Bab 12 Kerusuhan Di Kafetaria

Setelah Kenzo secara resmi mendirikan Perkumpulan Darah Elang hari itu, ketujuh belas orang itu, seperti dirinya dan Max si Harimau Gila, tidak pernah lagi meninggalkan lantai lima. Mereka tenggelam dalam latihan keras, memperbaiki kelemahan mereka dengan penuh semangat. Sebelumnya, mereka sempat kehilangan arah, tetapi setelah mencapai tujuan mereka, semangat juang mereka meledak dengan gairah yang belum pernah ada sebelumnya.

Sebulan berlalu dengan cepat, dan banyak yang mulai bertanya-tanya ke mana para narapidana hukuman mati dari lantai lima itu menghilang.

Kemudian, mereka akhirnya muncul kembali.

Ketika bel sarapan berbunyi pukul 06.30, Kenzo dan kelompoknya, dikawal oleh tiga puluh penjaga penjara, perlahan memasuki kafetaria.

Keramaian seketika mereda. Semua mata tertuju pada Kenzo dan Max—ada kekaguman, kewaspadaan, ketakutan, serta kebencian yang tidak tersamarkan. Tatapan penuh emosi itu langsung mengelilingi mereka berdua.

Max, dengan sifatnya yang selalu penuh percaya diri, melirik orang-orang di sekelilingnya dengan sikap arogan. Ia bahkan dengan santai "menggoda" lima pria bertubuh besar, membuat mereka refleks menegang dan bibir mereka berkedut tak nyaman.

Saat itu, Kayden muncul dengan membawa makanan untuk Kenzo dan Max. Ia mengangkat alis, tersenyum, lalu berbisik, "Saudara Elang, Saudara Harimau, lihat pria di sana. Itu Kaneo, baru kembali dari rumah sakit kemarin. Dia adalah... mantan penguasa gedung Darah Harimau ini."

Kenzo dan yang lainnya mengikuti arah pandangan Kayden. Di sudut ruangan, berdiri seorang pria dengan wajah dingin, sejumput rambut putih di dahinya, dan tubuh berotot yang memenuhi seragam penjaranya. Ia memiliki postur yang mirip dengan Max, tetapi ada perbedaan mencolok di mata mereka—jika tatapan Max penuh gairah bertarung, maka mata Kaneo dipenuhi dengan kesombongan yang angkuh.

Di saat Kenzo dan Max memperhatikannya, Kaneo, yang tengah duduk dikelilingi anak buahnya, juga mengalihkan pandangannya ke arah mereka.

Sorot matanya tajam dan menusuk. Dengan tenang, ia meletakkan cangkir susunya, lalu berdiri. Langkahnya mantap saat berjalan menuju Kenzo.

Melihat itu, seluruh penghuni kafetaria menahan napas. Mereka perlahan meletakkan alat makan, mata berbinar penuh antisipasi—menanti konfrontasi yang tak terhindarkan.

Beberapa orang seperti Daren hanya menggelengkan kepala pelan. Dalam hati, mereka sudah menjatuhkan vonis mati pada Kaneo. Mereka yang belum pernah melihat keganasan Kenzo dan Max tidak akan pernah bisa membayangkan seberapa mengerikan keduanya. Sementara itu, Kaneo, yang terkenal arogan dan pantang menerima penghinaan, jelas tak akan diam saja melihat kekuasaannya direbut. Perkelahian besar hanyalah masalah waktu.

Para penjaga penjara, yang juga menyadari situasi ini, serentak mengangkat tongkat listrik mereka. Sesuai peraturan, perkelahian di luar arena resmi dilarang keras dan bisa berujung pada hukuman berat. Namun, seorang petugas di sudut justru mengangkat tangannya dan berseru, "Bos Kaneo, aku izinkan kau menegakkan ‘aturan keluarga’ di gedung perampokan ini."

