Senandung Cinta Imriyah
Dedaunan masih basah oleh embun, rasa dingin masih menembus kulit hingga membuat tulang terasa ngilu, langit masih tampak gelap, meski jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.30 pagi. Suasana hening tak membuat gadis 18 tahun ini terlena dalam tidurnya. Kedua matanya perlahan terbuka, hembusan nafas panjang membuatnya seakan merasa telah berhasil menyingkirkan rasa kantuk. Sesaat setelah itu, terdengar suara adzan subuh dari toa musholla di dekat rumahnya.
Amra —begitu gadis itu dipanggil— beranjak bangun ke posisi duduk. Setelah mengucek kedua matanya beberapa saat ia berdiri dan beranjak untuk mengambil wudhu. Waktu sholat sudah tiba, dan tak ada alasan untuknya menunda. Bersamaan dengan itu, sang ibu membuka pintu kamarnya pula. Kamar itu berseberangan dengan kamarnya
"Aduh.... Ibuk telat bangun nih..." Ujar sang ibu sembari mengucek matanya sejenak, Amra tersenyum
"Ibuk duluan aja...!" Ujarnya dengan suara lembut yang memang dari dalam hati. Setelah mengangguk, sang ibu beranjak ke kamar mandi.
Sembari menunggu sang ibu selesai mengambil wudhu, Amra kembali masuk dalam kamarnya. Menyalakan lampu dan duduk di meja belajar. Sebuah surat bukti kelulusan tergeletak disana. Amra duduk di kursinya dan mengambil surat itu. Rasa syukur tak terkira ia panjatkan, itu adalah bukti bahwa ia telah berhasil menyelesaikan pendidikannya. Namun terselip rasa sedih di dalam dada.
Ia menghela nafas berat, mengambil sebuah buku dan bolpoin. Kemudian mulai membubuhkan apapun yang ada dalam otaknya diatas kertas putih itu. Separuh ia menyelesaikan tulisannya, sang ibu memanggil dari luar kamar. Amra meletakkan bolpoin yang ia pegang dan beranjak keluar.
Air wudhu selalu berhasil membuat rasa kantuknya menghilang. Setelah merasa benar-benar segar, Amra menggelar sajadah di samping tempat tidurnya, kemudian mulai menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Memanjatkan doa terbaik untuk masa depannya. Selesai sholat, Amra kembali beranjak, bersiap untuk mengikuti acara penting di sekolah pagi nanti. Namun sebelum itu, ia masih menyelesaikan separuh tulisannya yang sempat tertunda.
Jarum jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Bersama sang ibu, Amra mengeluari rumahnya. Hari ini adalah hari terakhirnya di sekolah. Wisuda kelulusan selalu menjadi yang paling spesial untuk siapapun yang sedang berjuang menuntut ilmu di sekolah. Hari inipun, Amra akan melakukannya. Dengan senyuman mereka berangkat bersama
"Loh mau kemana bu Marni, hari ini gak buka toko?" Tanya salah seorang tetangga mereka, bu Marni —ibu Amra— tersenyum ramah sebelum menjawab pertanyaan tersebut
"Mungkin nanti, sepulang dari sekolahnya si nduk...."
"Oh iya bu Marni..." Bu Marni menganggukkan kepalanya, tak lupa melontarkan senyuman. Kemudian melajukan motor buntut peninggalan ayah Amra. Sementara Amra yang tak bisa mengendarai sepeda motor, duduk di belakang sang ibu sebagai penumpang.
Acara wisuda akan dimulai pukul 09.00 pagi. Lalu mengapa mereka berangkat sepagi ini? Itu karena mereka masih akan mampir ke salon kampung untuk menyewa satu stel kebaya dan sekaligus meminta pemilik salon untuk merias wajah ayu Amra. Namun saat sang perias mulai bersiap, Amra mati-matian menolak, dan memberi pengertian pada sang ibu jika ia tak ingin berdandan
"Ini kan hari spesialmu, nak?"
"Gak apa-apa ibuk, Amra lebih senang jika tidak berdandan...."
Karena sudah membujuk dengan berbagai cara, akhirnya sang ibu menyerah. Ia biarkan putri semata wayangnya ini bahagia dengan pilihannya. Amra tersenyum dan menggandeng tangan sang ibu, meminta maaf karena kali ini tak menuruti kemauannya.
Perjalanan di lanjutkan kembali setelah Amra berganti pakaian. Sebenarnya ia juga ingin dirias seperti teman-temannya, meski tak menggunakan make up yang tebal, sebenarnya Amra juga ingin wajahnya dipoles make up di hari spesial ini. Namun, rasanya berat untuk membiarkan sang ibu mengeluarkan uang lebih hanya untuk hal yang tak begitu penting ini. Tho, meskipun tak memakai make up ia tak akan gagal wisuda. Apalagi, hanya untuk menyewa kebaya sederhana itu, sang ibu harus mengeluarkan uang sebesar 100 ribu rupiah, jumlah yang cukup sulit untuk mereka hasilkan. Sudah cukup ia menyusahkan sang ibu dengan biaya sekolahnya yang tak sedikit.
