Amar Al Fatih

Ia berlari sembari menggendong tas ransel berukuran besar dengan sedikit kerepotan. Menembus sesak penumpang yang juga akan memasuki kereta yang sama dengannya. Sembari menjaga dengan baik-baik tas kecil yang juga berfungsi sebagai dompetnya. Ia kalungkan tas tersebut melingkari bahunya. Entahlah, karena menunggu angkot tadi, ia harus sedikit terlambat.

Imriyah Lathiva Nazra, kedua matanya bergerak lincah mencari tempat duduk untuknya. gadis berparas ayu itu terlihat sama sekali tak kerepotan meski gamis panjang dengan kerudung panjang membalut tubuhnya, meski ia harus berlarian dan hampir melompat untuk bisa segera menaiki kereta ekonomi yang akan membawanya pergi ke tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Ini adalah pengalaman pertamanya. Pergi jauh meninggalkan tanah kelahiran, dan untuk pertama kalinya pula ia akan berpisah ratusan kilo meter jauhnya dari sang ibu. Namun ia pergi dengan membawa bergenggam-genggam doa sang ibu ditangan. Ia yakin, setiap usahanya akan berbuah manis, dan entahlah, dorongan darimana saat ia merasa begitu yakin, penantiannya akan berakhir, gemuruh rindunya juga akan berakhir. Meski ia tak tahu akan melalui jalan mana rasa rindunya akan terobati.

Rasa rindu yang ia pendam sejak pertemuan terakhirnya dengan dia, dia yang bahkan ia tinggalkan sebelum menyelesaikan pertanyaan untuknya. Amra, duduk setelah menemukan tempat duduk dan meletakkan ranselnya. Ia bersyukur mendapatkan tempat duduk di dekat jendela, jadi ia bisa leluasa melihat pemandangan di luar.

Iya, gadis berjubah panjang dan berhijab lebar ini adalah Amra. Nama panggilan itu ia dapat dari sang ayah, dan sampai saat ini ia tak mengerti mengapa sang ayah memanggilnya Amra, sementara tak ada nama Amra di dalam nama panjangnya.

Mulai besok, ia akan mengukir kisah hidupnya yang baru. Gugup itu sudah pasti, bagaimana jika ia akan menemui banyak kesulitan? Bagaimana jika kegagalan demi kegagalan yang akan ia temui? Rasa gundah seperti itu terus ada dalam benaknya.

Dan tiba-tiba ia merasa semakin gugup ketika kereta mulai bergerak perlahan. Ia akan benar-benar meninggalkan tanah kelahirannya itu, Amra menghela dan menunduk sejenak. Baiklah, dia harus ikhlas dan menanggalkan segala keraguan, karena ini adalah pilihannya. Tho, sahabatnya, Yumni akan membantu. Ia yakin sahabatnya itu tidak akan mengecewakan. Sebelum memutuskan untuk pergi, ia masih menyempatkan diri untuk menanyakan banyak hal pada Yumni yang tentu lebih berpengalaman.

Perjalanan ini terasa begitu panjang, ia duduk seorang diri karena kebetulan tak ada penumpang lain yang memiliki tempat duduk disana. Dan itu membuatnya merasa sangat bosan. Amra mengeluarkan sebuah buku dan pena, mungkin dengan menulis, kebosanannya akan hilang. Impiannya, ia ingin menjadi seorang penulis yang memiliki sebuah karya penuh inspirasi. Ia ingin di kenal banyak orang karena karya-karyanya itu. Dan tentu membahagiakan sang ibu.

Ponsel jadul miliknya berdering pertanda ada sebuah telepon masuk, Amra menghentikan kegiatannya dan menerima telepon tersebut

"Assalamualaikum Yumni...."

"Waalaikumussalam.... Pasti lagi bosen ya???"

"Sedikit!" Amra tertawa kecil "Kamu telepon cuma mau nanyain itu?"

"Aku kangen banget tau sama kamu Ra, kapan kamu sampenya?"

"MasyaaAllah... Aku juga Yum, insyaaAllah, besok pagi baru sampai..."

