Sheril menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Ini adalah bagian kesukaan Sheril diantara semua kegiatannya. Rebahan emang paling top markotop pokonya!
Ia menghela napas, tatapannya menerawang menatap atap kamarnya yang sudah di tempelkan stiker bintang, bulan dan planet glow in the dark.
Ternyata kehidupan putih abu-abu tak seburuk yang Sheril kira. Setidaknya dengan kehadiran Arion, ia memiliki warna lain di masa SMA.
Bahkan ini masih permulaan.
Sheril mengambil ponselnya, membuka semua akun sosial media yang ia miliki satu persatu. Instagram, Twitter, Path, Snapchat, telah ia buka satu persatu hanya untuk mencari makhluk bernama 'Martinez Arion Williams'.
Diantar itu semua, ternyata Arion hanya memiliki akun Twitter saja. Sheril men-scroll layar, membaca tweet yang Arion buat dari waktu ke waktu. Beberapa kali juga Arion memposting foto dirinya sendiri atau bersama teman-temannya.
Ah, Arion berperawakan tinggi khas bule, hidung mancung, alis tebal, dan iris mata berwarna biru telah membuat Sheril terjebak ke dalam pesonanya.
Sheril mengambil buku diary tebal yang di berikan oleh Rayhan saat ulang tahunnya kemarin. Sheril menulis beberapa rangkaian kata di buku itu.
Kamu tau?
Malam ini aku habiskan sisa waktu seperti biasanya.
Menatap langit tanpa bintang.
Memikirkanmu tiada ujung.
Mengucapkan doa dalam hati, teruntuk kamu yang tak pernah memikirkanku, aku harap kamu bisa jatuh cinta kepadaku.
Meski aku sangat tahu, kemungkinan itu sangatlah kecil.
-Kendall Jenner a.k.a Sheril ulala sejagat raya yang lagi kesemsem sama pesonanya Arion (cowok bule beriris mata biru yang jarang ngomong)
Sheril tersenyum puas saat membaca ulang hasil karyanya barusan.
Suara keributan yang terjadi di depan kamar Sheril berhasil menarik perhatiannya. Rumah Sheril memang tidak tingkat tapi sangat nyaman untuk di tinggali.
Mendengar suara tangisan Dewi, Sheril segera bergegas keluar kamar.
Ia terkejut, Dewi sedang duduk di lantai sambil menangis, dan Sheril tahu siapa yang menyebabkan Dewi menangis sehisteris ini.
Siapa lagi jika bukan Rio, ayah kandung Sheril yang masih sah menjadi suami Dewi.
"Mama!" Teriak Sheril, ia langsung memeluk ibunya seerat mungkin, melayangkan tatapan benci kepada ayahnya.
Sheril mengusap punggung Dewi berharap itu dapat membuatnya sedikit lebih tenang meskipun Sheril sedikit tidak yakin menggunakan cara itu, setidaknya Sheril sudah berusaha.
Sheril memapah ibunya menuju kamar agar mendapatkan privasi, sedangkan Rio masih berdiri sambil berkacak pinggang, tidak mengatakan apa-apa.
Setelah membawa Dewi ke dalam kamar, Sheril kembali keluar lalu berkacak pinggang seperti Rio. Sheril melayangkan tatapan menantang kepada ayahnya sendiri.
Sheril menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskan, menahan diri agar tidak ikut terpancing emosi.
"Kenapa? Ada masalah apa lagi?" Meskipun masih berkacak pinggang, Sheril bertanya dengan nada lembut.
Rio mendengus gusar, "Sialan! Gue harus hajar si Anton!" Gumannya, namun Sheril masih bisa mendengar dengan sangat jelas.
Rio berjalan cepat keluar dari rumah, tentu saja Sheril tidak akan membiarkan Rio melakukan hal itu. Anton adalah pria yang Dewi cintai saat dulu dan sekarang. Itu sama saja Rio melukai Dewi bertubi-tubi.
