Penjara Suci

Penjara Suci

PS 1 - Di Balik Jendela

Pagi cerah yang tak pernah datang, kini benar-benar hanya harapan kosong milik seorang Anindya Athaya Zahran, yang tidak lain adalah diriku sendiri. Namaku begitu islami namun pada kenyataanya bertolak belakang dengan kelakuanku. Aku sadar semua yang aku lakukan hanya untuk mencari perhatian kedua orangtuaku yang terus membangga-banggakan kakakku, Mawaddatul Ulfa.

Aku hanya bisa memandang dari jendela kamar baruku. Sebuah kamar yang berpenghuni 28 orang yang sangat asing di mataku. Kini mataku terus tertuju pada Alpard milik papa yang terus melaju tanpa berhenti atau menoleh kearahku. Air matakupun menetes.

Kalian tega! Kenapa harus dibuang ke pesantren kalo udah capek ngurusin Nindy? Kenapa enggak dibunuh sekalian aja?! Biar kalian lebih puas nikmatin hidup tanpa perusuh kayak Nindy! -Bathinku terus berteriak.

Aku merasakan air mataku kembali menetes. Namun, aku buru-buru mengusapnya. Tak ada yang boleh melihat air mataku. Karena aku bukanlah gadis cengeng yang suka memamerkan air mata di hadapan orang-orang. Aku muak.

Tiba-tiba ada yang menepuk bahuku, akupun menoleh. Ternyata ia seorang gadis cantik seumuran denganku. Kini pakaian kami begitu kontras, aku yang memakai baju serba ketat tanpa kerudung dan dia sebaliknya. Aku menatapnya, bertanya ada apa lewat mataku yang angkuh ini. Dia tersenyum.

“Mbak, e-e anu, apa ya? itu kenalin toh, iku apa yah? Nama aku Siti Farhana, panggilnya Farha saja,” ucapnya begitu sopan dan ramah. Suaranya begitu medok, terlihat kesulitan berbahasa Indonesia. Dia mengulurkan tangan. Aku menyilangkan tangan di dada, menilainya dari atas sampai bawah lewat mataku. Lalu memutuskan pergi, tanpa balas menjabat tangannya.

“Nindy.” kataku langsung keluar kamar. Penghuni kamar lain terlihat terkejut melihat aksiku yang memang tidak sopan, tapi aku tidak peduli. Aku ingin pergi!

***

...Flashback...

“Ya Allah, Nindy, kamu buat onar apa lagi sih, sampai-sampai kamu hampir dikeluarkan seperti ini? Kamu itu harusnya bisa contoh kakak kamu, dia nggak pernah bikin kepala Mama pusing!” kata Mama, yang selalu membandingkan aku dengan Kak Ulfa.

“Aku bukan Kak Ulfa, Mah.” kataku malas. Aku tau semua ucapanku tak akan menang melawan Mama. Sebab, tiap kali aku membantah Mama justru akan menjadi-jadi.

“Kali ini kamu sudah keterlaluan! Kelakuan kamu seperti preman. Dimana fikiran kamu sampai berkelahi sama anak laki-laki? Yang benar saja kamu! Pokoknya besok ikut mama ke pesantren!” teriak Mama. Bahunya naik turun. Aku tahu beliau marah.

“Kenapa harus masuk pesantren, Mah?” cicitku. Pesantren. Membayangkannya saja sudah membuatku ingin terjun bebas.

“Mama sudah nggak sanggup mengurus kamu, Mama nggak kuat!” teriak Mama.

Rasanya begitu menyakitkan mendengar kalimat terakhir Mama, bahkan lebih sakit dari saat beliau membandingkan aku dengan Kak Ulfa. Baiklah, aku memang susah diatur dan terus membuat masalah, namun aku memiliki alasan. Bila saja mama mau mendengarkan, rasanya ingin kukatakan kalau aku lelah hidup dalam bayang-bayang Kak Ulfa.

Dulu aku sempat berubah. Nilaiku begitu baik, bahkan aku mendapatkan juara 1 di kelas. Namun, semuanya tak berarti apa-apa. Di hari aku mendapatkannya tak kudapatkan kedua orang tuaku memuji. Bahkan, yang membuatku sakit adalah beliau justru menyanjung kakakku, dengan dalih semua pencapaianku merupakan buah hasil dari kerja keras kakakku. Padahal, dalam kenyataannya, tak pernah seharipun aku diajari oleh Kak Ulfa. Saat itu, dengan perasaan marah, aku menjelaskan hal tersebut kepada orangtuaku, hanya saja suaraku dianggap angin lalu. Papa hanya mengibaskan tangan, sedangkan Mama dan Kak Ulfa pura-pura tak mendengar dengan menyibukkan diri dengan hal-hal yang tak penting.

