CYTT(Part 07) Ash & Dash: Hadiah Perpisahan

Happy reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇ 

Dengan perasaan bahagia, Neo dan Sienna kembali ke villa. Sepanjang perjalanan, tawa mereka tidak henti-hentinya terdengar, menikmati kebersamaan yang terasa begitu ringan dan menyenangkan.

Namun, langkah mereka mendadak terhenti saat melihat dua mobil terparkir di halaman samping villa.

Sienna menelan ludah, matanya terpaku pada mobil-mobil itu. Jantungnya mulai berdebar kencang, firasat buruk perlahan menyelinap ke dalam pikirannya.

Dia menoleh ke arah Neo yang hanya memasang ekspresi datar. Tubuh Sienna menegang, tatapannya mulai goyah. Dengan gugup, dia menggenggam tali tasnya erat, seolah mencari pegangan di tengah ketidakpastian yang melingkupinya.

Menyadari perubahan sikap pacarnya, Neo semakin mendekat dan menggenggam tangan Sienna dengan lembut.

"Aku di sini," ucapnya tenang, mencoba menyalurkan ketenangan lewat sentuhannya. "Kamu nggak sendirian."

Sienna menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Aku gagal..." suaranya hampir berbisik. "Semuanya nggak berjalan seperti yang kita harapkan..." lanjutnya dengan nada suaranya penuh kekecewaan.

Neo menggeleng pelan, lalu menangkup wajah Sienna dan menatapnya dalam-dalam, seolah ingin menghapus ketakutan yang bersemayam di matanya. "It’s okay. Kita hadapi bareng-bareng, ya? Aku nggak akan ninggalin kamu. Apa pun yang terjadi, kita jalani sama-sama."

Mata Sienna mulai melembut, sedikit kehangatan muncul di tengah kecemasannya. Neo mengusap pipinya dengan ibu jari, memberikan keyakinan lebih padanya. "Aku di sini, apa pun yang terjadi."

Sienna menarik napas lagi, kali ini lebih stabil. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia membalas genggaman Neo, merasakan kekuatan yang diberikan oleh pria itu.

Perlahan, mereka berjalan mendekati villa. Langkah mereka terasa berat, namun Neo tetap di sisi Sienna, memastikan gadis itu tidak sendirian dalam menghadapi apa yang ada di depan.

Begitu sampai di depan pintu, Neo menggenggam tangan Sienna lebih erat. Kehangatan dari genggaman itu seakan menjadi pengingat bahwa dia tidak perlu takut.

Lalu, Neo membuka pintu… dan seketika suasana berubah.

Seorang pria paruh baya duduk dengan penuh wibawa di dalam ruangan. Tatapannya tajam, penuh otoritas.

"Puas main-mainnya? Papa rasa sudah cukup aksi kabur-kaburannya."

Suara berat itu menggema di ruangan, membuat tubuh Sienna langsung menegang. Dia menatap pria di depannya dengan perasaan takut, cemas, dan tidak percaya bahwa akhirnya dia harus menghadapi kenyataan ini.

Kenyataan bahwa dia gagal menyelesaikan misinya untuk menggagalkan keberangkatan Neo ke Swiss.

Berbeda dengan Sienna yang tampak gugup, Neo justru terlihat tenang. Sepertinya dia sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Sekarang pergi bersihkan diri kalian, dan malam ini kamu berangkat ke Swiss, Neo!" ucap pria itu dengan tegas.

Ya, pria paruh baya yang ada di depan mereka adalah Papa Neo.

Sienna mungkin lupa kalau Papa Neo dan orang tuanya adalah teman dekat, jadi tidak heran jika pria itu mengetahui keberadaan mereka di villa ini.

"Om tidak menyangka kamu bisa melakukan hal seperti ini, Sienna" Nada datar Papa Neo membuat Sienna semakin menegang.

Namun, sebelum dia bisa menjelaskan, Neo lebih dulu membuka suara. "Bukan salah Sienna. Saya yang merencanakannya" Sahutnya.

Papa Neo tersenyum sinis sebelum kembali berkata, "Papa sudah menduganya. Ternyata masih belum cukup kamu buat Papa malu dengan aksi berandal kamu, dan sekarang kamu libatin pacar kamu sendiri, anak dari teman Papa" Ujarnya.

Neo menatap pria itu tajam. "Dan penyebab semua ini adalah Anda" sahutnya menentang.

Sienna dapat melihat ketegangan di antara keduanya, dan dia tidak suka berada di tengah situasi ini.

Papa Neo menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Pergi bersihkan diri kamu. Setelah ini, Papa sendiri yang akan mengantarkanmu ke bandara."

Mau tidak mau, Neo dan Sienna menuruti ucapan Papa Neo.

Namun, sebelum itu, Neo berbicara pada Sienna. "Pergilah bersiap. Aku mau kamu ikut, tapi sebelum itu, aku mau bicara dulu sama dia" Ucapnya melirik sekilas ke arah ayahnya, menandakan bahwa mereka masih memiliki urusan yang belum selesai.

Sienna pun meninggalkan mereka berdua. Meski sudah keluar dari ruangan itu, bukannya merasa lega, Sienna justru semakin tidak tenang. "Kira-kira apa yang mereka bicarakan?" batinnya.

Sementara itu di dalam ruangan, suasana semakin dingin. Ayah dan anak itu saling menatap tajam sebelum akhirnya Neo kembali berbicara.

"Sebelum keberangkatan, saya ingin membawa Sienna ke suatu tempat."

