya diam, ia masih mengingat sifat menyebalkan Peter saat pertama kali perempuan itu bertemu dengannya di bandara.

“Kak Peter, Kak Meli terpesona olehmu makanya ia tidak berbicara,” ucap Hasa membuat Melisa melototkan matanya. Namun anak itu justru menunjukkan senyum tanpa dosa. 

“Mau apa kau kemari?” Selidik Melisa ketus namun dibalasi senyum manis dari Peter.

“Untuk melamarmu, kau maukan menjadi istriku?” Kata Peter terlalu percaya diri membuat Melisa ingin muntah. 

“Hahahaha…, Kak Meli tidak akan menolaknya. Karena Kak Peter terlalu tampan,” kata Hasa tertawa hingga membuat ice cream yang ia makan keluar dari mulutnya. 

Bernard justru senang dan mengambil semua sisa ice cream milik Hasa yang lepas dari pegangannya. Sementara Melisa langsung menarik daun telinga sepupunya itu. 

“Aw…, sakit Kak.” Hasa mengaduh membuat Peter tidak terima, ia memegang tangan Melisa.

“Jangan menggunakan kekerasan pada anak kecil, kau bisa melampiaskan amarahmu padaku,” kata Peter membuat Melisa berhenti.  

Peter membenarkan kancing bajunya, “Aku hanya bercanda tadi Nona, aku ingin bekerja di sini.” Peter kembali tersenyum, ia berjalan menuju ke tempat bersiap. Hasa langsung bangkit mengekor dibelakangya. 

“Mau apa Hasa ikut? Jangan bilang dia juga bekerja, Daddy bisa marah kalau ia tahu bahwa putranya bekerja.” Ujar Melisa penasaran bertanya pada Bernard tapi anak itu justru sibuk memakan semua makanannya. 

“Bear?” Melisa mulai mengikuti panggilan Hasa, ia menyenggol bahu Bernard. “Kakak cantik tenang saja, Hasa hanya sedang bermain.” Kata Bernard sibuk menikmati cokelat-cokelat yang mulai melumer di mulutnya. 

“Tidak berguna bertanya padamu.” Ketus Melisa, Bernard hanya tersenyum menjilat sisa cokelat di tangannya.

“Memang benar, siapa suruh Kakak cantik tanya padaku.” Jawab Bernard membuat Melisa ingin memasukkan bocah itu ke dalam karung yang ada di luar kafe tempat pembuangan  sampah. 

TERIMAKASIH MASIH SETIA MEMBACA HARMONI CINTA MELISA ❤️❤️

Salam sayang

~As-Sana~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!