Melisa mengembalikan kesadarannya, mata perempuan itu masih sembab, bibirnya pucat melihat pada lelaki di hadapannya. Peter tersenyum ke arah Melisa menunjukkan senyum manis terbaik miliknya.
"Pertunjukan telah selesai, kisahnya telah berakhir," ujar Peter pelan ia mengarahkan pandangan Melisa ke arah penonton yang tampak berdiri memberi selamat padanya.
Melisa menghapus air matanya, bibir perempuan itu tersenyum tipis saat mengetahui bahwa tidak hanya dirinya yang menangis. Ada banyak diantara mereka yang terlihat bersedih.
Semua orang bertepuk tangan. "Permainan Anda luar biasa Tuan Hayden, kami sangat terhibur," ucap seorang wanita paruh baya yang menjadi rekan dansa Hasa tadi.
"Tuan Hayden Pianis berbakat, saya yakin suatu saat Anda akan membangun nama Anda sendiri sebagai seorang musisi." Puji lelaki paruh baya yang sempat Melisa kira sebagai orang jahat karena kumisnya yang cukup tebal dan panjang.
Peter membungkuk mengucapkan terimakasih, ia melihat Melisa sekilas. "Nona ingin turun," tawarnya menyodorkan salah satu tangannya sebagai bantuan.
Melisa terdiam ia canggung menerima uluran tangan Peter jadi ia hanya mengangguk dan berjalan menuruni panggung di susul Peter di belakang.
Bernard menarik napas lega saat mengetahui semuanya baik-baik saja, dia sempat takut tadi kalau Melisa akan mengacaukan pertunjukan. "Kakak hampir saja membuat jantungku copot tadi," keluh Bernard.
Melisa diam ia merasa malu sekarang, sementara itu Hasa justru melihat sepupu dan orang yang sudah dianggap sebagai kakak kandungnya dengan tatapan bersinar.
"Seharusnya Kak Peter tadi mengajak Kak Meli berdansa ia akan senang," goda bocah kecil itu berusaha mencairkan suasana. Melisa kembali melupakan rasa malunya dan berakhir mencubit pinggang Hasa.
Bocah itu mengaduh kesakitan sementara Bernard tertawa ria menikmati penderitaan temannya. "Setelah ini aku akan mengantar kalian pulang," ucap Peter menghentikan aksi jahil kedua temannya.
"Ya itu kompensasi yang harus Kak Peter bayar karena Hasa sudah menari tadi," sahut Bernard merangkul bahu Hasa dengan lengannya yang berlemak.
"Lepaskan Bear! Kau membuatku tidak bisa bernapas!" Pekik Hasa mendorong tubuh bocah gembul itu, namun Bernard justru tertawa kencang dan mengeratkan rangkulannya hingga membuat Hasa memukul dadanya mencari pasokan udara.
Setelah pertunjukan kafe selesai, sore harinya mereka pergi ke taman kota untuk melakukan konser jalanan. Menyaksikan permainan Peter bersama para regu orkesta-nya. Baru menjelang malam harinya Peter mengantarkan dua bocah nakal itu bersama Melisa pulang ke rumahnya dengan selamat.
Hasa dan Bernard melambai antusias padanya di perempatan jalan Ketika ia hendak menaiki bus kota. "Hati-hati Kak Peter...!!" Teriak Hasa kencang sementara Bernard sudah kelihatan mengantuk dibopong oleh Melisa dan Hasa.
Peter tersenyum dari balik kaca jendela, ia mengucapkan terimakasih dan selamat malam pada mereka bertiga yang sudah menemaninya seharian ini.
________
Ketika bus sudah sampai di pemberhentian terakhir Peter turun, ia masuk ke dalam gang sempit menuju rumahnya. Lampu penerangan cukup buram untuk pejalan kaki, setelah melewati jalan kecil berbelok ia sampai di rumahnya. Bangunan dengan dikelilingi pagar tembok yang lapuk.
Penerangan rumahnya tampak menyala, ia melangkah masuk. Dia tersenyum bahagia, saat hendak memasuki pelataran rumah, ia bersenandung bermaksud menghibur ibunya.
Namun langkahnya terhenti saat mengetahui tidak ada Mayna di sana, biasanya perempuan itu akan menunggunya di teras dengan duduk di lantai menatap jalanan kosong. "Ibu!" Panggil Peter halus namun menekan ia mulai masuk ke dalam rumahnya tergesa-gesa mencari Mayna.
Peter jadi mengingat ucapannya untuk meminta Mayna tidur terlebih dahulu, jadi ia mengecek bilik kamar Mayna pertama kali. Tapi kosong, tidak ada perempuan itu di sana.
