~Seorang anak akan merasa beruntung ketika ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya~
Paginya Niel tampak memasuki rumah, ia mengendap-endap lewat pintu belakang. Beni Sang Kepala Pelayan orang yang mengejarnya kemarin karena kasus pencurian yang ia lakukan memergokinya.
Niel hanya diam saat Beni memintanya untuk menuju ruang tamu karena Ibunya Nyonya Mona telah pulang.
“Tuan Muda, Nyonya sudah menunggu di dalam.” Lapor Beni berharap Niel mau mendengarkannya, tapi seperti biasa Niel tidak menanggapinya dan berlalu pergi menuju ke kamarnya di lantai tiga.
Baru beberapa langkah Niel memijakkan kakinya di anak tangga, suara seorang wanita menghentikannya. “Kau baru pulang?” Tidak ada jawaban membuat wanita itu semakin marah.
“Ibu sudah memberi kebebasan untukmu bermain-main, tapi kau justru menyalahgunakan kebebasan yang Ibu berikan.” Ucap Nyonya Mona meninggi, ia menatap tajam pada anak samata wayangnya.
“Kau mencuri lagi, ini sudah keberapa kali kau melakukannya?!” Seru Nyonya Mona frustasi.
Nyonya Mona bangkit dari duduknya, meninggalkan sisa minumannya di meja. “Jika kamu ingin mencemarkan nama baik Ibu, sekalian saja kau membunuh seseorang. Biar Ibu sendiri yang memasukkanmu ke dalam penjara!” Tukasnya tajam.
Niel tidak menjawab, ia masih bungkam. “Beni, ambil biola Niel dan buang itu jauh-jauh. Alat musik itu hanya menyesatkan anakku.” Perintahnya mutlak, membuat Niel berhenti sesaat membuka daun pintu kamarnya.
Beni hanya mematung, masih ragu-ragu menuruti perintah majikannya. “Kenapa diam? Cepat lakukan!” Tukas Nyonya Mona lagi semakin meninggi. “Ba-ik Nyonya,” jawab Beni gugup. Ia melangkah menuju ke lantai atas kamar Tuan Mudanya.
Niel berbalik melihat ke bawah memandang ibunya. “Kenapa kau harus peduli padaku! Mau aku hidup atau mati, itu bukan urusanmu!” Ucapnya meninggi, Niel memasuki kamarnya dan membanting pintu.
Beni terperanjat kaget tidak berani mendekat lagi. “Pergi kau! Aku tidak akan membiarkanmu membawa Lala!” Perintah Niel ketika mengetahui Beni membuntutinya.
Lala adalah nama biola kesayangannya, teman berbaginya ketika ia kesepian. Niel mendudukkan dirinya di lantai, menekuk lututnya lalu menenggelamkan wajahnya.
Memang sejak kecil Niel selalu ditinggal sendiri di rumah, hanya ada Beni dan para pelayan yang menemaninya.
Ayahnya Tuan Frans Anderson adalah seorang Dokter Spesialis Jantung yang selalu sibuk bekerja di rumah sakit pusat, bahkan kepulangannya dapat dihitung dengan jari dalam setahun.
Lalu ibunya Nyonya Mona Anderson merupakan seorang Jaksa ternama yang memiliki kedudukan tinggi di dunia hukum, ibunya telah banyak memenangkan banyak kasus persidangan sehingga namanya sangat dihormati.
Niel merasa bahwa dia bukanlah anak yang diinginkan, mengingat kedua orang tuanya menikah karena perjodohan. Ia bahkan tidak pernah melihat ibu dan ayahnya menunjukkan cinta mereka di depannya.
_____________
Di lain sisi seperti biasa Peter akan menyisir rambut Mayna yang panjang sebelum berangkat bekerja, pria itu juga akan memberi makan Mayna dan mengganti pakaiannya yang kotor.
Sejak ia berusia 8 tahun Mayna telah menderita tekanan psikologis, jiwa perempuan itu seolah menghilang.
Pikirannya seperti terjebak dalam masa lalu ketika suaminya masih ada. Tapi nyatanya suami dari perempuan itu telah pergi meninggalkan istri dan anaknya seorang diri.
Hal ini juga yang membuat Peter harus bekerja keras sejak kecil untuk mencari uang demi menghidupi dirinya dan ibunya.
Hanya menjadi pianis yang dapat ia lakukan, karena itu keahliannya. Ibunya dulu adalah seorang musisi yang menjadi pengajar piano di salah satu akademi musik ternama di Ottawa. Tapi sekarang tidak lagi semenjak ia sakit.
“Lihat, Ibu sudah cantik.” Peter menghentikan aksi menyisir rambut Mayna, ia beralih memakaikan sweeter.
“Hari ini aku akan bekerja sampai malam, Ibu bisa tidur dan tidak perlu menungguku,” ucapnya sambil melilitkan syal berwarna abu-abu yang benang rajutnya sedikit memudar.
“Saat aku punya uang, aku akan membelikan baju dan syal baru untuk Ibu.” Peter memakaikan kaos kaki pada Mayna karena tahu wanita itu tidak akan memakai alas kaki jika dia berjalan di halaman rumah.
Setelah acara memakaikan baju untuk Mayna selesai, Peter mengambil rompinya membenahkan renda pakaian bergaya Victoria miliknya untuk pertunjukkan. “Aku berangkat Ibu,” pamitnya seraya mencium dahi Mayna.
Perempuan itu hanya diam entah apa yang sedang ia pikirkan, Mayna hanya menatap kosong ke halaman rumahnya tanpa tahu kalau putranya sedang melambai padanya untuk berpamitan dan berlari kecil menuju ke jalan raya.