Kaneo berhenti sejenak, lalu menyeringai puas. Ia menangkupkan tangan ke arah petugas itu dan berkata, "Terima kasih, Kepala Petugas." Sayangnya, ia terlalu larut dalam egonya hingga tidak menyadari nada sarkasme dan ekspresi dingin di wajah sang petugas.

Kaneo kemudian menoleh kembali ke Kenzo. Tatapannya penuh dengan provokasi.

"Kau Kenzo?" suaranya datar, tapi menusuk. "Kau yang membunuh Chalk?"

Max yang berdiri di samping Kenzo diabaikan begitu saja. Kaneo hanya menatap langsung ke mata Kenzo, seolah menantangnya secara terang-terangan.

Kenzo tetap tenang menikmati sarapannya. Meski ini penjara, makanannya tidak seburuk yang dibayangkannya. Sebagai seseorang yang tumbuh di pedesaan, ia tidak pernah pilih-pilih soal makanan. Baginya, selama seseorang sudah bekerja keras, hasilnya harus dihargai.

Lebih dari sepuluh detik berlalu, dan Kenzo masih belum menanggapi Kaneo. Ia hanya mengepalkan tangannya perlahan, suara sendi-sendinya berderak pelan namun tajam, menciptakan tekanan yang tak terlihat. Sorot matanya semakin dingin, dan urat biru mulai bermunculan di dahinya.

Aura menekan perlahan menyelimuti seluruh kafetaria. Nama Kaneo sebagai mantan penguasa Gedung Darah Harimau masih memiliki pengaruh besar, terutama bagi para narapidana lama dari Blok Timur. Sosoknya masih dihormati, meski tahtanya kini dipertanyakan.

Di tengah suasana yang semakin menegang, salah satu anak buah Kaneo tampak gelisah. Mungkin karena terlalu percaya diri dengan kekuatan Kaneo, ia menunjuk Kenzo dan berkata, "Apa kau hilang ingatan, Kaneo? Orang ini—"

Namun, sebelum kalimat itu selesai, Riko bergerak. Tatapannya dingin, dan dalam sekejap, ia meraih garpu plastik di hadapannya dengan tangan kanan. Dengan ayunan cepat yang nyaris tak terlihat, ia menekan garpu itu ke telapak tangannya, lalu melesatkannya seperti pisau menuju leher pria itu.

Srek!

Garpu itu menghantam tenggorokan lawannya dengan presisi mengerikan, menghancurkan laringnya tanpa menusuk terlalu dalam.

Desis pelan terdengar saat pria itu terhuyung mundur, matanya membelalak ketakutan, tangannya terangkat sia-sia ke lehernya. Namun, tak ada yang peduli padanya. Semua orang di kafetaria justru menatap Riko dengan keterkejutan yang jelas.

Bagaimana mungkin seseorang bisa menggunakan garpu plastik dengan ketepatan dan kekuatan semacam itu?

Kaneo sendiri sempat terkejut sebelum kemarahan menyelubunginya. Ia mendengus dingin, lalu menggeram, "Riko, kau cari mati!"

Dengan gerakan cepat, ia menyambar bangku kayu di sampingnya dengan kaki, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dengan kedua tangan sebelum menghantamkannya ke arah Riko dengan tenaga penuh.

Brak!

Bangku itu hancur berkeping-keping, namun justru Kaneo yang mundur terhuyung hingga lima langkah, bahkan menabrak dua meja makan.

Seluruh kafetaria membelalak kaget. Namun, perhatian mereka segera beralih ke dua pria yang berdiri di dekat Riko—seorang pria kekar dan seorang pemuda dengan ekspresi sembrono.

Kayden-lah yang menghancurkan bangku kayu itu, sementara Gavien yang memanfaatkan serpihannya untuk menendang Kaneo hingga terpental. Waktu dan sudut serangan mereka sempurna, menunjukkan kerja sama yang luar biasa.

Kayden menyeringai, lalu berkata santai, "Tikus Putih, kau bahkan tidak memenuhi syarat untuk menantang Saudara Elang dan Saudara Harimau."