Meskipun Sheril tahu ayahnya adalah pria arogan yang kasar bahkan pernah mempunyai catatan kriminal, Sheril menarik tangan ayahnya agar tidak melakukan hak yang tidak di inginkan.
"Pa! Berhenti! Bukan kaya gini caranya!" Teriak Sheril.
PLAK
Tangan lebar Rio refleks menampar pipi Sheril, sangat kencang, sampai Sheril bisa merasakan darah segar di sudut bibirnya.
Sheril memegang pipinya yang terasa sangat sakit, melayangkan tatapan kecewa kepada ayahnya, bahkan Rio sendiri masih tercengang jika ia telah benar-benar melakukan hal ini kepada anak semata wayangnya.
"SEKALIAN AJA BUNUH ANAKNYA!" bentak Sheril dengan mata berkaca-kaca.
"Sheril, papa-"
Tangan Sheril terangkat, tidak memberikan Rio kesempatan untuk berbicara.
"Jangan hajar Anton, jangan lukain siapapun. Papa sakitin Anton sama aja papah sakitin mama dan kalau papa nyakitin mama, sama aja papa nyakitin saya!" Ini adalah pertama kalinya Sheril berbicara tegas seperti ini selama hidupnya.
Rio mendengus, segera ia pergi keluar rumah dan kali ini Sheril membiarkannya pergi, tidak mencegahnya.
Setelah Rio pergi, Dewi segera keluar dari kamar, ia panik mendengar teriakan putrinya seperti itu. Dewi belum pernah melihat Sheril semurka ini.
"Sheril," panggil Dewi pelan, mata dan hidung Dewi memerah karena menangis.
Sheril memeluk ibunya, mati-matian menahan air matanya agar tidak terjatuh di hadapan Dewi. Sheril berusaha menenangkan ibunya.
"Gak pa-pa ma, Sheril baik-baik aja. Mama mau ke rumah Rey atau di kamar aja? Nanti Sheril siapin makanan, mama mau apa? Sheril beliin,"
Dewi tidak menjawab, ia masih memeluk putrinya begitu erat.
"Mama mau makan apa? Pizza atau apa? Aku beliin pizza aja ya?" Tawar Sheril, daripada delivery order lebih baik ia yang langsung beli ke tempatnya, ia perlu menghirup udara segar setelah kejadian yang ia alami barusan.
"Tapi kamu makan juga ya?" Pinta Dewi dengan suara parau.
Sheril tersenyum dan menganggukkan kepala. "Iya, nanti aku juga makan."
Sheril kembali ke kamar, mengambil jaket, kunci motor dan dompetnya. Tidak berniat membawa ponsel. Setelah mengambil barang keperluannya, Sheril pergi menuju pusat perbelanjaan yang letaknya sekitar 3 kilo meter dari rumahnya.
Pendingin ruangan menyambut Sheril saat membuka pintu kaca besar mall. Sedang tidak berminat cuci mata, Sheril langsung menuju tempat makan yang ia tuju.
Setelah menyerahkan 1 lembar uang berwarna merah dan menerima kembaliannya, Sheril menghela napasnya. Ia menenteng kresek berisi sekotak pizza dan pergi keluar.
Saat Sheril menarik pintu keluar, tatapannya terhanyut kepada iris mata biru yang tadi siang berhasil mendebarkan hatinya.
Kali ini tidak ada senyuman saat Arion bertemu Sheril. Tatapan gadis itu kosong, mata dan hidungnya merah, bukan hanya itu, pipinya juga memar.
Sheril mengerjapkan mata, mengumpulkan kesadarannya yang tadi sempat melayang. Ia baru sadar siapa yang ia temui saat ini.
Sebisa mungkin Sheril membuat senyuman walau kali ini rasanya lebih sulit karena pipinya terasa sakit.
"Halo Arion!"
Arion masih diam seraya menatap Sheril lekat-lekat. Meskipun baru 3 kali mereka bertemu, tapi Arion tahu jika kali ini keadaan Sheril sedang tidak baik-baik saja.
