BERTEMU TEMAN LAMA

Setelah selesai dengan pekerjaan di lio, kini Ninu sedang berjalan menuju rumah bu Komar. Kemarin ketika dia sedang berjalan pulang setelah menyelesaikan pekerjaan terakhirnya Ninu bertemu dengan bu Komar. Dia bilang butuh bantuan Nina untuk bantu-bantu masak karena anaknya yang kuliah di Bandung akan pulang. Bu Komar berencana mengadakan acara makan-makan dengan keluarga besarnya. Tentu saja tawaran itu disambut gembira oleh Ninu karena itu artinya dia akan dapat upah dan makanan gratis untuk ibu dan adiknya.

“Hei.. kamu Ninu ya?” tiba-tiba ada suara menyapanya. Ninu yang sedari tadi fokus berjalan dan membayangkan makanan segera celingukan mencari sumber suara.

“Kok sekarang kamu beda banget” lanjut suara itu

“Eh,, kamu Agis? Waah…kamu tambah cantik aja Gis “ jawab Ninu setelah tahu siapa yang menyapanya.

“Iya dong, orang kota” seru Agis sambil bergaya “Kamu kok tambah item aja Nin?” matanya menyelidik menyusuri wajah Ninu yang sedikit berkeringat.

“Jangan gitu Gis, aku kan kerja serabutan sekarang. Sejak ayahku meninggal” jawab Ninu sedih.

“Oh ya? Aku gakk tau ayahmu sudah meninggal. Aku turut berduka ya Nin. Kapan itu?” nada terkejut tampak sekali dari kata-kata Agis.

“Kamu kelamaan sih di kota, gak inget pulang ke kampung” jawab Ninu mencoba melupakan kesedihan yang tiba-tiba muncul mengingat ayahnya.

“Ya… aku mau apa sering-sering pulang ke sini Nin, aku kan sudah kerja tetap di kota dan orangtuaku sudah kubawa pindah juga” jelas Agis.

“Terus, sekarang kamu ada keperluan apa pulang?” tanya Ninu penasaran.

“hei… Dinda anak bu Komar itu kan teman kita Nin. Kamu tau, dia akan bertunangan besok dengan atasanku” jawab Agis.

Oh… aku baru tau kalau Dinda akan bertunangan, dapat bos pula, gumam Ninu.

“Kamu buru-buru gak Nin? Kita minum es dawet dulu yuk di warungnya mang Toha” ajak Agis

“Gak buru-buru sih. Tapi…” ragu Ninu melanjutkan ucapannya.

“Tapi apa? tapi gak punya uang? Tenang aja aku yang bayar” Agis menyeringai mengerti maksud Ninu.

“Sekarang kamu kerja dimana?” tanya Ninu setelah mereka duduk di bangku panjang depan gerobak es dawet mang Toha.

“Aku kerja di pabrik sepatu Nin, di bagian produksi. Lumayanlah ijazah SMA ku berguna. Walaupun cuma pegawai biasa tapi aku bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Asal jangan boros dan rajin lembur” jawab Agis “Kalau kamu bagaimana, apa yang kamu lakukan sekarang?”

“Sejak ayah meninggal aku berhenti sekolah Gis. Aku kerja di lio milik pak haji Mansur dari jam 6 pagi sampai jam 10. Setelah itu aku kerja serabutan. Nyuci baju, jemur padi, bersihin kebon atau yang lainnya” jawab Ninu pelan. Tidak ada kebanggaan dalam suaranya.

“Pantes kamu sekarang jadi item. Dan …bauu” bisik Agis lalu terkekeh.

Nina mencubit tangan Agis “Kamu tuh …”

“Kenapa kamu gak nikah aja Nin, biar gak cape sendiri?”

“Nikah sama siapa? gak ada yang mau. Kalaupun ada paling tukang kebo, gak akan membawa perubahan. Bakalan tetap susah” jawab Ninu menghela nafas panjang.

Agis yang mendengarkan merenung sejenak. Ada rasa kasihan melihat keadaan temannya ini. Dulu waktu sama-sama sekolah Ninu adalah anak yang cukup pintar dan ceria. Tapi sekarang dia seperti menua sebelum waktunya.

“Bagaimana kalau ikut aku kerja di kota?” tanya Agis bersemangat.

“Kerja apa? aku kan cuma tamatan SMP” jawab Ninu.

