Putri Raras

Usai membereskan pemberontakan Datuk Kuala Perak, Ki Petruk memerintahkan armada maritim negeri Mayapada bergerak menuju Pulau Banda. Sebagaimana informasi telik sandi, Pulau Banda merupakan markas besar Bajak Laut yang selama ini mengganggu penduduk yang bermukim di daerah pesisir.

Pulau Banda sendiri lokasinya diapit 2 pulau besar, yakni Kalimantan dan Sulawesi. Di pulau itu, Bajak Laut membangun benteng untuk melindungi perkampungan yang mereka dirikan.

Sekitar 60 kapal dengan kekuatan 3000 Prajurit bergerak dari Pulau Bangka yang merupakan basis utama Pasukan Maritim Kerajaan Mayapada. Komando Pasukan dipimpin Nakhoda Wirayudha didampingi Mpu Nala sebagai penasehat.

Sebelum melakukan serangan, Nakhoda Wirayudha mengirim 15 mata-mata untuk mempelajari kelemahan benteng Bajak Laut di Pulau Banda. Ke 15 orang ini sebagian menyamar sebagai nelayan bahkan ada yang berhasil masuk benteng dengan menyamar menjadi juru masak.

Perencanaan yang matang inilah, yang membuat Nakhoda Wirayudha dengan mudah dapat menaklukkan Benteng Bajak Laut. Gerombolan Bajak Laut dibuat kocar-kacir, sebagian berhasil ditawan dan sebagian lagi tewas dalam pertempuran.

Setelah menghancurkan benteng bajak laut, armada maritim nakhoda Wirayudha bergerak ke Pulau Seram. Di sana mereka menghabisi kelompok pemberontak yang mengaku sebagai pengikut setia Datuk Kuala Raja.

Keberhasilan Nakhoda Wirayudha membereskan bajak laut dan kaum pemberontak di pulau seram mendapat pujian dari Hyang Parikesit. Atas keberhasilannya itu, Nakhoda Wirayudha diangkat menjadi Menteri Keamanan Negara yang sebelumnya dibekukan pihak kerajaan.

Tinggal satu lagi kaum pemberontak yang belum dibereskan, yakni Kelompok Pemberontak di Jawadwipa sebelah Timur. Markas utama gerakan mereka berada di pedalaman yakni di tengah Hutan Kanwa.

Hyang Ismaya Guru dari Ki Petruk menduga, sebagian kaum pemberontak adalah pengikut Ki Sabdo Alam yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Wali Negeri bagian Jawadwipa. Hyang Ismaya sangat mengenal Ki Sabdo Alam yang tidak lain adalah muridnya.

Untuk bermusyawarah dengan Ki Sabdo Alam, Hyang Ismaya meminta bantuan Pangeran Hyang Jayanaga yang menurutnya berada di posisi netral dalam kemelut para pejabat Kerajaan Mayapada.

Setelah meminta ijin kepada ayahnya Hyang Parikesit, Pangeran Hyang Jayanaga berangkat ke Pulau Jawa dengan menggunakan Kapal Khusus Kerajaan. Mereka berangkat dari pesisir barat Pulau Sumatera menuju pesisir selatan Pulau Jawa tepatnya ke Padepokan Punakawan.

Saat sampai di Padepokan Punakawan yang diasuh Hyang Ismaya, Pangeran Hyang Jayanaga disambut Mpu Salya yang tidak lain merupakan putra dari Hyang Ismaya.

Dalam budaya masyarakat Punt, gelar "Hyang" hanya diberikan kepada putra Raja. Sementara anak keturunan dari para Hyang yang tidak menjadi raja disematkan gelar "Mpu" dalam namanya.

Mpu Salya masih terhitung kerabat Pangeran Hyang Jayanaga, karena kakek Sang Pangeran adalah adik dari Hyang Ismaya. Atau dengan kata lain, Mpu Salya adalah sepupu dari ayahnya.

Masyarakat di sekitar Padepokan mengenal Mpu Salya dengan panggilan Ki Bagong. Sebagai anak laki-laki satu-satunya Hyang Ismaya, nampaknya Mpu Salya inilah yang bakal menjadi ahli waris Padepokan.

"Selamat datang Pangeran" ucap Mpu Salya ketika Pangeran Hyang Jayanaga tiba di gerbang padepokan.

"Terima kasih paman" ujar Pangeran Hyang Jayanaga sambil memeluk laki-laki setengah baya yang ada di depannya.

Padepokan Punakawan memiliki halaman yang cukup luas. Selain terdapat tanah lapang untuk latihan para siswa, disekeliling lapangan tersebut ditanami pepohonan yang rindang.

Nampak terlihat beberapa orang siswa sedang mengikuti latihan bela diri di tengah lapangan. Sementara sebagian lagi, berada di dalam ruangan mendengarkan petuah dari seorang guru.