Mereka sampai di sekolah, tepat setengah jam lagi acara akan dimulai. Sesaat setelah turun dari sepeda motor, Amra bergabung dengan teman-temannya
"Ra, kok gak dandan sih?" Amra hanya menggeleng sembari tersenyum menanggapi pertanyaan sahabatnya —Yumni—
"Kenapa?"
"Gak apa-apa, Yum..."
"Sayang banget, padahal kamu pasti keliatan cantik lho..!" Amra tertawa kecil dan duduk di samping sang sahabat sembari menggandeng tangannya.
Menyandarkan kepalanya di pundak Yumni dan menarik nafas beberapa kali. Entahlah, Amra tak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya saat ini. Rasa seperti ini sungguh tak nyaman, ketika rasa bahagia bercampur dengan rasa sedih.
Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk mengukir kenangan bersama mereka, teman-temannya yang super. Super kocak, super perhatian, dan super dari segala yang super. Dan hari ini mereka akan berpisah begitu ijazah mereka terima. Amra menegakkan duduknya kembali dan mengedarkan pandangannya, gerakan matanya terhenti pada satu titik, ia tampak begitu serius memandang sosok itu. Dari kedua matanya terpancar pandangan akhir dari sebuah pertemuan. Beberapa saat kemudian, ia kembali menundukkan kepala.
Sebuah kertas yang sudah ia lipat berada ditangannya. Ia genggam kertas itu dengan sedikit kuat.
Biarlah.....
Semuanya akan berakhir hari ini, rasa kagum, suka, bahkan cinta akan terkubur hari ini. Sosok itu adalah seorang lelaki yang mampu menyentuh relung hatinya yang suci. Sosok itu adalah seorang pria yang mampu membuatnya merasakan jatuh cinta. Tentu berat bagi Amra untuk berpisah dengannya, berpisah ketika perasaan dalam dada meronta untuk tetap bertahan. Namun tentu Amra tak bisa berbuat apapun atas pemberontakan dalam dadanya itu.
Lelaki itu hanya akan menjadi kenangannya saat ini, meski hatinya menangis perih membayangkan cintanya yang tak sampai. Tapi apa yang bisa ia lakukan sebagai seorang perempuan? Ia hanya bisa berharap, sosok itu akan menjadi jodohnya kelak. Amra sendiri tak tahu mengapa ia bisa memiliki perasan sedalam ini saat usianya masih 18 tahun? Benarkah ini perasaan cinta? Benarkah ini perasaan yang tulus dari dalam dirinya? Terkadang pertanyaan-pertanyaan itu merasuki relung hatinya. Rasanya tak mungkin jika dipikir secara logika, namun lain hal dengan perasaannya saat ini.
"Apa itu, Ra?"
"Bukan apa-apa..." Amra segera menarik tangannya ke belakang punggung.
Bukan apa-apa hanyalah kebohongannya pada Yumni, itu adalah sebuah surat yang ia tulis untuk cinta pertamanya. Entah apa yang ada dalam pikirannya hingga ia bermaksud untuk mengungkapkan rasa kepada dia yang telah membuat hatinya porak poranda. Yumni memberinya pandangan menyelidik, dipandang seperti itu membuat Amra merasa salah tingkah. Ia beranjak untuk membuang surat itu.
Pertanyaan Yumni tadi benar-benar menohok hatinya. Memang tak seharusnya ia merendahkan dirinya sebagai seorang perempuan untuk mengemis rasa cinta pada seorang lelaki. Tak seharusnya ia melakukan hal ini. Tak seharusnya Amra mempermalukan dirinya, selepas membuang surat itu, Amra duduk sejenak untuk menenangkan diri. Terhitung, sepuluh menit lagi acara akan dimulai, setelah menarik nafas panjang beberapa kali, Amra berdiri dan saat itulah ia melihat sosok yang ia kagumi berdiri tepat di samping kanannya. Dia akan membuang sampah bekas air minum, Amra segera menundukkan pandangannya
"Ngapain ka....."
Amra tak ingin mendengar pertanyaan apapun, karena itu hanya akan membuat gairah cintanya membara. Sebagai seorang muslimah, ia harus menjaga izzah dan iffah nya, bukan? Tak seharusnya ia menyimpan rasa melebihi rasa cintanya pada sang maha pemilik kehidupan. Biarlah, ia akan sampaikan rasa cinta ini kepada sang Maha Cinta, sang Maha Penguasa, Allah azza wa jalla.
Lelaki itu hanya bisa memandang kepergian Amra dengan diam. Amra bahkan tak menunggu pertanyaannya selesai untuk menghindarinya. Pasti ada sesuatu yang salah, namun ia merasa jika kesalahan itu tak bisa mereka bicarakan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Caramelatte
dan ku hadirrr membawa like dan comment
2020-11-24
1