Max memiringkan kepalanya, menatap Kaneo dengan tatapan mengejek. "Hei, kau… Kaneo, bukan? Mereka ini saudara baruku. Kalau kau ingin bertarung, hadapi mereka dulu. Kalau kau masih bisa berdiri setelahnya, barulah aku akan bermain denganmu. Setuju?"

Pipi Kaneo berkedut keras. Seumur hidupnya, sejak pertama kali memasuki dunia kekerasan, ia tidak pernah dihina dan dipermalukan seperti ini.

Dengan nafas berat, ia perlahan berdiri. Tangannya terangkat, menahan anak buahnya yang ingin membantunya.

Aura membunuh perlahan menyelimuti tubuhnya.

Meski telah kehilangan tahtanya, Kaneo tetaplah seorang petarung brutal yang pernah menguasai arena tinju bawah tanah. Ia bukan pria yang akan menyerah begitu saja.

"Gavien, dulu aku pernah membiarkanmu pergi karena kita sama-sama tentara dan pengintai, tapi hari ini, aku tak akan berbaik hati lagi. Begitu juga dengan kalian, Rubah Abadi dan Tangan Hantu. Hmph, aku akan menegakkan aturan Gedung Darah Harimau di depan saudara-saudara di lantai enam hari ini!"

Kayden mendengus ringan. "Jika ingin bertarung, langsung saja. Kenapa banyak bicara?"

Tiba-tiba, tubuhnya berputar cepat. Dalam sekejap, semua orang merasakan kilatan di depan mata mereka—dan Kayden lenyap begitu saja ke tengah kerumunan.

Di saat yang sama, Gavien meraung, melompat ke depan dengan gerakan cepat, lalu melakukan salto dan meluncurkan tendangan tajam ke arah leher Kaneo.

Riko juga tak tinggal diam. Ia meraih dua kaki bangku yang patah di lantai, memutarnya dengan kecepatan luar biasa hingga mustahil ditebak di mana kayu tajam itu akan menghantam tubuh Kaneo selanjutnya. Gerakannya benar-benar sesuai dengan julukannya—Tangan Hantu.

Ketiganya bergerak dengan koordinasi sempurna. Satu menyerang dari atas, satu dari bawah, sementara yang lain bersembunyi di tengah kerumunan, menunggu momen yang tepat untuk memberikan serangan pamungkas. Mereka sepenuhnya mengunci pergerakan Kaneo, tidak memberinya jalan keluar.

Namun, Kaneo hanya melirik dingin ke arah mereka. Dengan cepat, ia mengangkat kaki kanannya dan menginjak keras tepi meja makan di sampingnya.

Brak!

Meja kayu kokoh yang bisa menampung enam orang makan langsung terangkat, melayang dengan kecepatan tinggi seperti proyektil mematikan, menghantam Gavien dan Riko dengan kekuatan luar biasa.

Di saat yang sama, Kaneo melompat ke atas meja tersebut, mengayunkan tinjunya, lalu menghantam permukaannya dengan kekuatan penuh.

Boom!

Suara benturan keras bergema di seluruh kafetaria. Gavien, Riko, dan Kaneo sendiri menghantam meja kayu itu bersamaan dengan serangan dahsyat.

Meja yang terkena hantaman brutal itu langsung hancur berkeping-keping, serpihan kayunya beterbangan ke segala arah, mengenai beberapa tahanan yang terlalu dekat dengan perkelahian.

"Aaah!"

Jeritan terdengar dari beberapa narapidana yang terkena pecahan kayu. Mereka buru-buru mundur, membuat arena perkelahian semakin luas.

Gavien dan Riko terdorong ke belakang akibat benturan keras, sementara Kaneo menggunakan momentum tumbukan itu untuk "terbang" dengan cepat ke sisi kanan belakang.

Di sanalah Kayden muncul kembali dari balik kerumunan, dengan tatapan tajam dan senyuman penuh keyakinan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!