Keluarga Jack, begitu tahu, memaksa Jack untuk bertanggung jawab. Nama baik keluarga dipertaruhkan. Pernikahan pun diputuskan.
Hari Pernikahan
Jack berdiri di altar, tampak tegang dan kosong. Bukan bahagia yang terpancar dari wajahnya, melainkan keterpaksaan dan luka. Semua orang tersenyum, tapi dia tahu… satu-satunya senyuman yang dia harapkan tidak ada di sana, Shelly.
"Impian Seorang Wanita"
Sebuah gedung mewah dengan hiasan bunga putih dan kristal menggantung dari langit-langit. Musik lembut mengalun, tamu-tamu terhormat memenuhi ruangan. Di tengah segala kemegahan itu, Jenna berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun pengantin yang berkilau.
Jenna Kaula
(Menatap bayangannya sendiri, bibirnya gemetar menahan haru)
Aku… benar-benar akan menikah dengan Jack. Ini nyata. Aku tak sedang bermimpi...
Ia menyentuh kain halus gaunnya, lalu menoleh ke jendela besar yang menghadap altar di luar. Segalanya tampak sempurna—seperti dongeng.
Jenna Kaula
Selama ini aku hanya bisa membayangkan... bagaimana rasanya berdiri di sisi pria yang kucintai, dalam balutan putih suci, di hadapan ratusan mata. Hari ini… semua menjadi kenyataan.
Air mata haru mengalir perlahan dari matanya, bukan karena sedih, tapi karena bahagia. Tangannya gemetar memegang buket bunga. Matanya berbinar.
Jenna Kaula
Ibu lihatkan di atas sana? Sekarang Jenna sudah bahagia. Sayang ibu tidak ada disini. Aku merindukan ibu.
(Tak sadar air matanya jatuh)
Ibu Jenna baru saja meninggal minggu lalu, di mana Jenna memberi tahu padanya bahwa ia sedang mengandung
Ibu Jenna terkena serangan jantung, itulah sebabnya ia meninggal
Jenna Kaula
(Tersenyum kecil, penuh harapan)
Jack… kita akan memulai hidup baru. Bersama. Dengan cinta… dan anak ini.
Pintu gereja terbuka. Musik pengiring pengantin mulai dimainkan. Semua orang berdiri. Jenna melangkah pelan, setiap langkah adalah mimpi masa kecilnya yang berubah jadi nyata.
Tapi… di ujung altar, Jack hanya menatap kosong. Dan dari jauh, seseorang berdiri di luar gereja… menatap mereka dalam diam—Shelly.
.
"Istana Tanpa Cinta”
Beberapa bulan setelah pernikahan...
Rumah besar mereka di pinggiran kota tampak seperti istana—pilar putih menjulang, taman bunga yang indah, dan mobil-mobil mewah di garasi. Tapi di dalamnya, udara terasa dingin. Bukan karena pendingin ruangan… tapi karena cinta yang tak pernah tumbuh.
Jenna Kaula
(Meletakkan sarapan di meja makan, tersenyum lembut)
Pagi, Jack. Aku buatkan sarapan kesukaanmu.
Jack Jayeed
(Mengambil secangkir kopi tanpa menatapnya)
Aku tak lapar.
Jenna Kaula
(Berusaha tetap tenang)
Kau tak boleh begini terus, Jack. Kita sudah menikah… kita akan punya anak...
Jack Jayeed
(Meledak, suara tajam)
Dan siapa yang minta semuanya ini terjadi, hah?! Kau pikir aku bahagia di sini
Jack Jayeed
(Berdiri, menatap tajam)
Aku menikahimu karena terpaksa, Jenna. Karena anak ini. Bukan karena aku
Jenna terpaku. Matanya berkaca. Tapi ia tersenyum tipis, mencoba kuat.
Hari demi hari…
Jack semakin sering pulang larut, bahkan menginap di luar kota. Ia menghindari rumah, menghindari Jenna, dan yang paling dalam: menghindari perasaannya sendiri yang masih terikat pada Shelly.
Sementara Jenna menanti. Mengandung sambil menahan kesepian, menyimpan luka yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.
.
"Cucu yang Melunakkan Hati"
Suatu pagi di rumah Jenna dan Jack. Jack sudah pergi sejak subuh tanpa pamit. Jenna duduk sendiri di ruang tengah, memegangi perutnya yang mulai membesar. Wajahnya lelah, tapi ia mencoba tetap kuat.
Tiba-tiba, suara bel terdengar. Ketika pintu dibuka, berdirilah Ny. Soraya, ibu Jack, dengan wajah yang lebih lembut dari biasanya.
Jenna Kaula
Terkejut, mencoba tersenyum)
Selamat pagi, Bu. Mari masuk…
Soraya Zaeny
(Mengangguk pelan, masuk dengan tenang)
Aku tak akan lama. Hanya ingin melihat keadaanmu… dan cucuku.
Jenna sedikit bingung. Biasanya mertuanya dingin dan tajam. Tapi hari ini, ada tatapan berbeda.
Comments