Sadar jika Ia di abaikan oleh Arion, Sheril meraup wajah mulus Arion.
"Jangan bengong, nanti kerasukan mbak Kunti. Soalnya mbak Kunti demen sama orang ganteng kayak lo," ujar Sheril ngaco.
Melihat Arion tak kunjung berbicara kepadanya, Sheril kembali berbicara.
"Mbak Kunti itu dari nama kuntilanak, kalau lo searching itu tuh setannya Indonesia. Demen itu artinya suka. Kerasukan itu bahasa Inggrisnya possessed," Sheril memberi ilmu lagi kepada Arion hari ini.
Tak kunjung mendapatkan jawaban, Sheril berdecak malas, "Udah ah, gue balik duluan ya,"
Sheril berjalan melewati Arion, setelah tiga langkah menjauh dari Arion, lelaki itu menahan tangan Sheril agar tidak pergi.
Tidak mendapatkan salam kenalan tadi siang, tapi malamnya mendapatkan pegangan tangan yang terkesan lebih romantis dibandingkan salaman. Menurut Sheril itu bukanlah suatu hal yang buruk.
Tapi seribu sayang, malam ini otaknya sedang tidak 4G untuk menghadapi siapapun. Atau kalau perlu, ia akan tetap tersenyum dan berpura-pura seolah dirinya dalam keadaan baik-baik saja.
Tanpa melepaskan tangan Sheril, Arion berjalan mendekati Sheril sampai dadanya bertubrukan dengan punggung gadis itu. Arion menunduk, menyamaratakan tingginya dengan Sheril.
"Are you okay, Sheril?" Tanya Arion pelan tepat di samping telinga Sheril.
Sebenarnya ia ingin berlama-lama dalam posisi itu, tapi ia harus sadar dimana dirinya berada sekarang.
Saat ini ia berada di pusat perbelanjaan, dan ini Indonesia bukan Amerika. Bisa-bisa Sheril dan Arion di kerumun massa jika melakukan hal yang tidak senonoh untuk di pertunjukan.
Sheril membalikkan badannya, ia memasang senyuman manis kepada Arion. Senyumannya tidak selebar biasanya.
"Gue baik-baik aja, I'm okay, gue gak kenapa-kenapa." Dusta Sheril.
"Sheril," tangan Arion berusaha memegang pipi Sheril namun segera di tepis oleh gadis itu.
"I'm fine." Ujar Sheril tanpa menatap iris mata biru itu.
Arion terdiam, arti 'I'm Fine' bukanlah berarti dalam kondisi 'baik-baik saja'. Artinya Sheril sedang tidak baik-baik saja saat ini, dan Sheril sedang tidak ingin di ganggu.
"Gue harus pulang sekarang, nyokap gue udah nunggu pizza di rumah." Sheril mengalihkan pembicaraan seraya menunjuk kantung kreseknya.
Mulut Arion terbuka, hendak berbicara namun Sheril segera menyelanya.
"Nyokap itu mama, you know that, mother. Cukup sekian pelajaran kosa kata dari Kendall Jenner hari ini." Sheril menunduk hormat kemudian langsung pergi dari hadapan tanpa bisa Arion cegah lagi.
Tatapan Arion tidak lepas dari punggung Sheril yang semakin menjauh. Ia menghelakan napas.
Sheril, seperti rubik. Terlihat mudah untuk di taklukkan, namun saat mencoba menaklukannya itu sangatlah sulit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Violet Agfa
aKu ingeettt ama tokoh utama cerita sebelah xg buat aku jatuh cinta pertama kaLi ama karakternyaaa+namanyaa jga ada Arionnyaa.... gantteeeeng deehhh visualnyaa ,,,semangaat thoorrr mski dkit like mu.... aku akan bCa kok
2020-10-25
0
willi
kayanya arion dah mulai perhatian nih
2020-06-29
0