Seperti hari hari sebelumnya, Karina bangun lebih awal. Mempersiapkan sarapan untuk Pramudya, sampai mempersiapkan pakaian yang akan pria itu kenakan untuk bekerja. Setelah selesai ia siapkan, barulah Karina membangunkan Pramudya.
"Mas, bangun.." ucap Karina lembut, sembari mencium keningnya. Perlahan pria itu membuka mata menatap wajah Karina.
"Iya sayang." Pramudya bangun lalu duduk di atas tempat tidur.
"Kemarin sore Ibu dan Bapakku telpon. Sore ini mau datang ke sini, mungkin mau menginap beberapa hari."
Karina menarik napas dalam dalam, sesaat ia menundukkan kepala. Bukan ia tidak suka mertuanya datang, tapi tiap kali mereka datang berkunjung. Pertengkaran kecil antara Pramudya dan Karina seringkali terjadi. Pasalnya, kedua orang tua Pramudya selalu menekan Karina tentang anak.
"Baiklah mas, aku akan persiapkan segalanya," jawab Karina tersenyum menatap Pramudya.
"Aku mau, kau berpakaian yang sopan layaknya wanita. Jangan pakai celana panjang, atau celana pendek. Kau tahu, ibuku sangat tidak suka." Pram kembali mengingatkan kejadian yang sudah lewat.
Karina hanya tersenyum menganggukkan kepala. "Iya mas." Karina beranjak dari tepi tempat tidur, lalu keluar kamar. Sementara Pramudya bersiap siap untuk bekerja.
Karina duduk termenung di kursi sembari menunggu Pramudya selesai. Seiringnya waktu, Karina lebih memilih diam dari pada harus protes pada keputusan Pramudya yang hanya akan menimbulkan pertengkaran. Bahkan hal dalam berpakaianpun sering kali menjadi sebuah pertengkaran. Bukankah sejak masih pacaran, Pram tahu kalau Karina sedikit tomboy. Dan dia menerima itu, tapi mengapa sekarang ia berubah demi menyenangkan kedua orangtuanya, Pram harus menekan Karina sesuai keinginannya. Apakah wanita yang berpakaian sedikit tomboy buruk di mata orang lain? sebegitu dangkal kah cara berpikir mereka?
"Apa yang kau pikirkan?"
Karina terkejut, seketika lamunannya buyar. "Tidak ada mas," sahut Karina buru buru berdiri lalu menyiapkan sarapan untuk Pramudya.
"Mas, aku mau ke rumah Ibuku sebentar boleh?" tanya Karina sembari menuangkan air mineral ke dalam gelas. Lalu ia sodorkan ke hadapan Pramudya.
Pramudya melirik ke arah Karina. "Memang ada keperluan apa dengan Ibumu? apa Ibu sakit?' tanya Pramudya balik.
Karina menggelengkan kepalanya, " tidak mas, aku hanya kangen saja." Karina duduk di kursi.
"Bukankah bulan lalu, kau sudah mengunjungi Ibumu? lagian buat apa sering sering ke rumah Ibumu? bukankah di rumah banyak pekerjaan yang bisa di kerjakan?"
Karina menundukkan kepalanya, menarik napas dalam dalam. Lalu kembali diam tidak bicara lagi.
"Jangan buang buang waktu hanya untuk sekedar main main." Pramudya berdiri lalu mencium puncak kepala Karina sekilas. 'Aku berangkat dulu."
Karina mengangguk pelan, melirik sesaat ke arah Pramudya. "Iya mas, hati hati di jalan."
Karina hanya diam mengusap dadanya pelan, lalu ia berdiri membereskan gelas dan piring di meja makan.
***
Siang itu Karina kedatangan Raihan, sahabatnya. Kebetulan sekali ia butuh teman untuk bicara. "Kau mau minum apa?" tanya Karina menatap Raihan yang juga sepupunya Pramudya.
"Apa saja terserah kau, yang penting jangan racun!" sahut Raihan tertawa kecil.
"Kau ini, ada ada saja."
"Rai? kau di sini?" sapa Pramudya yang baru saja pulang. Hari ini ia pulang lebih cepat karena hendak menyambut kedatangan kedua orang tuanya dari Jawa.
Raihan menoleh dan menganggukkan kepalanya. "Eh Mas Pram, iya nih."
"Ya sudah, aku masuk dulu." Pramudya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Tak lama Karina keluar membawa nampan di tangannya yang berisi minuman segar dan cemilan untuk Raihan.
