CYTT(Part 16) Momen Manis Sebelum Hari yang Tak Biasa

Happy Reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Keesokan paginya, Sienna membuka matanya lebih dulu. Perbedaan waktu yang cukup jauh membuat Neo masih terlelap dalam tidurnya, sementara matahari di tempatnya sudah mulai meninggi.

Pemandangan di layar ponselnya membuat senyum manis terukir di bibirnya. Melihat wajah tenang Neo saat tidur terasa seperti hadiah kecil yang menyenangkan.

"Ah, untuk sekarang sih nggak apa-apa cuma bisa lihat dari layar. Tapi setelah nikah… beda cerita," batinnya sambil cekikikan sendiri, membayangkan kemungkinan-kemungkinan manis di masa depan.

Tidak ingin pikirannya melayang ke hal-hal yang lebih liar, Sienna segera bangkit dari tempat tidur. Dengan perasaan berbunga-bunga, dia memulai rutinitas paginya.

Sebelum meninggalkan ponselnya di meja rias, Sienna memastikan untuk mengaktifkan mode bisu agar suara dari aktivitasnya tidak mengganggu tidur lelap Neo.

Setelah menyegarkan diri, dia duduk di depan meja rias. Sekilas, pandangannya tertuju pada layar ponsel yang masih menampilkan wajah tampan Neo yang terlelap. Dia tersenyum kecil, memastikan bahwa Neo masih terlelap sebelum kembali fokus pada riasannya.

Hari ini, semangatnya terasa berbeda. Bagaimana tidak? Pagi ini dia disambut dengan pemandangan wajah damai Neo saat tidur, sebuah asupan vitamin yang cukup untuk membuatnya bahagia sepanjang hari.

Sienna mengambil ponselnya dan melangkah keluar dari kamar. Dengan langkah ringan, dia menuruni tangga menuju dapur, hatinya masih dipenuhi semangat pagi.

Namun, senyum yang semula menghiasi wajahnya perlahan memudar ketika matanya menangkap sosok kedua orang tuanya yang tengah menikmati sarapan bersama. Kemarin, dia sudah terkejut dengan kepulangan mamanya. Kini, papanya pun telah kembali tanpa pemberitahuan.

Sienna berdiri di ambang pintu dapur, memandangi kedua orang tuanya yang tengah menikmati sarapan tanpa menyadari keberadaannya. Pemandangan itu terasa begitu asing, namun di saat yang sama juga hangat, sesuatu yang dulu selalu dia dambakan. Namun, ada perasaan canggung yang menyelimutinya, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh.

Mama Sonia yang pertama kali menyadarinya. "Sienna, kamu tidak mau sarapan?" tanyanya dengan suara lembut, meskipun ada nada tersirat yang sulit ditebak.

Sienna tersentak dari lamunannya. Dengan sedikit ragu, dia mendekat dan menarik kursi di seberang mereka. Pandangannya tertuju pada Papa Satya yang kini menghentikan aktivitas makannya. "Aku kira Papa tidak akan pulang dalam waktu dekat," ucapnya hati-hati.

Papa Satya menurunkan sendoknya, menatap Sienna dengan ekspresi tenang namun sulit diartikan. "Urusan di luar kota selesai lebih cepat," jawabnya singkat, seolah tidak ingin memperpanjang pembahasan.

Sienna mengangguk kecil, kemudian meraih segelas air putih untuk menenangkan dirinya. Suasana di meja makan terasa aneh.

Di sudut dapur, Bik Lastri yang tengah menyiapkan tambahan sarapan sesekali melirik ke arah mereka dengan tatapan penuh pengertian. Sudah lama sekali keluarga ini tidak berkumpul bersama seperti ini.

Mama Sonia mencoba mencairkan suasana. "Kamu tidak lupa sama hukumanmu, kan?" tanyanya, sambil menyodorkan sepiring roti panggang ke arah Sienna.

Sienna menerima roti itu dengan senyum tipis. "Tidak, Ma," jawabnya pelan, mencuri pandang ke arah Papa Satya yang masih tenang menikmati sarapannya. Seakan sudah tahu arah pembicaraan istri dan putrinya, pria itu tetap diam.

Tidak lama kemudian, Papa Satya meletakkan cangkir kopi yang sedari tadi dipegangnya, lalu menatap Sienna dengan sorot mata tajam namun tidak sepenuhnya dingin. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan malam bersama nanti?"