“Kalo Mama gak kuat, kenapa gak bunuh Nindy aja sekalian, Mah?” kataku, kesal.

PLAKKKK! Satu tamparan mendarat di pipiku.

Satu butir air mata turun dari mataku. Ini kali pertama aku merasakan tamparan, terlebih tamparan mama yang tak pernah main tangan kepada siapapun. Kini aku sadar, tamparan itu merupakan bukti pelepasan, untuk melepaskan sesuatu yang tak pernah dianggap berguna, juga untuk menujukkan bahwa tak ada yang mengharapkan keberadaanku sejak aku lahir.

“Maafkan Mama sayang, Mama..” kata Mama. Aku tidak mau mendengar suara Mama lagi. Aku pun berlari ke kamar. Lalu mengunci pintu.

Keesokkan harinya aku bangun pagi, mandi pagi, dan bertekad untuk pergi dari rumah. Aku sudah berfikir semalaman, tamparan itu begitu menyakiti ulu hatiku, hingga aku sadar hanya Kak Ulfa anak Mama dan Papa, bukan aku. Tadinya aku ingin mencoba bunuh diri di kamar ini namun rasanya aku tidak sudi meninggal di rumah ini. Hatiku begitu sakit, dan aku hanya butuh pergi saat aku pergi nanti, aku akan bebas melakukan hal apapun, termasuk mengakhiri hidupku dengan tenang.

Aku mengangkat tangan kananku, lalu ku amati gelang perak pemberian sahabatku dulu, aku menciumnya dalam. Dalam hidup, aku hanya memiliki satu orang yang benar-benar tulus menyayangiku dan mau mendengarkan keluh kesahku, dia adalah sahabatku, pemberi gelang perak itu.

Aku menggunakan celana jeans, dengan kaos panjang yang juga hitam. Tema bajuku kali ini hitam-hitam, aku tidak peduli. Karena hidupku juga sudah ditakdirkan kelam sejak aku dilahirkan.

Kamarku tidak memiliki jendela. Jadi untuk keluar rumah aku harus melewati pintu. Aku mengatur nafasku, lalu membuka pintu. Tepat ketika pintu dibuka, kudapati Kak Ulfa sedang berdiri di sana. Aku menabrakkan bahuku ke bahunya lalu berjalan melewatinya begitu saja,

“Nindy!” teriak Papa geram dengan kelakuanku.

Papa menarikku ke meja makan. Di sana sudah ada Mama yang kutau terus menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Kami semua makan dalam diam. Aku hanya memakan asal-asalan nasi goreng yang ada di hadapanku. Aku memang tak bisa langsung pergi begitu saja meninggalkan rumah, namun biarlah, kuanggap ini sebagai salam perpisahan.

“Hari ini, kamu, Papa antar ke pesantren.” kata Papa, membuka percakapan.

Aku hanya diam. Bukan berarti aku tidak terkejut. Jujur, dalam hati aku sangat terkejut, namun aku rasa tak ada gunanya. Lagi pula cepat atau lambat ini semua akan terjadi. Papa mengulangi kata-katanya lagi. Dan aku lagi-lagi diam, acuh tak acuh dengan kata-kata beliau, sambil terus menikmati makanan yang selalu hambar setiap tersaji di ruang makan.

“Kenapa hanya diam? Kamu tidak punya mulut?” tanya Papa dengan sarkas, nadanya begitu tinggi. Dalam hati aku ingin sekali menangis. Tapi aku masih bisa menahannya. Bagiku, rasa sakit sudah menjadi makananku sehari-hari di rumah ini, jadi untuk apa lagi aku menangis? Aku masih diam, sambil mengaduk-ngaduk nasi goreng dengan fikiran kalut.

BRAKKK! Papa melemparkan nasi gorengku ke lantai.

Aku hanya menatap nasi goreng itu dengan tatapan nanar, kini nasi goreng itu sama seperti hatiku, hancur berantakan. Aku masih diam. Aku tau Papa marah. Dan ini juga hal yang pertama kali Papa lakukan padaku. Ternyata Papa juga sudah berubah sama seperti Mama. Lengkaplah sudah.