"Paman, mengapa tempat ini dinamakan Punawakan?" tanya Pangeran Hyang Jayanaga sambil berjalan mengiringi Mpu Salya.

"Punawakan itu asalnya dari kata Punt dan Nakawan. Punt bermakna Bangsa Punt dan Nakawan merupakan nama awal daerah ini" jawab Mpu Salya.

"Apa paman bisa ceritakan awal mula Bangsa Punt" tanya Pangeran Hyang Jayanaga lagi.

Mpu Salya tidak langsung menjawab, karena mereka telah sampai di teras rumah. Mpu Salya mempersilahkan Pangeran Hyang Jayanaga untuk duduk di sebuah kursi.

"Menurut tutur leluhur, ribuan tahun yang silam bumi ini pernah dilanda banjir yang sangat besar. Umat manusia ketika itu berhasil diselamatkan oleh Maha Guru Nuwun" kata Mpu Salya yang di duduk persis disebelah kanan Pangeran Hyang Jayanaga.

"Kemudian salah seorang keturunan dari Maha Guru Nuwun bernama Maha Guru Punta hijrah ke Nusantara bersama beberapa orang pengikutnya. Dan anak keturunan mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai Bangsa Punt" ujar Mpu Salya menjelaskan.

Tiba-tiba dari dalam rumah terdengan suara seorang wanita.

"Ayah, makanannya sudah siap."

"Ayo Pangeran kita makan dulu" kata Mpu Salya.

Merekapun masuk ke dalam rumah, baru beberapa langkah masuk, mereka berpapasan dengan seorang gadis. Dari mukanya, mengingatkan Pangeran Hyang Jayanaga dengan gadis-gadis di Babylonia saat dia tugas belajar.

"Kakanda Pangeran, masih ingat saya" tanya gadis itu.

Pangeran Hyang Jayanaga hanya tertegun, dan gadis itupun berlalu tanpa menunggu jawaban darinya.

"Pangeran, yang tadi itu Putri Raras anak Paman" kata Mpu Salya.

"Putri Raras?!" kata Pangeran Hyang Jayanaga tersentak kaget.

"Iya, sejak ibunya wafat sekitar 6 bulan yang lalu, Putri Raras yang memasak dan menyiapkan makanan di rumah ini" ucap Mpu Salya menambahkan.

Masih berbekas di ingatan Pangeran Hyang Jayanaga, beberapa tahun yang silam saat menjelang keberakatannya melanjutkan belajar ke Babylonia, Mpu Salya bersama keluarga datang bertamu.

Mpu Salya membawa seorang gadis kecil sekitar berumur 7 tahun yang bernama Putri Raras. Dan yang dia tidak akan lupa, Putri Raras inilah yang melepas burung-burung peliharaannya.

Ketika kejadian itu dilaporkan kepada Ibundanya, Sang Ibu justru membela Putri Raras. Ibunya mengatakan Putri Raras anak yang baik, penyayang hewan dan tidak tega melihat burung terkurung dalam sangkar.

Bukan main jengkelnya Pangeran Hyang Jayanaga ketika itu. Apa lagi dilihatnya, Putri Raras seperti tidak merasa bersalah bahkan sesekali tertawa-tawa sambil berlarian kesana kemari.

"Putri Raras sepertinya menurun dari neneknya" kata Mpu Salya ketika mereka berdua sampai di meja makan.

Hyang Ismaya ayah dari Mpu Salya memang beristri wanita dari Babylonia. Wanita itu ia persunting ketika menjalani pendidikan di Babylonia.

Bukan itu saja, Hyang Ismaya yang ditugaskan belajar ilmu tata negara justru belajar ilmu budaya dan filsafat di sana. Bahkan Hyang Ismaya memperdalam ajaran Spiritual yang khabarnya dibawa oleh Maha Guru Brahim.

Setelah Hyang Ismaya mengundurkan diri dari jabatannya di Kerajaan, dia membuka Padepokan Punakawan. Selain mengajarkan ilmu kanuragan dan bela diri, di Padepokan ini juga diajarkan ajaran Spiritual yang pernah dipelajarinya di Babylonia dan di beri nama "Ajaran Kapitayan".

Dengan lahapnya Pangeran Hyang Jayanaga menyantap hidangan yang ada. Kenangan buruk dengan Putri Raras di masa lalu seakan telah sirna pada hari itu.

Terpopuler

Comments

Hidayat R. Widatama

Hidayat R. Widatama

"Pulau Banda diapit dua pulau besar, yiatu Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawewi", Sepeetinya perlu dikoreksi.

2021-08-14

0

Ace Blue Charlotte

Ace Blue Charlotte

Keren....berbau kearifan lokal

2020-11-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!