Bukit Kala Jongrang dan Kalapitung adalah dua bukit yang berada di utara pemukiman desa. Tepatnya didalam hutan, dan yang dianggap berbahaya dari salah satu bukit itu ialah bukit Kalapitung. Konon beberapa tahun yang lalu sebelum kedua bukit itu sipamalikan, ada tiga orang pencari kayu bakar yang tewas mengenaskan.
Konon sebelum terjadinya raja pati, sebelumya diatas bukit yang berbentuk seperti pagoda itu sering terdengar suara-suara menyeramkan.
Semenjak kejadian beberapa orang tewas dengan luka yang mengenaskan, maka bukit Kalapitung yang berada jauh didalam hutan sudah dipamalikan.. atau dilarang oleh para tokoh desa termasuk oleh juragan Subali sendiri, karena sudah sering menelan korban jiwa.**
Terlihat nyimas Lirih beserta kacungnya, semakin dekat kepinggir hutan. Nampak dua bukit yang menjulang tinggi semakin jelas terlihat diantara lebatnya pucuk pepohonan.
"Lihatlah kang, apakah itu tidak menakjubkan?" Lingga Paksi tidak menjawab, melainkan mengerinyitkan keningnya tatkala melihat bukit kala pitung dikejauhan.
"Ayo kang, aku semakin penasaran..."
"Nyimas, apakah kau yakin ingin pergi ke bukit kalapitung? Jika ingin bermain, di bukit ini saja. Terus terang, akang merasakan ada sesuatu yang tidak beres didalam hutan sana..."
"Hih, akang ini. Sudah sedemikian jauh, masa kita pulang lagi. Ayo..."
Kembali tangan sang kacung ditarik, sedang langkah kaki nyimas lirih semakin kencang penuh dengan semangat. siKacung kembali menghela napas, kesal atas sikap nyimas lirih yang keras kepala.
Makin lama jalan yang ditempuh oleh dua bocah tersebut, makin penuh dengan semak belukar udarapun semakin dingin disertai suara-suara binatang hutan yang yang saling bersahutan. Seperti monyet, surili bahkan siamang bergentayangan diatas-atas pohon sana.
Akhirnya, mereka berdua pun menemukan jalan setapak yang bercabang. Yang kekiri menuju bukit kala jongrang dan yang kekanan kebukit larangan yaitu Bukit Kalapitung yang dipamalikan oleh orang-orang desa.
"Ayo kang..."
Kembali nyimas lirih mengajak, bahkan terus berjalan tanpa menghiraukan kacungnya lagi. Semakin kedalam jalan semakin lebar, bahkan lebih jelas dari yang sebelumnya.
"Nyimas.. nyimas, tunggu!"
"Ada apalagi, kang?"
"Apakah nyimas tidak merasa ada yang aneh?"
"Aneh? Aneh bagaimana?"
"Lihatlah, jalan setapak ini semakin kedalam semakin lebar..."
"Apa nya yang aneh, bukankah lebih bagus?"
"Tidak, akang merasa ada sesuatu didalam hutan sana. Jalan yang semakin lebar dan bagus menandakan bahwa kesini sering dilewati orang..."
"Lalu?"
"Akang yakin, didalam sana ada seseorang, bahkan mungkin banyak. Jadi.. sebaiknya kita pulang sebelum orang kepercayaan ayah mu melihat kita..."
"Idih, tanggung atuh, kang. Lebih baik kita teruskan asal kita berhati-hati. Ayo! Tuh, kelihatanya sudah semakin dekat..."
"Aduh, kau ini bikin akang serba salah, nyimas..." keluh Lingga Paksi sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Namun mau tidak mau, ia pun terus berjalan dibelakangnya nyimas Lirih.
Perlahan tapi pasti kedua bocah itu pun semakin dekat. Hingga akhirnya merekapun tiba ketempat yang dituju, dan ternyata yang disebut bukit Kalapitung itu ialah sebuah bangunan kuno entah peninggalan abad berapa. Yang jelas, bangunan itu nampak seperti pagoda yang menjulang tinggi keangkasa. Namun seluruh bagianya hampir terselimuti lumut dan akar belukar yang sangat lebat.
"Ternyata bukit Kalapitung itu tempat pemujaan, kang. Lihat.. disana seperti pintu masuk, dijaga sepasang arca singa yang lagi mendekam..." Kata nyimas lirih, seraya menunjuk ke arah dua arca singa sebesar kuda.