Aku tersenyum miris dalam hati.

Aku masih diam. Tak ada yang dapat aku sampaikan. Kulirik Kak Ulfa sekilas, dia diam saja di tempatnya. Sungguh, di saat-saat seperti ini aku sangat iri kepada teman-temanku yang terus menceritakan kebaikan kakak-kakaknya yang selalu membelanya bahkan ketika temanku itu melakukan sebuah kesalahan. Aku memiliki kakak, namun aku tak pernah merasa memilikinya.

“Ayo kita ke pesantren sekarang! Papa sudah benar-benar muak melihat tingkahmu.” kata Papa. Kali ini beliau menyeretku keluar. Mama dan kakakku mengikuti kami dari belakang. Aku sempat melirik kakakku yang sedang mencari perhatian kepada mamaku untuk menenangkan beliau yang sedang menangis.

Lagi-lagi aku tersenyum miris. Aku memang tidak jadi kabur, tak juga bunuh diri. Tapi kalau di pesantren nanti, aku yakin, aku bisa dengan mudah mengakhiri hidup.

Sudah 10 jam mobil melaju. Selama perjalanan, tak ada yang membuka suara. Papa dan Mama yang duduk di depan bungkam, Kak Ulfa yang berada di bangku tengah pun bungkam, dan aku yang duduk dibelakang juga melakukan hal yang sama.

Aku melirik gelang perak di tangan kananku lagi. Meski tak tau akan dibawa ke pesantren mana, selama bisa bersama gelang ini, aku tak apa. Bersama gelang ini aku selalu berasa dilindungi. Lama-lama aku ingin cepat sampai dan cepat mengakhiri hidup.

Tak lama kemudian kami semua sampai di halaman sebuah Masjid. Dari spanduk yang terpampang dikanan dan kiri jalan, aku tahu nama pesantren ini adalah Al-Hikmah. Dari percakapan Papa dan Mama, kami akan mendatangi Sang Kyai pemilik sekaligus pengurus pondok pesantren ini. Setelah keluar dari mobil, Mama memakaikanku kerudung asal-asalan. Aku masih diam, tak peduli.

Kemudian, kamipun masuk ke rumah Sang Kyai. Ternyata ini adalah salah satu prosedur untuk masuk pesantren, yakni penyerahan calon santri kepada Sang Kyai. Setelah acara penyerahan aku kepada Sang Kyai. Beliau menyuruh asisten memanggil santri putri untuk mengantarkanku ke kamar pondok putri. Aku masih diam. Diam seribu bahasa. Di kamar, Mama mengenalkan namaku ‘Nindy’ karena aku masih diam. Setelah itu kedua orang tua dan kakakku dengan kejam meninggalkanku. Di sini. Di tempat asing. Benar-benar asing.

Terpopuler

Comments

Momy Haikal

Momy Haikal

baca lagi yg ke tiga kalinya

2023-01-07

0

hasanah ruby

hasanah ruby

👍🏻👍🏻

2022-12-23

0

Resta borneng ( moms Alice)

Resta borneng ( moms Alice)