Peter panik, ia beralih ke kamar mandi tapi ibunya juga tidak ada. Semua ruangan di rumahnya kosong. Mayna tidak ada di mana-mana. Pada akhirnya Peter keluar dari rumah mencari perempuan itu di tempat-tempat terdekat yang mungkin ibunya datangi.
"IBU..!!" Teriaknya memanggil Mayna.
Lampu jalanan terlihat kuning remang-remang, Peter mencari di setiap tempat yang ada mulai dari taman kanak-kanak, lapangan, dan bangunan primary school. Tapi tidak ada, semuanya kosong.
"Bibi apa Anda melihat perempuan berambut cokelat memakai sweater rajut dan syal abu-abu yang benangnya sudah pudar? Perempuan itu berusia sekitar lima puluhan, ada tahi lalat di sudut bibirnya." Jelas Peter bertanya pada salah satu penjaga toko di sana.
"Tidak Nak, Bibi tidak melihatnya." Ujar Sang Penjaga Toko ia mulai menutup etalase kacanya dengan korden lalu mematikan lampu penerangan berniat untuk pulang.
Peter semakin panik, ia membungkuk dan berterimakasih pada penjaga toko tadi. Peter kembali berniat mencari Mayna di beberapa tempat terdekat di sana.
Namun langkahnya terhenti saat mendapati syal rajut yang ia kenal tergeletak di pelataran toko. "Bibi, apa Bibi melihat orang yang menjatuhkan ini?" Tanyanya lagi.
Sang Penjaga Toko berbalik melihat Peter ia tampak berpikir. "Mungkin itu milik orang gila tadi," tuturnya membuat Peter terdiam.
"Dia bukan orang gila. Dia ibuku!" Ucap Peter lantang sedikit membentak. Perempuan penjaga toko itu mulai sinis tidak terima atas bentakan Peter.
"Jika bukan orang gila, tidak mungkin dia berdiri di sini sepanjang hari sambil meraung-raung memanggil semua lelaki yang lewat sebagai suaminya." Ketus Sang Penjaga Toko.
Peter sontak terkejut, tidak salah lagi ibunya mencari ayahnya. Tanpa banyak membuang waktu Peter langsung menuju ke suatu tempat yang mungkin di datangi Mayna.
Benar adanya, Peter melihat Mayna di sana ia sedang duduk mendekap lututnya, kondisi perempuan itu terlihat berantakan. Bajunya kotor rambutnya kusut tidak rapi seperti tadi pagi saat ia menyisirnya.
"Ibu...!!!" Teriak Peter kencang, ia mendekat ke arah bangunan studio musik lama yang sudah tidak beroperasi lagi. Mayna hanya diam, perempuan itu seperti mayat hidup yang tak bernyawa.
Peter ingin mendekap Mayna namun perempuan itu mendorongnya hingga tubuh lelaki itu menjauh. "Pergi! Pergi! Kamu bukan Sam..!" Jerit Mayna menyebut nama suaminya. Peter terhenyak, sakit ibunya mulai kambuh lagi.
"Sam maafkan aku, Sam pulanglah. Aku dan Peter merindukanmu," jeritnya histeris sesaat namun setelahnya ia kembali diam, perempuan itu terisak menekuk lututnya. Peter hanya dapat membeku ia tidak berani mendekat ke arah ibunya sebelum perempuan itu tenang.
Jadi ia hanya dapat duduk melihat ibunya meracau tidak jelas menyebut namanya dan sang ayah. Saat dirasa ibunya sudah tenang Peter mulai berani mendekat sejengkal demi sejengkal. "Ibu," sapanya halus dan lembut. Mayna mendongak, ia sedikit familiar dengan suara itu.
"Peter," ucapnya. Membuat Peter tersenyum mengetahui kesadaran ibunya telah kembali. "Peter, Ayahmu tidak pulang. Ibu telah membuatnya pergi. Dia marah pada Ibu, dia meninggalkanmu karena kesalahan Ibu." Adunya dengan menangis, Peter hanya mengangguk bersikap tenang.
"Aku akan mencarinya, Ibu tidak perlu cemas," ucap Peter halus ia mendekat ke arah Mayna merengkuh tubuh kurus perempuan itu.
"Sekarang kita pulang dulu, Ayah akan senang kalau Ibu ada di rumah." Kata Peter mencoba menyentuh hati Mayna perlahan untuk membawa wanita itu pulang. Mayna mengangguk ia membiarkan putranya membantunya berdiri dan menuntunnya.
VISUAL TOKOH:
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Atalya Kristina
visual nya keren2 😘😘😘
2021-04-08
0
maura shi
visual peter manis bgt
2021-02-25
0
@azma@
q dah mulai banjir .... 😭😭😭😭😭😭
2020-12-27
0