___________
Di sebuah kafe Melisa sedang duduk menikmati minumannya, ia menemani sepupunya Hasa dan Bernard temannya, putra Romi dan Lianda.
Melisa mengedarkan pandangannya ke ruang kafe menikmati suasana kafe bergaya klasik dengan desain Eropa. Beberapa orang bahkan mulai menuangkan wine untuk minum.
“Hasa, apa tidak apa-apa kita pergi tanpa meminta izin pada Daddy dan Bibi?” Tanya Melisa cemas karena melihat banyak orang asing di sana yang tidak ia kenal.
Hasa hanya mengangguk menikmati ice cream-nya. “Kak Meli tenang saja, ini bukan tempat yang menyeramkan. Tidak ada orang jahat di sini.” Ucap Hasa yakin namun justru membuat Melisa takut saat melihat beberapa pengunjung di sana ada yang berkumis tebal.
“Kak Melisa yang cantik, jangan takut. Aku dan Hasa sudah sering bermain di sini,” tambah Bernard meyakinkan.
Anak itu memasukkan semua Beavertais ke dalam mulutnya. Makanan yang menyerupai donat namun tidak berlubang ditengahnya.
Bernard memang gemar makan, tubuhnya lebih gemuk daripada anak pada usianya.
Hasa memberi jempol pada Bernard. “Sekarang kau makin pandai Bear, aku tidak sia-sia berteman denganmu.” Puji Hasa menepuk-nepuk pundak Bernard, hingga membuat Bernard terbatuk-batuk karena tersedak.
Bernard menatap Hasa garang. “Aku bukan Beruang, jadi jangan memanggilku Bear.” Ketusnya memakan kembali Beavertais-nya.
“Ohh.. baiklah, kalau begitu aku akan memanggilmu Panda.” Tambah Hasa membuat Bernard menghentikan aksi makannya dan menginjak kaki sahabatnya itu.
“Aw.., sakit Bear!” Keluh Hasa tapi justru mendapatkan senyum penuh kemenangan dari Bernard.
Melisa tidak menanggapi obrolan dua bocah aneh di sampingnya ini, ia kembali melihat-lihat kafe. Matanya tiba-tiba tertuju pada sosok pria yang melambai antusias padanya. Dia adalah Peter.
“Halo Nona, lama tidak bertemu.” Ucap Peter menunjukkan senyum terbaiknya. Hasa langsung melebarkan senyumnya saat melihat Peter.
“Kak Peter sudah datang, itu berarti permainannya akan dimulai.” Kata Bernard antusias, mata bocah berpipi gembul itu menunjukkan sinar harapan.
Melisa hanya diam, ia masih mengingat sifat menyebalkan Peter saat pertama kali perempuan itu bertemu dengannya di bandara.
“Kak Peter, Kak Meli terpesona olehmu makanya ia tidak berbicara,” ucap Hasa membuat Melisa melototkan matanya. Namun anak itu justru menunjukkan senyum tanpa dosa.
“Mau apa kau kemari?” Selidik Melisa ketus namun dibalasi senyum manis dari Peter.
“Untuk melamarmu, kau maukan menjadi istriku?” Kata Peter terlalu percaya diri membuat Melisa ingin muntah.
“Hahahaha…, Kak Meli tidak akan menolaknya. Karena Kak Peter terlalu tampan,” kata Hasa tertawa hingga membuat ice cream yang ia makan keluar dari mulutnya.
Bernard justru senang dan mengambil semua sisa ice cream milik Hasa yang lepas dari pegangannya. Sementara Melisa langsung menarik daun telinga sepupunya itu.
“Aw…, sakit Kak.” Hasa mengaduh membuat Peter tidak terima, ia memegang tangan Melisa.
“Jangan menggunakan kekerasan pada anak kecil, kau bisa melampiaskan amarahmu padaku,” kata Peter membuat Melisa berhenti.
Peter membenarkan kancing bajunya, “Aku hanya bercanda tadi Nona, aku ingin bekerja di sini.” Peter kembali tersenyum, ia berjalan menuju ke tempat bersiap. Hasa langsung bangkit mengekor dibelakangya.
“Mau apa Hasa ikut? Jangan bilang dia juga bekerja, Daddy bisa marah kalau ia tahu bahwa putranya bekerja.” Ujar Melisa penasaran bertanya pada Bernard tapi anak itu justru sibuk memakan semua makanannya.
“Bear?” Melisa mulai mengikuti panggilan Hasa, ia menyenggol bahu Bernard. “Kakak cantik tenang saja, Hasa hanya sedang bermain.” Kata Bernard sibuk menikmati cokelat-cokelat yang mulai melumer di mulutnya.
“Tidak berguna bertanya padamu.” Ketus Melisa, Bernard hanya tersenyum menjilat sisa cokelat di tangannya.
“Memang benar, siapa suruh Kakak cantik tanya padaku.” Jawab Bernard membuat Melisa ingin memasukkan bocah itu ke dalam karung yang ada di luar kafe tempat pembuangan sampah.
TERIMAKASIH MASIH SETIA MEMBACA HARMONI CINTA MELISA ❤️❤️
Salam sayang
~As-Sana~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
@azma@
slalu bikin penasaran ... 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
2020-12-27
0
𝕸y💞MiraDeN@y😻EF🍆
semangat Sana💪🥰
2020-12-26
0
𝐄𝐒𝐌𝐄𝐑𝐀𝐋𝐃𝐀💃🏻
lanjut baca lagi😘
2020-12-26
0