“Nanti aku cari informasi lowongan kerja buat kamu. Tapi kamu harus mau dulu. Jangan sampai aku cape-cape cari lowongan kerja eh kamunya gak mau, kan percuma”

“Kerja di kota banyak macamnya Nin, asal kita mau dan rajin apapun bisa jadi uang. Contohnya aku, sambil kerja aku juga jualan pulsa, ibuku bikin gorengan yang aku titipkan di kantin pabrik. Lumayanlah buat nambah-nambah penghasilan” terang Agis. “Pengeluaran juga bisa kita tekan asal mau hidup sederhana” tambahnya.

Ninu mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Sejak pertemuannya dengan Agis hati Ninu mulai bimbang. Memang sudah lama dia merasa jenuh dengan kehidupannya yang monoton, dan menurutnya tidak akan pernah berakhir sampai kapanpun. Sudah 3 tahun dia banting tulang bekerja dari pagi sampai sore dengan penghasilan yang pas-pasan. Dia ingin berubah, ingin hidup lebih baik. Apalagi kalau melihat ibunya yang lemah dan adiknya yang harus hidup serba kekurangan. Belum lagi kalau Ninu bercermin memandang wajah dan tubuhnya, dia tidak seperti gadis remaja berusia 19 tahun, tapi lebih mirip seperti wanita dewasa yang penuh beban dan tekanan. Sangat beda dengan Agis yang lebih segar dan ceria.

Malam itu Ninu tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya terus mengembara menggambarkan banyak skenario manis bila dia bekerja di kota. Semua cerita Agis terngiang kembali di telinganya dan tergambar dalam khayalannya. Bagaimana dia akan mendapat gaji bulanan, mengirimkannya ke kampung untuk memenuhi kebutuhan ibu dan Ima, lalu dia juga akan mengerjakan hal lain untuk menambah penghasilan. Ima akan sekolah sampai SMA bahkan kalau bisa sampai kuliah. Ninu membayangkan Ima diwisuda, menggunakan toga sambil memegang ijazahnya tertawa ceria, berfoto bersama dirinya dan ibu yang sudah sehat karena sudah berobat ke dokter yang bagus di kota. Ninu tersenyum sendiri. Bahagia walau hanya dengan khayalan.

Aku harus mewujudkan impian ini, gumamnya dalam hati Aku tidak bisa begini terus. Akan sampai kapan. Tidak akan ada akhirnya jika aku tidak berani.

Ninu menjatuhkan diri di atas kasur lepeknya, matanya belum terpejam. Dia sedang memikirkan cara agar bisa pergi ke kota, tapi ibu dan Ima aman. Dia ingin meninggalkan mereka dalam keadaan tenang. Tapi bagaimana caranya?

Ima belum cukup dewasa untuk menjaga dan mengurus ibu dan dirinya sendiri. Malah jadi pusing, Ninu menggoyang-goyangkan kepalanya. Kenapa Tuhan memberikan hidup yang berat ini, dan mengapa ayahnya membiarkannya menanggung semua ini sendiri.

Sudah beberapa hari ini Ninu pulang lebih cepat. Setelah dari lio hanya ada satu saja pekerjaan tambahan sehingga baru saja pukul dua siang dia sudah ada di rumah. Tentu saja itu ada sisi baik dan buruknya. Sisi baiknya dia bisa mengurus ibu lebih lama, mengobrol dengan ibu dan Ima. Tapi sisi buruknya penghasilannya jadi berkurang.

“Kamu kenapa melamun Nin?” tanya ibu membuyarkan lamunannya.

“Ah gak apa-apa bu” jawabnya

“Beberapa hari ini kamu lebih sering pulang cepat, apa tidak ada yang nyuruh kamu kerja nak?” tanya ibu lagi

“Iya bu, setelah dari lio Ninu cuma nyuci di rumah bu Darti. Kemarin juga hanya ngebersihin kebonnya pak Timin” jawab Ninu menghela nafas

“Sabar ya Nin, mungkin sekarang rejeki kita cuma segitu. Mudah-mudahan nanti banyak lagi yang nyuruh kamu kerja” hibur ibu mengusap punggung Ninu.

“Iya bu” Ninu tertunduk.

⚘⚘⚘⚘

Tinggalkan jejak like dan komen yaaa.....

Terpopuler

Comments

R. Yani aja

R. Yani aja

impian nya bagus banget, semoga tercapai ya Ninu...

2022-09-13

0

@♕🍾⃝𝙾ͩʟᷞıͧvᷠεͣᵉᶜw⃠❣️

@♕🍾⃝𝙾ͩʟᷞıͧvᷠεͣᵉᶜw⃠❣️

kasian ninu ya .hidup nya penuh beban banget

2022-09-06

0

🇮🇩⭕Nony kinoy❃hiat🇵🇸

🇮🇩⭕Nony kinoy❃hiat🇵🇸

Iya...orangsabar disayang Tuhan😀

2022-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!