Untuk sementara waktu, mereka berdua mengamati bangunan kuno tersebut. Terutama Lingga Paksi, terlihat beberapa kali bola matanya berubah dadu tatkala melihat seluruh bangunan kuno itu.
"Kang, itu... itu apa?" terdengar nyimas lirih berbisik seraya menunjuk keatas, dimana disitu ada beberapa titik terang dan menyala diruang kegelapan.
Lingga Paksi tidak menjawab, namun terlihat raut mukanya memburuk seperti melihat sesuatu yang mengerikan.
"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini, nyimas..." berkata Lingga Paksi.
"Ih, kok buru-buru! Lebih baik kita masuk dan melihat-lihat dulu.."
"Jangan nyimas, berbahaya. Perhatikan..."
Lingga Paksi memungut sebuah batu kecil. Lalu menimpukanya kearah arca singa hingga batu kecil tersebut menembus leher arca dan mengeluarkan suara cukup keras. Namun karena jarak cukup jauh, hingga luput dari penglihatan nyimas Lirih.
"Siapa?!"
Mendadak saja terdengar suara orang dari dalam bangunan kuno bertanya. Tak lama muncul dua orang lelaki berpakaian serba hitam.
"Hhh! Ternyata ada penunggunya, kang..." terdengar nyimas lirih berbisik kaget.
"Iya makanya jangan bandel. Ayo, kita pergi dari sini sebelum sesuatu terjadi pada diri kita berdua..."
"I.. iya kang. Ta.. tapi..."
“Ayo...” sekali ini Lingga Paksi yang menuntun tangan bocah cilik itu.
Akhirnya, dengan perasaan was-was kedua nya pun pergi menigalkan tempat itu. Baru setelah jauh dari bangunan kuno tersebut, nyimas Lirih bertanya.
"Bangunan apa tadi sebenarnya, kang? Apa akang pernah melihat sebelumnya bangunan tua tersebut?"
"Kalau tidak salah dengar, bangunan tua itu tempat pemujaan nyimas, namun akang tidak tahu persisnya tentang pemujaan tersebut. Yang jelas, bangunan itu sangat tua dan kuno..."
"Terus apa akang melihat sesuatu?"
"Sesuatu? Sesuatu apa, nyimas?"
"Tadi, diatas bangunan itu seperti ada belasan mata binatang yang melihat kearah kita?"
"Akang tidak melihat apa-apa, nyimas..."
"Hhh! Sayang sekali, padahal jika akang melihat tentu akan kaget seperti saya..." sahut nyimas Lirih sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Aku yakin, titik terang yang menyala itu berasal dari belasan mata binatang buas. Jika ia kenapa bisa berada ditempat seperti itu..."
"Sudahlah nyimas, jangan banyak menduga yang bukan-bukan, lebih baik ayo.. kita pergi dari tempat ini secepatnya..."
"Iya kang..."
"Tapi..." mendadak saja Lingga Paksi merandek, menghentikan langkah kakinya.
"Kenapa, kang? Kenapa tiba-tiba berhenti?” nyimas Lirih mengerinyitkan dahinya.
"Kelihatanya, akan ada yang datang, nyimas. Ayo kita sembunyi..."
Berkata sampai disitu, kembali tangan nyimas Lirih ditarik lalu dibawa sembunyi dibalik sebuah pohon besar. Benar saja, tak lama berselang dari arah yang berlawanan muncul dua orang lelaki sambil membawa dua buah kantung besar dan masing-masing membawa satu digendong dibelakangnya.
Makin lama kedua orang itu semakin dekat, dan terdengar mereka berdua sedang berbicara.
"Hh! Sebenarnya, mahluk apa yang berada diruang tingkat keempat itu ya? Kenapa harus diberi makan berupa daging segar?"
"Yang jelas, bukan binatang ataupun manusia seperti kita..."
"Lalu apa?"
"Entahlah, hanya juragan Subali dan para penjaga itu saja yang tahu..."
"Mungkinkah kalamercu?" (Sejenis mahluk setengah manusia setengah hewan)
"Sudahlah jangan banyak bicara, ayo kita harus bergegas sebelum mahluk-mahluk itu kembali murka dan mencari sesuatu untuk dimakan..."
"Iya.. iya. Aku tahu, ayo..." seru temanya, sambil menggoyang-goyangkan kantung besar yang berada di belakang punggungnya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Kadek
cerita nya bagus kk
2020-07-16
0
Yogi muhamad nur
tah siluman geuning
2020-04-01
1