Setelah menandatangani prosedur-prosedur itu. Operasi akan segera dilakukan. Raka hanya berdiri lemah melihat para dokter memasang begitu banyak selang di tubuh Zia.
Tidak ada sedikit pun wajah Zia tampak takut atau sedih. Perempuan itu justru selalu tersenyum menatap suami yang berada di sebelahnya.
Tidak untuk Vita dan Clarys, meskipun mencoba menahan air mata akan tetapi butiran air itu keluar dari matanya. Ia tidak kuasa melihat Raka yang sangat mencintai istrinya dan harus merelakan kepergian begitu saja.
Setelah memasang selang-selang dokter mundur memberi ruang. Mereka memberi waktu Zia dan Raka untuk berbicara.
Zia tersenyum seolah untuk menenangkan hati sang suami. Ia mengangkat tangannya untuk menggapai tangan Raka. Segera lelaki itu menggenggam erat tangan lembut yang selama ini membelainya dengan penuh kasih sayang.
“Aku pamit, sayang. Tolong jaga anak kita, ya.” Ia masih tersenyum simpul.
“Kita akan merawatnya bersama-sama, sayang. Kamu akan baik-baik saja. Aku yakin itu.”
“Semoga saja sayang,” balas Zia lirih.
Clarys dan Vita pun mendekat. Dengan senggugukan mereka ingin bicara pada Zia. Tapi sebelum Clarys bicara Zia sudah mendahuluinya.
“Ma, kenapa nangis? Aku akan baik-baik saja. Kalian yakin keajaiban dari Tuhan, bukan?”
“Iya aku yakin. Keajaiban pasti akan menyertaimu,” sergah Raka.
“Maaf, Tuan-Nyonya. Sudah saatnya nyonya Zia dibawa ke ruang operasi,” ucap perawat yang diperintahkan Dokter membawa Zia ke ruang operasi.
“Tunggu sebentar, sus.” Zia memandang Raka dalam-dalam seraya tersenyum getir bibirnya bergetar menahan tangis, bukan karena takut akan meninggal, bukan pula takut karena akan menjalankan operasi. Tapi ia takut jika Raka merasa kehilangan dia setelah pergi nanti.
“Sayang aku titip anak kita ya. Jaga dia baik-baik, jangan biarkan dia merasa kurang kasih sayang. Mencintaimu Raka, aku sangat mencintaimu ... jika nanti aku tidak kembali aku akan menunggu di keabadian. Aku yakin karena cinta kita akan dipertemukan di sana,” ucap Zia air mata mengalir deras begitu saja.
“Aku akan selalu berharap kalau kamu baik-baik saja, Zia. Jangan pernah katakan hal seperti itu, aku juga mencintaimu seperti halnya kamu. Jika nanti kamu tidak kembali, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.” Raka mengecup kening Zia Dengan lembut seraya berkata, “Berjuanglah untuk kami sayang ....”
Zia memejamkan mata seraya mengangguk samar.
Raka pun melepas kecupan di dahi Zia saat perawat datang untuk membawa ke ruang operasi. Clarys tidak kuasa menahan tangis diperlukan Vita. Mereka ikut mengiring bangkar yang membawa Zia.
Sepanjang perjalanan Raka menggenggam erat tangan Zia seraya menghujani dengan kecupan. Seolah tidak ingin ditinggalkan.
“Berjuanglah, sayang. Aku yakin semua pasti baik-baik saja,” ucapnya seraya mendorong menuju ruang operasi.
Dan tiba di depan ruangan itu senyum masih terpancar dari wajah Zia. Perlahan-lahan genggaman tangan Raka mulai terlepas dari tangannya ketika perawat membawa tubuhnya masuk ke dalam ruangan.
Kini hanya ada dokter-dokter yang berada di dalam sana. Gunting, pisau dan beberapa suntikan terjejer di sana. Satu dokter mulai menyuntikkan sesuatu ke dalam infus.
Mata Zia meremang, lampu yang terang di atasnya tiba-tiba meredup. Perlahan-lahan Zia mulai tidak sadarkan diri. Dokter pun memulai aksinya.
Raka melorot di depan ruangan menangis, jantungnya seolah ingin lepas saat ini juga. Perasaan cemas, disertai takut menyeruak menjadi satu.
Zia adalah hidupnya, masih teringat kelebatan demi kelebatan ingatan saat bertengkar, bercanda, manja-manjaan. Semua itu seolah seperti sebuah film yang diputar lagi dalam otaknya.
Lima jam lamanya operasi telah dilakukan. Namun tampaknya belum ada satu pun dokter yang keluar dari sana. Raka semakin dibuat cemas sementara mama Clarys pingsan karena terlalu banyak menangis dan tidak makan apa pun dari kemarin.
Penampilan Raka begitu kacau saat ini. Semenit pun ia tidak mau beralih atau beranjak dari sana. Lelaki itu bahkan mondar mandir layaknya sebuah setrikaan di depan ruangan.
Ia cemas dengan keadaan yang terjadi di dalam sana. Seandainya bisa membuka pintu dia akan memeluk Zia dan memastikan kalau semua baik-baik saja.
Hingga lampu operasi yang berada di atas pintu ruangan padam. Dengan harap-harap cemas ia langsung berdiri di ambang pintu menunggu dokter keluar.
Ceklek ....
Pintu terbuka dokter kepala yang berjenis kelamin perempuan itu keluar dengan wajah menunduk.
Ia segera menoleh dan menghampiri dokter itu. Tetapi melihat raut wajah perempuan itu semakin membuat Raka cemas dan juga penasaran.
“Bagaimana dengan Zia, dok?” tanyanya.
“Kuatkan hatimu, Tuan Raka. Zia, dia-”
“Dia kenapa, dok? Dia baik-baik saja kan dok?”
Belum usai Raka bertanya suara dorongan kereta yang membawa bok bayi di bawa keluar oleh perawat. Tampak seorang bayi mungil beringsut begitu polos sedang tertidur pulas.
Hati Raka bergetar saat melihat buah hatinya itu. Ternyata benar yang dikatakan Zia. Bayi itu sangat mirip dengan ibunya.
Bayi yang di tutupi dengan kotak kaca itu terlihat begitu damai. Hanya bibirnya menyentut-enyut seolah ingin meminum asi.
"Dia bayiku, dok?" Raka menatap dokter yang berdiri di sampingnya.
Dokter itu menjawab tersenyum seraya mengangguk.
“Selamat, Pak. Putri Anda telah lahir, tapi mohon maaf kami harus membawanya keruang inkubator karena proses kelahiran kurang bulan, oleh sebab itu harus membuat bayi tetap steril dan hangat,” ucap perawat tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Maeza Susan
😭😭😭
2021-12-09
1
novi cristia
mendalam banget critamu thor
jadi kaya kita yg ngalamin itu 😭
2021-12-08
2
novi cristia
baru baca novel ini dari kmrin sampe sekarang yg novel lanjutan
mewek dah 😭
2021-12-08
1