😇🤗

2022-12-18

1

lihat semua
Episodes
1 PS 1 - Di Balik Jendela
2 PS 2 - Salah Sasaran
3 PS 3 - Pengaduan
4 PS 4 - Tragedi Saling Siram
5 PS 5 - Tingkah Aneh Farha
6 PS 6 - Pertama Kali Mengaji
7 PS 7 - Antre Telepon
8 PS 8 - Pingsan Pembawa Harap
9 PS 9 - Suara Laknat
10 PS 10 - Murah Betul
11 PS 11 - Pingsan Lagi
12 PS 12 - Hadiah untuk Mama
13 PS 13 - Mencari Gus Faiz
14 PS 14 - Mata Pisau
15 PS 15 - Mengorek Informasi dari Farha
16 PS 16 - Gus Faiz Lovers
17 PS 17 - Rembulan
18 PS 18 - Syarat Mustahil
19 PS 19 - Awal yang Baru
20 PS 20 - Sedikit Perubahan
21 PS 21 - Gengsi Tingkat Dewa
22 PS 22 - Proses Menahan
23 PS 23 - Salah Paham
24 PS 24 - Hukuman
25 PS 25 - Pascahukuman
26 PS 26 - Pertemuan
27 PS 27 - Pipi Merah Arum
28 PS 28 - Obat Terjaga
29 PS 29 - Pemilik Suara Merdu
30 PS 30 - Si Santri Menyebalkan
31 PS 31 - Isi Surat
32 PS 32 - Dilema
33 PS 33 - Klarifikasi
34 PS 34 - Sosok Misterius
35 PS 35 - Janji Aaron
36 PS 36 - Bayangan Ilham 1
37 PS 37 - Bayangan Ilham 2
38 PS 38 - Bayangan Ilham 3
39 PS 39 - Diam Tetap Lebih Baik
40 PS 40 - Hilangnya Uang Supri
41 PS 41 - Pahlawan Kesiangan
42 PS 42 - Gagal Bertemu Aaron
43 PS 43 - Sidang
44 PS 44 - Mimpi
45 PS 45 - Pencarian
46 PS 46 - Sidang Kedua
47 PS 47 - Pembelaan Kak Ulfa
48 PS 48 - Balok
49 PS 49 - Menahan Senyum
50 PS 50 - Dokter Spesial
51 PS 51 - Persiapan
52 PS 52 - Awal Perjalanan
53 PS 53 - Identitas Aaron
54 PS 54 - Stasiun
55 PS 55 - Tempat Sembunyi
56 PS 56 - Taman Lampion
57 PS 57 - Jalan Terbaik
58 PS 58 - Ketenangan Sesaat
59 PS 59 - Mendapatkan Ingatan
60 PS 60 - Kebenaran
61 PS 61 - Saling Memaafkan
62 PS 62 - Mia
63 PS 63 - Surat dari Aaron
64 PS 64 - Kepergian Gus Faiz
65 PS 65 - Masalah Terakhir di Pondok
66 PS 66 - Hari Kelulusan
67 PS 67 - Perpisahan
68 PS 68 - Lamaran
69 PS 69 - Persiapan
70 PS 70 - Kebahagiaan
71 PS 71 - EPISODE SPESIAL TERAKHIR
72 PENGUMUMAN
73 BEYOND BLASSED
74 PS2. 1 – Pengantin Baru
75 PS2. 2 – Ponsel
76 PS2. 3 - Tiga Alasan
77 PS2. 4 - Masak Memasak
78 PS2. 5 – Nasihat Sebelum Menikah
79 PS2. 6 - Menikahi Bidadari
80 PS2. 7 - Tempat Hatiku Bermuara
