Dusun Sido Mulyo

Ketika matahari perlahan bergerak ke arah barat, anak-anak berlarian mengeluari rumah-rumah mereka. Mereka tampak sumringah, anak-anak laki-laki tampak ganteng dengan setelah koko mereka lengkap dengan peci, anak-anak perempuan juga telah siap dengan setelan busana muslimah mereka. Mereka semua tampak suci dengan pakaian yang mereka kenakan. Dilihat dari posisi matahari, adzan maghrib akan berkumandang sekitar tiga puluh menit lagi.

Di dusun ini, Sido Mulyo namanya. Setiap anak-anak masih mempertahankan kecintaan mereka pada Al-qur'an. Menjelang adzan maghrib, mereka berbondong-bondong datang ke surau terdekat untuk belajar membaca Al-qur'an. Kitab suci kebanggan mereka sebagai seorang muslim. Usia mereka masih muda, sekitar usia SD sampai SMP pertengahan. Meski begitu tak ada protes mereka layangkan. Mereka tetap bersemangat untuk memerangi buta huruf Al-qur'an. Mungkin karena lingkungan mendukung, tinggal disebuah pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk teknologi perkotaan membuat mereka lebih mudah diatur.

Musholla "Al-Falah" adalah surau tempat mereka menimba ilmu agama, bukan hanya belajar membaca Al-qur'an saja. Di surau itu mereka juga belajar menghafal Al-qur'an, tata cara sholat, tata cara berwudhu' dan ilmu tentang fiqih yang lainnya. Selain itu, mereka juga memperdalam aqidah mereka dalam surau kecil itu.

Namun sungguh tak ada paksaan dari siapapun mereka melakukan hal itu, orang tua mereka hanya menyeru dan mencontohkan. Dari contoh baik itulah anak-anak di dusun Sido Mulyo bisa memiliki semangat luar biasa seperti itu untuk mendalami ilmu agama. Meskipun pasti tak semua warga di dusun Sido Mulyo hidup sebaik itu. Pasti ada antagonis disetiap kisah. Namun rata-rata, warga dusun Sido Mulyo begitu taat kepada agama mereka.

Tanah yang subur membuat sebagian besar warga hidup dengan bercocok tanam. Dari itu, sebagian besar warga menanam padi dan jagung, meski beberapa menanam sayuran dan bumbu pokok seperti bawang merah dan juga bawang putih. Meski tampak terasing dari dunia luar warga disini hidup bahagia dengan kesederhanaan.

Jalanan berlubang dan becek adalah kawan setia mereka. Yang menemani mereka pergi bekerja ke sawah dan ladang. Yang akan menemani mereka ke pasar untuk berdagang. Yang akan menemani mereka ke sekolah untuk menuntut ilmu. Namun rasanya jarang terdengar keluh kesah dari mulut mereka. Sebagian dari mereka menerima semua ini dengan lapang dada. Yah, meskipun sebenarnya tak sedikit pula yang mengeluh atas keadaan ini, mereka merasa pemerintah tidaklah adil, bertahun-tahun mereka hidup dengan kesulitan seperti ini. Akses untuk keluar juga cukup sulit. Mereka berharap akan ada pembangunan jalan untuk tempat kelahiran mereka ini.

Tapi setidaknya, udara sejuk nan bersih menjadi nilai plus dari rusaknya jalan. Udara bersih yang akan sulit di temui di perkotaan, ketenangan yang juga akan sangat sulit ditemukan diperkotaan. Ketika malam, suara jangkrik seakan bernyanyi menemani, tak ada suara bising mesin kendaraan bermotor, juga tentunya tak ada polusi. Ketika pagi, suara kicau burung menjadi pembuka hari dan membawa rasa semangat. Menemani para murid pergi ke sekolah, para petani pergi ke sawah, para pedagang pergi ke pasar, dan aktifitas-aktifitas harian yang lain.

Terhitung sudah tujuh tahun lamanya Amra lulus dari SMA. Tujuh tahun pula ia hanya luntang lantung tak memiliki kesibukan kecuali membantu sang ibu di kios. Dua buah plastik besar ia bawa, Amra baru saja pulang dari pasar, membeli beberapa barang jualan di kios sang ibu yang telah habis

"Assalamualaikum..." Ucapnya sembari memasuki rumah. Sang ibu yang tengah melayani pembeli menoleh dan tersenyum kepada Amra yang langsung memasuki kios dan meletakkan belanjaan disana

"Waalaikumussalam.."

"Amra siap-siap dulu ya buk...!"

Amra beranjak menuju kamarnya setelah sang ibu tersenyum dan mengangguk.

Sudah tujuh tahun Amra menjalani hari-hari santainya sebagai pengangguran. Sekolahnya telah tamat, sudah tak ada kegiatan apa-apa lagi yang bisa ia lakukan. Melanjutkan kuliah rasanya tak mungkin, kendala biaya menjadi batu sandungan terbesar baginya. Otaknya tak terlalu pintar tetapi juga tak termasuk kurang pintar. Namun akan sulit juga baginya untuk memperoleh beasiswa. Ibunya hidup sendirian menghidupinya sejak ia masih SMP, itu karena sang ayah telah berpulang. Rasanya berat jika Amra harus membebani sang ibu lebih lagi.

Alhasil, hanya inilah yang bisa dilakukan Amra sehari-hari. Sepulang dari belanja di pasar, ia akan membantu sang ibu menjaga kios di rumahnya. Kemudian di sore hari, ia gunakan waktunya untuk mengajari anak-anak di dusun Sido Mulyo, mengaji. Mengamalkan ilmu yang ia miliki. Tak ada gaji besar untuk ini, pembelajaran seperti ini, tak sama seperti yang ada di kota besar. Dimana akan ada gaji bulanan dan itu bisa dijadikan pekerjaan yang lumayan bisa mencukupi. Namun di dusun kecil yang terpencil ini, hanya melihat anak-anak pandai membaca Al-qur'an saja itu sudah menjadi bayaran yang sangat memuaskan.

Ibu Amra, anak-anak memanggilnya seperti itu. Mereka menghormatinya sebagai guru. Dari sini Amra masih bisa bersyukur, setidaknya meski ia tak kaya harta, ia masih bisa dibilang kaya ilmu. Tak mengapa meski ia tak mendapatkan uang untuk kebaikan hatinya ini, akan ia jadikan ini amal jariyah yang akan menolongnya di kubur nanti. Tapi setidaknya, orang tua dari anak-anak muridnya tak lepas tangan begitu saja, suasana dusun yang sebagian besar hanya dihuni oleh petani, membuat mereka lebih sering membawakan sebagian hasil panen mereka untuk Amra setiap musim panen tiba. Tentu saja sebagai ucapan terimakasih karena Amra telah mengajari anak-anak mereka.

Hidup seperti ini, tak lantas membuat Amra patah semangat. Sebagai seorang manusia biasa ia juga ingin taraf hidup keluarganya membaik. Hanya dengan menulis ia berharap bisa memperbaiki ekonomi keluarga. Ini adalah hobinya sejak ia masuk SMA. Mengirim beberapa hasil karyanya ke penerbit, berharap mereka mau mencetak karangannya itu. Dari dusun inilah ia dilahirkan, dari dusun yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral, dari dusun inilah ia dibesarkan, dan dari dusun yang penuh kenangan akan ia, ibu dan ayahnya inilah ia mulai merajut asa. Bermimpi menjadi seorang penulis ternama.

****

Terpopuler

Comments

Caramelatte

Caramelatte

jangan kasi kendor thorr
semangat terosss

2020-11-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!