Sienna nyaris tersedak mendengar ajakan itu. Makan malam bersama? Setelah sekian lama mereka jarang berbagi waktu seperti ini?

Dia melirik ke arah Mama Sonia, mencari kepastian, tetapi wanita itu hanya tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa.

Sienna menarik napas pelan, lalu mengangguk. "Baiklah," jawabnya akhirnya.

Papa Satya mengangguk kecil, tampak puas dengan jawaban itu.

Sarapan pagi itu pun berlanjut dalam keheningan. Masing-masing larut dalam pikirannya sendiri. Sienna tidak tahu apakah dia harus merasa senang atau justru khawatir. Namun, satu hal yang pasti—hari ini tidak akan menjadi hari yang biasa.

Usai menghabiskan sarapannya, Sienna segera berpamitan untuk berangkat ke sekolah. Saat hendak mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja makan, barulah dia menyadari sesuatu.

Astaga! Bagaimana bisa dia melupakan pacar tampannya yang masih terlelap di sana? Batinnya langsung menggerutu.

"Kalo gitu, Sienna berangkat dulu ya, Ma, Pa," ucapnya cepat sebelum akhirnya melangkah meninggalkan ruang makan.

Tanpa menoleh lagi, Sienna berjalan menuju garasi. Namun, baru beberapa langkah, dia tiba-tiba berhenti. Sebuah kenyataan pahit mendadak menghantam pikirannya.

Dia masih dalam masa hukuman.

Sienna mendesah panjang. Rencana pergi ke sekolah dengan mobilnya sendiri jelas-jelas hanya angan belaka.

Begitu melangkah keluar dari rumah, Sienna dikejutkan oleh keberadaan Pak Herman, supir keluarga Neo. Matanya sekilas melirik layar ponsel yang masih menampilkan wajah tampan Neo yang terlelap. Ucapan pacarnya kemarin kembali terngiang di kepalanya, sukses membuat senyum manis terukir di bibirnya.

"Pak Herman," sapanya ramah kepada pria paruh baya itu, yang saat itu tengah berbincang dengan Pak Doni.

Pak Herman menoleh dan tersenyum. "Mau berangkat sekarang, Non?" tanyanya, diikuti anggukan dari Pak Doni.

"Iya, Pak," jawab Sienna singkat.

"Kalau begitu, saya pamit dulu, Mas Doni. Ayo, Non, saya antar," ujar Pak Herman sambil berjalan menuju mobil.

"Hati-hati, Non," pesan Pak Doni sebelum Sienna melangkah mengikuti Pak Herman menuju mobil yang sudah siap di halaman rumah.

Sepanjang perjalanan, Sienna sibuk menatap layar ponselnya, memperhatikan wajah tampan Neo yang masih terlelap. Sesekali, dia tersenyum sendiri, menikmati pemandangan yang menurutnya sangat berharga.

Pak Herman yang melihatnya melalui kaca spion hanya bisa menggeleng pelan. "Lagi teleponan sama Den Neo, Non?" tanyanya, berhasil mengalihkan perhatian Sienna.

"Hehehe, iya, Pak," sahut Sienna sambil tersipu malu karena ketahuan sedang menatap Neo yang jelas-jelas masih tertidur nyenyak.

Tak lama, mobil yang dikendarai Pak Herman memasuki kawasan sekolah. Sienna segera merapikan penampilannya sebelum turun.

"Makasih ya, Pak," ucapnya sebelum melangkah keluar dari mobil.

Dengan langkah ringan, Sienna berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Sesekali, dia melirik layar ponselnya, memastikan panggilan video dengan Neo tetap tersambung.

Jika ada yang bertanya kenapa dia melakukannya, jawabannya sederhana. Sienna ingin menjadi orang pertama yang menyapa Neo saat dia terbangun. Dia ingin wajahnya menjadi hal pertama yang Neo lihat hari ini.

Saat jam pelajaran pertama dimulai, Neo masih belum menunjukkan tanda-tanda akan terbangun. Sienna, seperti sebelumnya, kembali menyembunyikan ponselnya di antara tumpukan buku di mejanya.

Sepanjang pelajaran, dia sesekali melirik layar ponsel, menunggu momen yang dinantikannya. Hingga akhirnya, tepat saat pergantian guru, Neo mulai bergerak kecil. Sienna memperhatikan dengan saksama, menahan senyum ketika melihat mata tajam Neo perlahan terbuka.

"Pagi, sayang," sapa Sienna lembut, suaranya penuh kehangatan.

