Permintaan

"Aling, bagaimana?"

"A... apa juragan? Nyimas lirih?" Lingga Paksi tampak kaget mendapat sebuah pertanyaan dari juragan Subali.

"Bukan.. bukan tentang nyimas Lirih..."

"Lalu.. tentang apa juragan?"

"Tentang restu dari ibumu. Apakah engkau telah diberi izin untuk berlatih bersama menemani anak ku?"

"Oh, tentang itu. Aku.. aku belum mendapat restu, juragan. Mohon beribu-ribu ampun..."

"Hm, sungguh sayang, sekali Aling. Padahal sudah banyak orang tua ingin menitipkan anaknya kepadaku untuk berlatih silat. Dan aku lihat, kau mempunyai bakat yang kuat untuk menjadi seorang pendekar hebat. Tapi.. ya, jika memang ibumu tidak merestuimu sebaiknya jangan dipaksa. Mungkin ada alasan lain yang membuat pikiran ibumu seperti itu..."

"I.. iya juragan, terimakasih..."

"Hm... Kelihatanya, aku akan mengambil murid dari kota kerajaan Galuh Galunggung. Kebetulan, ada teman yang menginginkan anak-anaknya saya dididik..."

"I.. iya juragan..."

Sementara itu, terlihat nyimas Lirih menutup pergerakan jurusnya dan terlihat langsung berlari kearahnya.

"Ayah! Ayah... bagaimana jurus-jurus silat aku tadi?"

"Bagus anak ku..." Sahut juragan Subali sambil tersenyum.

"Kang Aling, bagaimana?"

"Hebat nyimas, akang benar-benar salut..."

"Nah lalu bagaimana kalau kita berlatih bersama? biar nyai yang ajarkan akang dari dasar..."

"Itu, eu..." siAling hanya bisa menundukan kepala.

"Apa? Jangan bilang kalau akang masih belum diberi ijin..."

"Maafkan akang, nyimas..."

"Hhh!"

Bocah perempuan itu nampak kesal, dan tak mau bicara lagi.

"Begini, nyimas. Kemungkinan besar, ayah akan mengambil murid dari luar desa agar engkau ada teman berlatih..."

"Hhh! Tidak mau, nyai hanya ingin berlatih bersama kang Aling. Titik..." Sahut nyimas Lirih sambil menghentak-hentakan kaki kanannya.

"Maafkan akang, nyimas..."

"Mulai saat ini, aku tak ingin bicara lagi dengan kang Aling..."

Berkata sampai, disitu lalu nyimas Lirih pergi dari hadapan ayahnya.

Melihat sikap putrinya begitu, juragan Subali hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala sambil menelan ludah.

"Aling, susulah dia. Dan bujuk agarvsia bisa memahami situasinya..."

"Iya juragan, baiklah..."

"Nah sekarang pergilah..."

"Baik juragan, permisi..."

"Hm..."

Setelah berpamitan sekali lagi maka ia pun berlalu dari hadapan juragan Subali.

***

"Nyimas...! nyimas... tunggu akang..." terdengar teriakan Lingga Paksi, sambil mempercepat langkahnya.

"Tidak mau! Aku tidak mau bicara lagi sama kang Aling, nyai benci Akang. Siapa suruh akang berbohong..." Terdengar jawaban nyimas Lirih sambil terus berjalan dipinggiran kebun palawija.

"Lalu akang harus bagaimana? Agar nyimas mau memaafkan akang?"

Nyimas lirih tidak menjawab, melainkan terus berjalan tanpa menghiraukan kacungnya yang berusaha mengejar dibelakangnya.

"Untuk membuktikan penyesalan akang, ajukan satu permintaan lagi. Akang berjanji akan segera melaksanakannya. Tapi jangan suruh akang yang satu itu..."

"Benarkah?" Nyimas Lirih berhenti, lalu membalikan badanya.

"Ya, tentu saja benar. Asal jangan suruh akang melabrak larangan dari ibu ku..."

Wajah yang tadi dipenuhi raut kekesalan, kini mulai terlihat mencair. Ada senyuman yang disertai lesung dikedua pipinya..."

"Baiklah kalau begitu, nyai akan memaafkan akang. Saratnya akang tidak menolak permintaan nyai..."

"Ya, akang berjanji..." sahut Lingga Paksi, sambil membalas senyum nyimas Lirih. Namun jauh dalam lubuk hatinya ia mengeluh dengan perubahan sikap gadis kecil itu.

"Sekarang kemarilah, kita duduk disini..." Berkata nyimas Lirih, sambil duduk di sebuah akar besar dibawah pohon beringin yang rindang.

Lingga Paksi hanya mengangguk, lalu ia pun ikut duduk disamping gadis kecil itu. Matanya ikut dilayangkan ke pesawahan yang tengah menguning.

Beberapa petani terlihat tengah bekerja, sambil membeluk mengusir hama burung.