"Aduuhh... Dari tutur bahasanya kayaknya sahabatku ini sudah banyak banget berubah?" Amra hanya tertawa mendengar ledekan itu, tentu saja tawa yang tak berlebihan

"Eh Ra, kamu harus terimakasih sama aku begitu kamu sampai besok! Alhamdulillah, temen ku mau mempertimbangkan kamu untuk kerja ditempat dia setelah aku rekomendasiin kamu...."

"Alhamdulillah, benar ini Yum? MasyaaAllah... Gak usah nunggu besok, sekarang saja aku udah terimakasih banget...."

Obrolan terus berlanjut, hingga entah berapa lama. Yumni benar-benar ingin menemani sahabatnya yang sedang berada di perjalanan itu. Sampai akhirnya pembicaraan harus mereka sudahi saat seorang petugas menanyai tiket Amra. Suasana diluar juga sudah gelap, jarum jam menunjukkan pukul 08.00 malam, dan perjalanan masih tersisa sangat panjang. Kereta berhenti di salah satu stasiun besar untuk sekedar beristirahat, dan menaikkan beberapa penumpang dari sana. Amra menyamankan posisi duduknya, tidur lebih awal untuk mengurangi rasa lelah.

Kereta kembali melaju beberapa menit kemudian, dan membawa penumpang yang lain menuju tempat tujuan mereka. Dan juga Amra yang sudah jatuh tertidur. Dengan cepatnya kereta itu menembus gelapnya malam, menyusuri persawahan dan juga pepohonan jati. Amra terbangun saat mendengar suara tawa seorang pria di samping tempat duduknya. Amra menegakkan duduknya dan membenarkan letak jilbabnya yang sedikit miring, menoleh ke samping kanan, seorang penumpang pria duduk disampingnya dan tampak sedang mengobrol melalui telepon. Begitu kesadarannya terkumpul, reflek Amra bergeser dan ternyata gerakan itu mampu membuat pria itu menoleh

"Oh... Maaf! Apa saya mengganggu tidur mbak?" Ujar pria itu menyudahi sambungan jarak jauhnya, Amra menggeleng sebagai jawaban, pria itu tersenyum simpul dan mengangguk. Kemudian sibuk dengan ponsel pintarnya. Sementara Amra kembali melanjutkan kegiatannya tadi sebelum tidur. Menulis baris perbaris rangkain kata yang ada dalam benaknya. Suasana hening, Amra bukanlah tipe orang yang banyak bicara seperti Yumni, apalagi kepada seorang pria yang ia tak kenal siapa dia ia akan lebih banyak diam dan menghabiskan waktunya untuk menulis. Bolpoin yang ia pegang terjatuh saat ia akan mengambil sesuatu di dalam tas, Amra menunduk untuk mencari bolpoinnya, itu satu-satunya yang ia bawa, dan saat ini otaknya sedang sangat encer untuk menulis. Melihat Amra begitu gigih mencari bolpoinnya yang entah terlempar kemana saat jatuh, pria itu berinisiatif untuk mencarikannya, Amra meliriknya dan kembali duduk tegak, sangat tak nyaman berada dalam posisi seperti tadi. Namun, sesaat tadi ia melihat wajah pria itu dari depan.

Reflek Amra memegangi dadanya yang merasakan hentakan jantung yang tiba-tiba menguat. Tidak! Ia pasti salah lihat, jika pria itu adalah dia, tentu dia akan mengenalinya, ia pasti sedang berhalusinasi. Ah.... Rasa rindu benar-benar telah menguasai dirinya

"Astaghfirullah...." Amra beristighfar dalam hati

"Yang ini ya mbak?" Terkejut, Amra yang sedang menunduk menoleh saat itulah tanpa sengaja mereka bertatap muka, Amra kembali menunduk dan mengambil bolpoin itu

"Terimakasih...." Amra masih menunduk, ia tak sadar jika pria disampingnya itu masih memperhatikannya

"Am..ra...?" Gumam pria itu tiba-tiba, dan untuk sekali lagi ia dikejutkan. Amra mengangkat kepalanya kembali dan memandang pria itu kembali

"Kamu gak kenal aku?" Amra mengalihkan pandangannya kembali dengan layu mendengar pertanyaan itu, ini bukan haluninasi, ini fakta. Ini yang sebenarnya terjadi. Pertanyaan itu membuatnya layu sekaligus bergairah. Rasanya sangat tak mungkin pria berkulit putih dengan rambut rapi itu mengenalinya, hatinya kembali bergemuruh, ini kejutan di waktu yang tak tepat

"Aku Fatih... Temen SMA kamu...!"