81 PS2. 8 - Menata Masa Depan
82 PS2. 9 - Pertemuan Tak Terduga
83 PS2. 10 - Diorama
84 PS2. 11 - Salah Paham
85 PS2. 12 - Rahasia Kak Ulfa
86 PS2. 13 – Rumah Baru
87 PS2. 14 - Isi Percakapan
88 PS2. 15 - Sarapan untuk Suami
89 PS2. 16 - Begitu Sempit
90 PS2. 17 – Serpihan Masa Lalu
91 PS2. 18 - Sang Penggoda
92 PS2. 19 - Akal Bulus Tak Berujung Baik
93 PS2. 20 - Semanis Ingatan Kita 1
94 PS2. 21 - Rencana Tanpa Persiapan
95 PS2. 22 - Katidaksengajaan yang Menyebalkan
96 PS2. 23 - Semanis Gula
97 PS2. 24 - Perjalanan Panjang
98 PS2. 25 - Pertemuan Tak Terduga
99 PS2. 26 - Meledak
100 PS2. 27 - Awal Besar Sebuah Dendam
101 PS2. 28 - Trauma Rumah Sakit
102 PS2. 29 - Berdamai dengan Masa Lalu
103 PS2. 30 - Kesembuhan Marsya
104 PS2. 31 - Di Balik Pernikahan Farha
105 PS2. 32 - Pertemuan Pertama dengan Farha
106 PS2. 33 - Kejahatan yang Tertanam
107 PS. 34 - Dalang Sabotase
108 PS2. 35 - Mual yang Aneh
109 PS2. 36 - Kabar Gembira
110 PS2. 37 - Rahasia Umum
111 PS2. 38 - Akulah Tungku Tanpa Api
112 PS2. 39 - Keberanian yang Ntah datang dari Mana
113 PS2 40 - Pancingan Berbisa
114 PS2 41 - Penjemputan Secara Paksa
115 PS2 42 - Pulang dan Kembali
116 PS2 43 - Farha yang Malang
117 PS2 44 - Keromantisan Si Balok Es
118 PS2 45 - Haidar, Ghifari, dan Zahra
119 PS2 46 - Singa Betina
120 PS2 47 - Keajaiban Sebuah Ketulusan
121 PS2 48 - Salah Sangka
122 PS2 49 - Dia adalah Suamiku
123 PS2 50 - Terbang ke Angkasa
124 PS2. 51 - Permohonan Maaf Kak Ulfa
125 PS2. 52 - Kedatangan Anak Bi Darsih
126 PS2 53 - Mendadak Reuni
127 PS2. 54 - Kembali Bersama
128 PS2. 55 - Kejujuran Arum
129 PS2. 56 - Bersama Marsya
130 PS2. 57 - Firasat Buruk Tak Berarti
131 PS2. 58 - Kecurigaan
132 PS2. 59 – Pilihan yang Buruk
133 PS2. 60 - Kelahiran
134 PS2. 61 - Kelahiran Haidar
135 PS2 62 – Kembali ke Rumah Mama
136 PS2 63 – Pernikahan Kak Ulfa
137 PS2. 64 - Pertengkaran Kecil
138 PS2 65 – Marsya dan Haidar
139 PS2 66 - Ulang Tahun Haidar
140 PS2. 67 - Kemunafikan
141 PS2 68 - Kebenaran yang Menyesakkan
142 PS2 69 - Ternoda
143 PS2 70 - Ingatan Kosong
144 PS2 71 - Memori yang Kembali
145 PS2 72 - Episode Terakhir
Episodes

