Dijodohkan Lagi
Seluruh keluarga kembali berkumpul. Saat usai menemui dokter spesialis jantung ternama di kota itu Raka dan Zia disarankan supaya harus segera memilih antara bayi yang dikandung atau nyawa Zia karena kondisi akan semakin memburuk kalau tidak segera dilakukan tindakan.
Kenyataan ini memang sulit diterima, mau tidak mau mereka harus mengambil keputusan. Ini jalan yang terbaik.
“Aku sudah putuskan, Zia yang akan tetap hidup,” Sergah Raka sehingga membuat mereka bertiga seketika menoleh.
“Apa yang kau katakan, sayang? Tidak, aku tidak terima dengan keputusanmu ini. Ma, katakan padanya jangan seperti itu.” Zia berjalan ke arah Claris meminta supaya menjelaskan pada Raka.
Sementara Clarys diam. Ia sendiri sedang diposisikan dalam keadaan sulit. Bagaimana bisa menasihati Raka, sementara ia sendiri dalam keadaan kebingungan.
“Aku sudah memutuskan, Zia. Aku akan lebih sakit kalau harus kehilangan kamu, dari pada bayi kita. Biarkan dia yang suci bersih tanpa dosa pergi, kelak dia akan berkumpul dengan kita disurga. Dia pasti juga akan mengerti kalau nyawa bundanya penting untuk Ayahnya. Dia juga akan tau, kalau bundanya pergi, m—mungkin, Ayahnya juga akan ikut pergi.”
“Raka!” Zia kembali menghampiri Raka dan duduk sebelahnya. Ia menangkup wajah sang suami dengan tatapan berkaca-kaca.
“Jangan pernah ucapkan kata-kata seperti itu lagi. Aku benci itu, aku tidak menyukai itu. Bayi ini akan tetap hidup, aku sudah memutuskannya. Kalau kalian menyayangiku, pasti kalian akan menghargai keputusanku. Besok pagi operasi akan dilakukan jadi hari ini, adalah hari terakhirku dengan k—kalian, yang harus kalian t—tahu, aku akan bahagia kalau melihat bayi ini bahagia. A-aku, aku-”
Kata-kata Zia terputus karena tidak sanggup menahan air mata. Dengan bibir bergetar ia berkata, “Aku akan tenang di sana.”
“Apa kau sudah tidak menyayangi aku lagi, Zia? Apa aku tidak berharga untukmu? Kenapa kau bisa mengatakan seperti itu. Kau akan tetap hidup, Zia,” ucap Raka dengan tatapan berkaca-kaca menatap wajah sang istri.
“Kalian tidak boleh seperti ini. Kita harus segera menentukan pilihan, waktu tidak banyak, Raka,” sahut Mama Clarys.
“Tolong hargai, keputusanku. Bayi ini akan tetap hidup, akulah yang akan pergi. Tolong hargai keputusanku,” kekeh Zia.
“T—tapi, Zia.” Mama Clarys mendongak menatap Zia yang berdiri di antara mereka bertiga yang sedang duduk.
Bagai luka yang disayat setelah itu di beri garam. Hati Raka sangat perih menerima kenyataan ini. Terlebih lagi ia harus menghargai keputusan Zia merelakan untuk selama-lamanya.
“Baiklah, Zia kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Aku tidak bisa menentang itu, kau lebih berhak, atas segalanya keputusanmu adalah pilihan terbaik buat kita semua.” Raka menyelonong pergi ke kamar tanpa permisi.
Tubuh Zia seketika lunglai. Ia menjatuhkan diri di sofa dengan tatapan kosong. Air matanya habis terkuras hingga tidak keluar lagi. Pergi meninggalkan orang-orang terdekatnya memang berat, terutama Raka sang suami.
Namun ia juga tidak bisa egois dengan memikirkan diri sendiri. Ada bayi yang harus diselamatkan, yang membutuhkan kasih sayang dari mereka semua.
Sedangkan dirinya sudah cukup bahagia selama ini. Mereka selalu memanjakannya bak seorang ratu, semua permintaannya selalu dituruti oleh Raka.
Kini ia ingin meminta untuk yang terakhir kalinya. Yaitu, supaya membiarkan bayinya tetap hidup dan bahagia di antara mereka.