"Iya...." Singkat Amra

"Wah... Kebetulan banget ya? Apa kabar kamu?" Pria yang mengaku dirinya adalah Fatih itu mengulurkan tangan dengan wajah gembira, Amra menoleh sekali lagi dan tersenyum simpul. Tak menerima jabatan tangan itu, Amra hanya menyatukan kedua tangannya sebagai isyarat ia menerima salam itu

"Oh... Maaf" Fatih menarik kembali tangannya

"Gak apa-apa..."

"Kamu apa kabar?"

"Baik, alhamdulillah..."

"Tujuan mau kemana ini?"

"Jakarta" singkat Amra, Fatih angguk-angguk

"Aku juga..." Ujarnya

"Iya.." Amra mengiyakan dengan singkat. Ia terlalu gugup, ia terlalu terkejut. Sekian lamanya ia memendam rindu, dan rindunya terobati dengan cara yang tak terduga seperti ini, tapi benarkah telah terobati? Atau malah ia semakin rindu setelah melihat wajahnya?

Amar Al Fatih, dia adalah seseorang yang membuat Amra merasakan bagaimana jahatnya jatuh cinta. Bagaimana beratnya rasa cinta, bagaimana susahnya merindu. Tujuh tahun telah berlalu, Fatih yang ia kenal telah berubah. Terutama dalam penampilan fisik. Dia telah menjadi seorang pria yang bisa disebut sebagai pria tampan, penampilannya yang rapih jauh lebih rapih dari tujuh tahun yang lalu. Ia juga terlihat modis. Sepertinya ia telah menjadi seorang yang sukses

"Kamu ada kerjaan di Jakarta?" Amra menggeleng

"Jadi dalam rangka apa kamu ke Jakarta?"

"Bisa dibilang mengadu nasib..." Amra tersenyum kecut, Fatih tampak terkejut

"Jadi ini pertama kalinya?" Amra mengangguk

"Apa kamu ada tempat tujuan?"

"Ada kok..."

"Oh... Syukur deh..." Amra lagi-lagi tersenyum simpul

"Emmm... Gak ada yang kepengen kamu tanyain ke aku?" Tanya Fatih karena sedari tadi hanya dia yang bertanya, Amra diam dan bingung. Apa yang harus ia tanyakan? Dan akhirnya ia hanya menggeleng, Fatih menghela pelan

"Kamu masih inget hari wisuda itu? Kertas yang kamu lempar ke tong sampah itu....." Tanya Fatih tiba-tiba namun ponselnya berdering, Amra menghela sedikit lega pertanyaan itu tak berlanjut. Ia merasa berada diantara dua jurang mendengar pertanyaan ini, ia tak tahu harus bagaimana bersikap saat ini? Kertas itu? Jadi Fatih melihatnya? Mungkinkan Fatih memungutnya? Amra menunduk sementara Fatih menerima telepon, apa yang harus ia lakukan? Ia pasti akan sangat malu jika Fatih sampai membacanya.

Tak bisa dipungkiri, jantung Amra semakin berdetak kencang ketika Fatih menyudahi sambungan teleponnya. Dia pasti akan melanjutkan pertanyaan itu

"Jadi...."

"Kertas?" Amra memotong ucapan itu sebelum berlanjut, Fatih mengangguk dan tersenyum

"Aku tidak merasa pernah membuang kertas di hari itu...." Baiklah, ia relah melakukan sebuah kebohongan sekarang yang membuat hatinya beristighfar, entahlah ini baik atau tidak, tapi ia takut menanggung rasa malu, Amra menunduk

"Oh.... Oke..." Fatih tersenyum kecut dan mengangguk, ada sebuah ekspresi tak terbaca di wajahnya, kekecewaan??? Mungkinkah???

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!