Neo yang masih berusaha mencerna keadaan menatap layar ponselnya, dan begitu menyadari siapa yang ada di sana, senyum tipis terukir di bibirnya.

"Udah di sekolah, hm?" gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Kenapa nggak bangunin aku?" tanyanya dengan nada manja.

"Masih terlalu dini kalau aku bangunin kamu tadi," sahut Sienna lembut. "Sekarang pun masih terlalu pagi buat kamu berangkat ke sekolah baru kamu," tambahnya setelah memperkirakan waktu di Swiss saat ini.

Neo menguap kecil, masih terasa malas untuk benar-benar bangun.

"Kalau masih ngantuk, kamu bisa lanjut tidur lagi. Aku nggak akan berisik," ujar Sienna, namun Neo hanya menggeleng pelan. Alih-alih kembali tidur, matanya justru tertuju pada Sienna yang kini tengah fokus mengikuti pelajaran kedua hari ini.

Kringg... Kringg...

Bel istirahat berbunyi, membuat Sienna menghela napas lega. Astaga, otaknya sudah terasa panas. Dia butuh segelas es jeruk untuk menyegarkan diri. Dengan cepat, dia merapikan peralatan tulisnya lalu beranjak dari tempat duduk.

"Kamu nggak siap-siap?" tanyanya sambil berjalan menuju kantin.

Di seberang sana, Neo melirik ke arah jam di dekatnya. "Kalau gitu, aku siap-siap dulu. Jangan makan pedas," pesannya sebelum akhirnya bangkit dari kasur.

Namun, saat Neo hendak menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan, Sienna tiba-tiba berseru, "Eh, jangan dimatikan!"

Neo mengerutkan kening, bingung. "Kenapa?" tanyanya.

"Mau makan bareng kamu," sahut Sienna penuh semangat.

Bagi Sienna, ini seperti makan siang bersama Neo, meski kenyataannya Neo baru akan sarapan. Akhirnya, Neo menuruti keinginan pacarnya. Selagi menunggu Neo bersiap, Sienna memesan makanannya terlebih dahulu.

Tidak butuh waktu lama, Neo kembali muncul dengan tampilan yang lebih segar. Sienna yang menatapnya melalui layar ponselnya langsung terpana.

"Kamu kok tambah ganteng sih di sana?" celetuk Sienna, sukses mengalihkan perhatian Neo dari dasinya.

Neo melirik sekilas ke arah layar sebelum kembali fokus merapikan dasinya.

"Aku jadi takut cewek-cewek di sana kepincut sama kamu," tambah Sienna dengan nada manja.

Neo menghela napas. "Kita sudah bahas ini, kan? Jadi, stop overthinking," ujarnya sambil tetap berkutat dengan dasinya.

Sienna memilih diam, memperhatikan Neo yang tengah bersiap-siap. Tidak lama, dia melihat Neo membawa ponselnya keluar kamar. Dari balik layar, Sienna bisa mendengar suara seseorang di latar belakang.

"Tuan Muda, saya sudah siapkan sarapan Anda di meja makan," Ucap seorang pria yang sejak tadi telah menunggu kemunculan Neo.

Neo melangkah menuju ruang makan dan menyandarkan ponselnya, membuat Sienna akhirnya bisa melihat dengan jelas desain interior penthouse Neo yang mewah.

"Tuan Muda, Tuan Besar meminta Anda untuk ke perusahaan nanti sepulang dari sekolah," lanjut pria itu.

Sienna memperhatikan pria yang berbicara dengan Neo, lalu matanya membelalak.

"Noah?" sapanya spontan, membuat pria tersebut terkejut. Bahkan Neo pun menoleh dengan alis terangkat.

"Eh, maksudku, Kak Noah. Ya ampun, ternyata Kak Noah ganteng banget!" seru Sienna tanpa sadar.

Neo yang sedari tadi mendengar interaksi itu langsung berdeham keras, mencoba menegur.

"Ehem," Neo berdeham, menatap Sienna dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Sienna tersenyum kecil, menyadari bahwa ia baru saja sukses membuat Neo kesal.

»»——⍟——««

Hallo semua✨

Sebelum makasih udh mampir🐾

Buat yg suka cerita aku mohon dukungannya ya, biar aku semangat updatenya💐

Dan jangan lupa follow akun ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls. Karena disana aku bakal post visual dan beberapa cuplikan.

Oke see you semua!(⁠◠⁠‿⁠◕⁠)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!