"Suamimu sudah pulang, sebaiknya aku pulang saja. Tidak enak Rin.." ucap Raihan lalu berdiri.
"Loh, kau itu bagaimana? baru saja datang sudah mau pulang lagi." Karina mendesah kecewa. Namun alasan yang di berikan Raihan memang benar. Pramudya tidak suka melihat Karina lama lama ngobrol hanya buang buang waktu saja, meski itu dengan sahabatnya sendiri.
"Iya aku tahu, maaf ya.." ucap Karina pelan.
Raihan tersenyum mengelus bahu Karina. "Tidak apa apa, lebih sedih lagi kalau aku tahu, kau bertengkar hanya gara gara aku."
"Baiklah.."
"Kapan kapan kita bicara lagi, hubungi aku kalau kau butuh teman bicara."
Karina menganggukkan kepala. "Terima kasih ya." lalu mengantarkannya sampai gerbang rumah. Setelah itu, Karina kembali masuk ke dalam rumah menemui Pramudya di kamarnya.
"Ngobrol terus, apa tidak ada pekerjaan lain?" sindir Pramudya.
"Mas, tadi itu-?" Karina tidak melanjutkan ucapannya.
"Bisa tidak? sehari saja kau tidak membantah kata kataku. Ini semua aku lakukan supaya kau jadi istri yang baik untukkku dan kebaikanmu juga." Pramudya memotong ucapan Karina sebelum menyelesaikannya. Setelah bicara seperti itu, Pramudya ngeloyor begitu saja ke luar kamar.
Karina hanya bisa menarik napas dalam dalam, memejamkan matanya sesaat. Lalu duduk di kursi memikirkan sikap Pramudya yang benar benar berubah setelah menikah.
Hanya satu hal yang Karina sadari saat ini, setiap orang hidup berdasarkan pada banyak alasan. Seperti alasan Pramudya menikahi Karina karena cantik, pintar dan lincah. Namun kenyataannya? pada saat alasan itu tidak sesuai keinginannya? semua berubah.
"Kau mencintaiku karena aku menghiburmu, kau mencintaiku karena hasrat seksual, kau mencintaiku karena fisik," gumam Karina sedih. "Lalu apa kata cinta yang di ucapkannya dulu?"
Di dalam hubungan berdasarkan alasan selalu terdapat akhir dari hubungan itu sendiri. Lalu? adakah suatu kehidupan atau hubungan tanpa alasan? Karina menampuk wajahnya sendiri. Rasanya ia ingin menangis, setiap hari harus berpura pura dan tidak menjadi dirinya sendiri.
"Kau kenapa menangis? apa aku menyakitimu?" tanya Pramudya dari arah pintu kamar, berjalan mendekati Karina.
"Tidak mas, aku hanya kelilipan." Karina mengusap sudut matanya dengan telapak tangan.
"Lalu? kenapa kau masih duduk? sebentar lagi orangtuaku datang. Apa kau sudah mempersiapkan semuanya?" tanya Pramudya.
Karina berdiri menatap ke arah Pramudya. "Sudah mas, semua sudah selesai."
"Oke, aku mau istirahat sebentar."
Karina menganggukkan kepalanya, lalu melangkahkan kakinya keluar kamar, meninggalkan Pramudilya di kamar. Ia terus berjalan menuju dapur dan kembali melanjutkan pekerjaan yang memang sudah tidak ada lagi pekerjaan. Namun Pramudya kerap kali marah jika Karina banyak berdiam diri. Ada rasa bosan di hati Karina. Ia ingin kembali bekerja meski sekedar untuk membunuh kebosanannya di rumah.
Cinta yang dulu di agungkan Pramudya perlahan memudar, Karina berpikir itu bukanlah Cinta. Seharusnya Cinta itu membebaskan tanpa syarat, tanpa alasan. Seperti udara tanpa memilih siapa dan di mana. Udara tetap memberi tanpa mengharap imbalan. Cinta menyiratkan kebebasan besar, bukan untuk melakukan apa yang tidak di suka dan menekannya untuk suka.
"Ya Rabb, sampai kapan sandiwara ini akan berakhir," gumam Karina pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
yah bgt la klu suami sudah nikung kita dandan dan sempurna juga masih gk dipandang lagi olehnya..
klu gk bisa bertahan lebih baik mundur daripada depresi..
2022-04-29
0
Inonk_ordinary
Pram takut ketauan aja, makanya karima dkurung
2022-03-09
0
Putraa Siktuss
suami kek
bgtu
tempat yg pas buat dia d tong sampah
2022-01-27
0