Updated 145 Episodes

1
PS 1 - Di Balik Jendela
2
PS 2 - Salah Sasaran
3
PS 3 - Pengaduan
4
PS 4 - Tragedi Saling Siram
5
PS 5 - Tingkah Aneh Farha
6
PS 6 - Pertama Kali Mengaji
7
PS 7 - Antre Telepon
8
PS 8 - Pingsan Pembawa Harap
9
PS 9 - Suara Laknat
10
PS 10 - Murah Betul
11
PS 11 - Pingsan Lagi
12
PS 12 - Hadiah untuk Mama
13
PS 13 - Mencari Gus Faiz
14
PS 14 - Mata Pisau
15
PS 15 - Mengorek Informasi dari Farha
16
PS 16 - Gus Faiz Lovers
17
PS 17 - Rembulan
18
PS 18 - Syarat Mustahil
19
PS 19 - Awal yang Baru
20
PS 20 - Sedikit Perubahan
21
PS 21 - Gengsi Tingkat Dewa
22
PS 22 - Proses Menahan
23
PS 23 - Salah Paham
24
PS 24 - Hukuman
25
PS 25 - Pascahukuman
26
PS 26 - Pertemuan
27
PS 27 - Pipi Merah Arum
28
PS 28 - Obat Terjaga
29
PS 29 - Pemilik Suara Merdu
30
PS 30 - Si Santri Menyebalkan
31
PS 31 - Isi Surat
32
PS 32 - Dilema
33
PS 33 - Klarifikasi
34
PS 34 - Sosok Misterius
35
PS 35 - Janji Aaron
36
PS 36 - Bayangan Ilham 1
37
PS 37 - Bayangan Ilham 2
38
PS 38 - Bayangan Ilham 3
39
PS 39 - Diam Tetap Lebih Baik
40
PS 40 - Hilangnya Uang Supri
41
PS 41 - Pahlawan Kesiangan
42
PS 42 - Gagal Bertemu Aaron
43
PS 43 - Sidang
44
PS 44 - Mimpi
45
PS 45 - Pencarian
46
PS 46 - Sidang Kedua
47
PS 47 - Pembelaan Kak Ulfa
48
PS 48 - Balok
49
PS 49 - Menahan Senyum
50
PS 50 - Dokter Spesial
51
PS 51 - Persiapan
52
PS 52 - Awal Perjalanan
53
PS 53 - Identitas Aaron
54
PS 54 - Stasiun
55
PS 55 - Tempat Sembunyi
56
PS 56 - Taman Lampion
57
PS 57 - Jalan Terbaik
58
PS 58 - Ketenangan Sesaat
59
PS 59 - Mendapatkan Ingatan
60
PS 60 - Kebenaran
61
PS 61 - Saling Memaafkan
62
PS 62 - Mia
63
PS 63 - Surat dari Aaron
64
PS 64 - Kepergian Gus Faiz
65
PS 65 - Masalah Terakhir di Pondok
66
PS 66 - Hari Kelulusan
67
PS 67 - Perpisahan
68
PS 68 - Lamaran
69
PS 69 - Persiapan
70
PS 70 - Kebahagiaan
71
PS 71 - EPISODE SPESIAL TERAKHIR
72
PENGUMUMAN
73
BEYOND BLASSED
74
PS2. 1 – Pengantin Baru
75
PS2. 2 – Ponsel
76
PS2. 3 - Tiga Alasan
77
PS2. 4 - Masak Memasak
78
PS2. 5 – Nasihat Sebelum Menikah
79
PS2. 6 - Menikahi Bidadari
80
PS2. 7 - Tempat Hatiku Bermuara
81
PS2. 8 - Menata Masa Depan
82
PS2. 9 - Pertemuan Tak Terduga
83
PS2. 10 - Diorama
84
PS2. 11 - Salah Paham
85
PS2. 12 - Rahasia Kak Ulfa
86
PS2. 13 – Rumah Baru
87
PS2. 14 - Isi Percakapan
88
PS2. 15 - Sarapan untuk Suami
89
PS2. 16 - Begitu Sempit
90
PS2. 17 – Serpihan Masa Lalu
91
PS2. 18 - Sang Penggoda
92
PS2. 19 - Akal Bulus Tak Berujung Baik
93
PS2. 20 - Semanis Ingatan Kita 1
94
PS2. 21 - Rencana Tanpa Persiapan
95
PS2. 22 - Katidaksengajaan yang Menyebalkan
96
PS2. 23 - Semanis Gula
97
PS2. 24 - Perjalanan Panjang
98
PS2. 25 - Pertemuan Tak Terduga
99
PS2. 26 - Meledak
100
PS2. 27 - Awal Besar Sebuah Dendam
101
PS2. 28 - Trauma Rumah Sakit
102
PS2. 29 - Berdamai dengan Masa Lalu
103
PS2. 30 - Kesembuhan Marsya
104
PS2. 31 - Di Balik Pernikahan Farha
105
PS2. 32 - Pertemuan Pertama dengan Farha
106
PS2. 33 - Kejahatan yang Tertanam
107
PS. 34 - Dalang Sabotase
108
PS2. 35 - Mual yang Aneh
109
PS2. 36 - Kabar Gembira
110
PS2. 37 - Rahasia Umum
111
PS2. 38 - Akulah Tungku Tanpa Api
112
PS2. 39 - Keberanian yang Ntah datang dari Mana
113
PS2 40 - Pancingan Berbisa
114
PS2 41 - Penjemputan Secara Paksa
115
PS2 42 - Pulang dan Kembali
116
PS2 43 - Farha yang Malang
117
PS2 44 - Keromantisan Si Balok Es
118
PS2 45 - Haidar, Ghifari, dan Zahra
119
PS2 46 - Singa Betina
120
PS2 47 - Keajaiban Sebuah Ketulusan
121
PS2 48 - Salah Sangka
122
PS2 49 - Dia adalah Suamiku
123
PS2 50 - Terbang ke Angkasa
124
PS2. 51 - Permohonan Maaf Kak Ulfa
125
PS2. 52 - Kedatangan Anak Bi Darsih
126
PS2 53 - Mendadak Reuni
127
PS2. 54 - Kembali Bersama
128
PS2. 55 - Kejujuran Arum
129
PS2. 56 - Bersama Marsya
130
PS2. 57 - Firasat Buruk Tak Berarti
131
PS2. 58 - Kecurigaan
132
PS2. 59 – Pilihan yang Buruk
133
PS2. 60 - Kelahiran
134
PS2. 61 - Kelahiran Haidar
135
PS2 62 – Kembali ke Rumah Mama
136
PS2 63 – Pernikahan Kak Ulfa
137
PS2. 64 - Pertengkaran Kecil
138
PS2 65 – Marsya dan Haidar
139
PS2 66 - Ulang Tahun Haidar
140
PS2. 67 - Kemunafikan
141
PS2 68 - Kebenaran yang Menyesakkan
142
PS2 69 - Ternoda
143
PS2 70 - Ingatan Kosong
144
PS2 71 - Memori yang Kembali
145
PS2 72 - Episode Terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!