TERJEBAK Dalam PERNIKAHAN SEMU
Suasana pagi di desa membawa kesejukan bagi siapa saja yang merasakannya. Kokok ayam jantan, embikan kambing, lenguhan sapi, dan desiran angin lembut ditambah lagi kabut tipis yang mulai memudar terkena hangatnya matahari. Siapa yang tidak betah dan nyaman dengan suasana desa seperti ini.
Tapi di balik keindahan dan keasrian suasana tersebut, ada seorang gadis yang sedang kepayahan. Badannya sudah bermandi keringat sejak pagi sekali. Dia sedang bergulat dengan pekerjaan kasarnya mencetak batu bata dan menyusunnya rapi di sebuah lio.
Ninu Agustina, nama gadis itu sudah terbiasa dengan pekerjaan kasar. Kulitnya kecoklatan, mungkin karena sering terjemur sinar matahari, rambut ikalnya diikat sembarang, wajahnya lugu tapi manis. Di usia belianya dia sudah harus berjuang untuk menafkahi ibunya yang sakit dan adiknya yang masih duduk di sekolah dasar.
Ya, 3 tahun yang lalu ayahnya meninggal karena jatuh dari pohon nangka saat dia memangkas dahan pohon itu. Waktu itu, seorang tetangga meminta bantuan ayahnya untuk memotong dahan pohon nangka miliknya karena sudah menyentuh kabel listrik. Ayah Ninu yang kerja serabutan dengan senang hati melakukannya, lumayanlah upahnya bisa buat tambah-tambah beli ikan asin buat makan. Tapi naas, belum juga dahan pohon itu lepas ayah Ninu terpeleset dan jatuh dengan posisi punggung beradu tanah dengan keras. Tidak perlu menunggu lama, dia menghembuskan nafas sebelum sempat dibawa ke puskesmas.
Ibunya yang sejak lama sudah sakit-sakitan memaksa Ninu memasang badan menjadi tulang punggung keluarga. Dia tidak mungkin harus mengandalkan adik perempuannya yang sekarang masih kelas 6 SD.
Setiap hari Ninu bergerilya bekerja dari satu rumah ke rumah lainnya, sekedar mencucikan baju, membereskan rumah, membersihkan kebun, atau apa saja yang sekiranya dapat dia lakukan. Tapi sebelum itu, setiap pagi Ninu bekerja di lio membuat batu bata sampai jam 10 pagi.
Lelah yang didapat kadang tidak sebanding dengan upah yang diterima, tapi itu tidak membuat Ninu putus asa. Hanya kadang dia merenung, akan sampai kapan dia menjalani rutinitas seperti ini. Tidak akan membawa pada perubahan hidup yang berarti. Sedangkan dia punya cita-cita ingin sekolah, ingin pandai, dan ingin hidup berkecukupan, membawa ibunya berobat, dan menyekolahkan adiknya hingga sukses.
⚘
Jam 4 pagi Ninu sudah terbangun. Matanya mengerjap-ngerjap sambil mengumpulkan nyawa. Walaupun tidur di kasur yang lepek dan keras tapi lelahnya sepanjang hari membuat dia bisa tidur nyenyak setiap malam.
Setelah kesadarannya kumpul, dia bangkit dan segera menuju kamar mandi yang ada di samping rumahnya. Tidak berlama-lama di kamar mandi, Ninu segera masuk kembali, tujuannya sekarang adalah dapur. Menyalakan kompor, menanak nasi, mendidihkan air, dan mebuat bubur untuk ibunya.
Ninu menarik napas dalam ketika dia lihat beras di periuk hanya cukup untuk hari ini. Itu artinya hari ini dia harus dapat uang untuk membeli beras. Padahal tadinya kalau dia dapat uang dia ingin membelikan sepatu untuk Ima adiknya. Sudah lama Ima memakai sepatu bekas pemberian Bi Tati adik ayahnya yang tinggal di kampung sebelah, yang sekarang sudah bolong di beberapa tempat. Sungguh sudah tidak layak pakai. Tapi ya sudahlah mau bagaimana lagi urusan perut selalu bisa mengalahkan apapun.
"Teh Ninu sudah bangun?" Sapa Ima yang tiba - tiba sudah berdiri di dekat pintu dapur.
"Eh kamu sudah bangun Ma" jawab Ninu "Ke air sana terus bantu teteh nyapu" perintah Ninu.
"Iya teh" turut Ima dan langsung keluar menuju kamar mandi.
Sekira jam 5 semua urusan dapur sudah beres. Ninu segera menghampiri ibunya yang terbaring di tempat tidur kayu di kamarnya.
"Bu, ibu sudah bangun?" Tanya Ninu ketika melihat ibunya yang sudah membuka mata.
"Ninu..." suara lemah ibunya menyapa "ibu mau ke air nak"
"Ayo bu Ninu bantu"
"Maaf ya ibu selalu merepotkanmu dan Ima" suara sedih ibunya tak membuat Ninu menghentikan gerakannya memapah ibu ke pancuran
"Tidak apa- apa bu, sudah kewajiban Ninu" jawabnya lembut.
Kembali dari kamar mandi, Ninu mendudukkan ibunya di kursi kayu depan meja makan. Melap tubuh ibunya dengan air hangat, menyisir rambut dan mengikatnya, kemudian dia menyiapkan bubur dan goreng tahu untuk sarapan ibu, sedangkan untuk Ima sarapan nasi dan goreng tahu.
Mereka sudah terbiasa sarapan sebelum jam 6 pagi karena Ninu harus berangkat ke lio jam 6 begitu juga Ima. Jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 30 - 40 menit. Ibu akan sendiri di rumah sampai Ima pulang sekitar jam 12 siang. Setelah itu Ima bertanggung jawab untuk menemani dan mengurus ibu, sedangkan Ninu akan pulang sore hari setelah bekerja di beberapa tempat. Biasanya Ninu akan pulang dengan wajah lelah tapi sumringah, apalagi kalau banyak yang nyuruh dia kerja otomatis akan lumayan juga uang yang didapatnya.
Begitulah rutinitas yang dilakukan Ninu dan Ima setiap hari. Lelah memang tapi tidak bisa protes. Memang inilah jalan hidup yang harus dilaluinya. Sampai kapan? Sampai mereka berani keluar dari zona itu.
⚘
"Bu Ninu berangkat ke lio ya" kata Ninu sambil menyentuh tangan ibunya. "Ima nanti sebelum berangkat jangan lupa bawa ibu duduk di bale terus kunci pintu dapur ya"
"Iya teh, siap" jawab Ima semangat sambil nyengir. Ninu tersenyum melihat adik semata wayangnya itu. Tak terlukiskan rasa sayangnya pada Ima dan ibu yang membuatnya mau melakukan kerja kasar demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.
⚘⚘⚘⚘
Hai readers jumpa lagi dengan karyaku sebagai pengganti dari cerita terdahulu.
Selamat menikmati. Ditunggu supportnya 😍🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Devia Ratna
bagus
2023-01-16
0
.
aku mampir disini thor❤️❤️❤️❤️❤️
2022-09-27
0
🐝⃞⃟𝕾𝕳𝕸𝖗𝕼𝖎𝖚𝖖𝖎𝖚⚔️⃠
mampir bentar thor
2022-09-13
0