Disebelah utara desa yang terhalang sungai cimahpar terlihat dua bukit menjulang tinggi, konon kata orang-orang desa kedua bukit itu bernama Kalapitung dan Kala jongrang. Dua bukit yang terkenal banyak penghuni ghaibnya.

Setelah hening beberapa saat, terdengar nyimas Lirih bicara sambil sambil menunjukan kedua bukit tersebut.

"Kang Aling, lihatlah kedua bukit itu apakah menurut akang bukit itu indah?"

"Tentu saja nyimas, memangnya kenapa?"

"Apa akang tau, mengapa orang sekitar kampung sini dilarang bermain kebukit Kalapitung?"

"Akang tidak tahu, nyimas. Tapi kata ibu saya bukit itu berbahaya. Bahkan juragan Subali sendiri pernah melarang akang mendekati bukit itu..."

"Justru itu, kang. Nyai jadi penasaran, ada apa sebenarnya dikedua bukit itu. Terus terang saja, nyai tidak percaya tentang adanya siluman..."

"Lalu...?" Lingga Paksi mulai curiga apa yang diinginkan anak kecil itu.

"Tentu saja, nyai ingin bermain-main ke bukit itu..."

"Ta.. tapi... itu sangat berbahaya, nyimas..."

"Apa? Jadi akang mau melanggar janji lagi?"

Seru nyimas Lirih, seraya menaikan kedua alisnya yang lentik bak lukisan.

"I.. iya nyimas, baiklah. Tapi nyai harus berjanji akan merahasiahkanya..."

"Ya tentu saja, sekarang ayo kita kesana..."

"Hm-gh..."

Lalu keduanya pun bergegas menuruni jalan setapak, di tengah-tengah huma yang sedang menguning. Mereka berdua terus berjalan hingga ke perbatasan desa, yang dipisahkan oleh sungai cimahpar.

"Hey, nak kalian berdua mau kemana?"

Seorang pria yang mengenakan topi jerami bertanya sambil berdiri dipinggir sungai.

"Aku mau bermain ke bukit kala jongrang, paman. Tolong sebrangkan saya kesana..."

"Apa? kau ingin bermain kesana?" sahut Pria yang disebut paman, sambil menaikan alisnya yang tebal. Pria tersebut tahu, bahwa anak perempuan yang berada dihapanya itu putri dari majikanya yaitu Juragan Subali.

"Iya paman, kenapa?"

"Lebih baik jangan nden, berbahaya! Apalagi bermain kebukit yang satunya lagi. Apa nden tidak tahu, kalau disana banyak hantu dan silemannya?"

"Saya sudah tahu, paman. Toh, saya hanya mau berburu kelinci saja dibukit Kalajongrang..."

"Hhh..." terdengar siPria mengeluh raut wajahnya terlihat sedikit ragu.

siPria tersebut bernama kiDinta, masih kepercayaannya juragan Subali. Tugas kiDinta ialah menyebrangkan orang dari luar kedalam ataupun sebaliknya menyebrangkan penduduk dari dalam keluar kampung.

"Bagaimana paman? Apakah paman mengijinkan? Toh saya hanya ingin berburu kelinci saja. Aku bosan bermain didalam kampung terus.."

"Hmm, baiklah. Tapi ingat kalian berdua harus berhati-hati. San jangat sekali-kali mendekati bukit yang satunya lagi..."

"Iya paman, saya berjanji..." jawab nyimas penuh dengan semangat.

"Kalau begitu, ayo naik..."

"Terimakasih, paman..."

Lalu mereka berduapun naik ke atas rakit yang bersandar dipinggir sungai dibawah pohon loa. siPria yang bernama kiDinta pun mulai mengayuh dayung yang terbuat dari sebilah bambu panjang. Selang beberapa waktu, rakit pun sudah menepi disebrang sungai cimahpar. Sebelum turun, kiDinta menasihatinya kembali.

"Lingga, kau sebagai kacungnya harus bisa menjaga majikan..."

"Iya paman, saya berjanji..."

"Sekarang pergilah, dan berhati-hati..." Kedua bocah itu manggut sambil tersenyum.

"Kang aling, ayo..."

Terdengar nyimas Lirih mengajak, sambil menarik tangan kacungna. kiDinta yang melihat semua itu hanya bisa mengangkat pundak, bagaimanapun juga dia agak was-was dan cemas terhadap dua bocah tersebut apalagi nyimas lirih baru berusia sekitar 7 tahun.

***BERSAMBUNG

Terpopuler

Comments

Kadek

Kadek

smngt ya kk

2020-07-16

1

Onna Soplanit

Onna Soplanit

Aku dah mampir kak
Rate dan like

2020-06-07

1

Yogi muhamad nur

Yogi muhamad nur

siiiiip dugi ka dieu heula

2020-03-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!