“Zia, pergilah ke kamar, nak. Bicarakan ini dengan Raka baik-baik. Kalau kau tetap bersikukuh dengan keputusanmu itu-” Clarys tidak kuasa menahan air matanya.
“Satu yang harus kamu tahu, Zia. A-a—aku, sangat menyayangimu- kalau tidak ada kamu, mungkin a—aku tidak bisa berkumpul dengan putraku. Zia, kamu malaikat bagiku, walau aku sudah menyakitimu dulu, t-tapi, kamu masih saja mau memaafkanku.” Clarys menangis hingga tersedu-sedu hingga tidak sanggup lagi untuk melanjutkan kata-katanya.
Sedangkan Vita hanya menangis menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Ya Tuhan, kapan cobaan ini akan berakhir, berikan keajaiban, berikan kami jalan sedikit saja untuk menuju kebahagiaan ... aku tidak sanggup jika harus kehilangan kak Zia. Aku tidak sanggup,” mohon Vita dalam hati, mendongakkan wajah menahan air mata, walau tetap saja sia-sia.
“Ma—Vita, aku permisi ke kamar dulu, banyak yang harus aku siapkan untuk keperluan besok. Aku akan memeriksa semua untuk bayi ini, aku akan pastikan tidak ada yang kurang sedikit pun.” Zia segera melangkah pergi dari hadapan Vita dan Clarys.
Mereka berdua menangis hingga tersedu-sedu. Tidak kuasa melihat Zia seperti itu, bahkan ia masih sempat menyiapkan keperluan bayinya dalam keadaan seperti ini.
Raka menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Betapa tidak berdayanya dia saat ini menjadi lelaki, tidak bisa menyelamatkan istrinya walau ia ingin. Lelaki itu marah dengan dirinya sendiri tangannya mengepal, bahkan ia benci melihat bayangannya sendiri.
PRANG!!
Ia memukul kaca dengan kepalan tangannya hingga berkeping-keping darah segar mengalir dari buku-buku tangannya dan tertinggal di cermin yang pecah itu.
Walau darah mengalir deras ia tidak merasakan apa-apa. Bahkan tatapannya kosong tidak berekspresi sedikit pun.
Zia yang baru masuk ke dalam kamar segera bergegas ke kamar mandi saat mendengar suara pecahan kaca dari arah sana. Rasa khawatir seketika menyeruak tertuju kepada Raka sang suami. Ia sedikit berlari melihat keadaan apa baik-baik saja.
“Raka!” Dengan napas terengah-engah dada naik turun Zia segera menghampiri Raka.
Matanya tertuju pada tangan Raka yang mengalirkan darah deras seperti seekor ayam sedang di potong. Segera Zia meraih tangan itu dan membawa Raka ke kamar.
Dengan panik ia membiarkan suaminya itu duduk di tepi ranjang. Sementara dia menghambur mencari kotak obat P3K yang berada di laci. Setelah mendapatkan kotak itu, dibawanya ke dekat Raka.
Dengan perasaan khawatir ia menatap wajah Raka yang kosong itu. “Sayang, lukamu sangat dalam. Sebaiknya aku panggil dokter.” Zia beranjak akan mengambil ponselnya.
“Jangan, Zia. Alangkah baiknya luka ini akan tetap ada, ini akan menunjukkan betapa tidak berdayanya aku sebagai seorang suami.”
Zia segera menoleh dan mengurungkan niatnya untuk menghubungi dokter. Perempuan itu kembali mendekat ke arah Raka duduk di sebelahnya. Diambilnya sebotol alkohol. “Tahan, ini akan terasa perih,” ucapnya.
Ia menyiramkan alkohol itu ke luka Raka. Tetapi lelaki itu bergeming, tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Setelah itu ia membersihkan sisa-sisa darah di tangan Raka lalu membalut empat jari yang terluka itu dengan kain kasa.
Tatapan kosong Raka seketika teralihkan saat mendengar isakan kecil lolos dari mulut Zia. Mata lelaki itu segera teralih untuk menatap sang istri.
“Zia, kamu menangis sayang?” tanyanya disertai dengan rasa khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nur Afifah
satu satunya jalan ibunya mengharapkan anaknya lahir di permukaan bumi demi sangat suami
2022-04-30
1
Wartin Kusmawati
lanjut thoor
2022-01-14
0
Erni Fitriana
love...love..love😘😘😘😘
2021-10-09
0