Papa Neo menatapnya tanpa ekspresi. "Apa kemarin dan hari ini belum cukup? Papa tidak izinkan."

Neo menghela napas pelan. "Saya tidak sedang meminta izin pada Anda. Papa Neo mengangkat alis, tidak habis pikir dengan sikap putranya.

"Anda bisa mengikuti mobil saya. Saya pastikan kali ini saya tidak akan kabur. Tapi saya butuh bantuan anak buah Anda." Ucap Neo.

Meski bingung, Papa Neo akhirnya memilih untuk mengalah. Anggap saja ini sebagai permintaan terakhir anaknya sebelum berangkat ke Swiss.

Setelah itu, Neo menyusul Sienna untuk bersiap. Malam itu, mereka mengenakan pakaian yang serasi kaos putih dan celana jeans hitam.

Saat melihat mereka sudah siap, Papa Neo beranjak dari duduknya. "Kalau begitu, kita pergi sekarang. Bukankah masih ada yang harus kamu urus?" ucapnya, menatap Neo sebelum melangkah keluar.

Saat Papa Neo memasuki mobilnya, Sienna hendak mengikuti, tapi Neo justru menahan tangannya. "Kita naik mobil yang satunya" Ujarnya menuntun Sienna.

Sienna menoleh dengan bingung. "Kenapa kita nggak satu mobil sama papa kamu?" Tanyanya saat mereka sudah berada di dalam mobil.

Neo hanya tersenyum kecil sambil meliriknya sekilas. "Aku mau ajak kamu ke suatu tempat sebelum aku berangkat" Jelas Neo.

Sienna semakin bingung sekaligus penasaran. "Ke mana?" Tanyanya.

Alih-alih menjawab, Neo hanya mengusap kepala Sienna dengan lembut. "Rahasia" Ujar Neo.

Sienna langsung mendelik kesal, tapi akhirnya memilih untuk menurut. "Toh nanti aku juga bakal tahu," batinnya.

Setelah berkendara beberapa menit, mobil yang Neo kendarai akhirnya berhenti di depan sebuah tempat.

Sienna mengerutkan keningnya bingung. "Buat apa ke sini?" Batinnya.

Di atas bangunan itu terdapat papan nama besar bertuliskan 'PET SHOP', Sienna menoleh ke arah Neo dengan tatapan penuh tanya, tetapi pria itu hanya tersenyum.

"Ayo turun," ajaknya sambil membukakan pintu untuk Sienna. Meskipun masih bingung, Sienna akhirnya menuruti ajakan Neo.

"Kita ngapain ke sini?" tanyanya saat Neo menggenggam tangannya dan menuntunnya masuk ke dalam toko.

Neo menoleh dan tersenyum. "Cari teman baru buat kamu"

Sienna terdiam sejenak sebelum akhirnya menyadari maksudnya. Matanya membesar.

"Kamu serius?" tanyanya tak percaya.

Neo mengangguk santai. "Aku tahu kamu suka kucing, tapi nggak pernah punya satu pun. Jadi, pilih yang kamu suka."

Sienna tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagianya. Begitu masuk, mereka disambut oleh aroma lembut kayu dan sedikit wangi produk perawatan hewan.

Ruangan toko cukup luas, dengan lantai kayu terang yang memberikan kesan hangat. Cahaya dari lampu gantung di langit-langit menerangi setiap sudut, menciptakan suasana yang nyaman bagi pelanggan maupun hewan-hewan di dalamnya.

Di bagian depan, ada rak-rak kayu yang tertata rapi, berisi berbagai perlengkapan hewan seperti makanan, mainan, tempat tidur, dan aksesoris lucu.

Di sisi kanan, terdapat deretan kandang kaca tempat beberapa anak kucing bermain. Beberapa kucing terlihat melompat-lompat dengan lincah, ada yang menggulung tubuhnya di sudut, dan ada pula yang penasaran mendekati kaca saat Sienna berjalan ke arah mereka.

Di sudut ruangan, terdapat sebuah area khusus dengan tempat tidur kucing berbentuk rumah-rumahan kecil, tempat kucing-kucing yang lebih besar bersantai. Beberapa di antaranya tampak tidur dengan nyaman, sementara yang lain memperhatikan sekitar dengan tatapan penasaran.

Di bagian belakang toko, terdapat sebuah ruangan semi-terbuka dengan pohon-pohon kecil dan mainan panjat untuk kucing. Di sini, calon pemilik bisa berinteraksi langsung dengan kucing sebelum memutuskan untuk mengadopsi atau membelinya.

Seorang pegawai toko, mengenakan apron cokelat dengan logo toko di dada, tersenyum ramah saat melihat Neo dan Sienna masuk.

"Selamat datang! Sedang mencari teman berbulu, ya?" tanyanya dengan antusias.

Sienna yang awalnya bingung kini mulai bersemangat, matanya berbinar saat melihat kucing-kucing lucu di hadapannya.

Sienna menatap deretan kucing di dalam kandang kaca dengan mata berbinar. Saking lucunya, dia sampai kebingungan memilih.

"Lucu semua, sayang" keluhnya dengan nada putus asa.

Neo dan pegawai toko hanya terkekeh melihat tingkahnya. Sienna memang selalu seperti itu mudah jatuh cinta pada hal-hal menggemaskan. Namun, ia tahu diri. Mengadopsi satu kucing saja sudah menjadi tanggung jawab besar, apalagi dua.

Setelah cukup lama berperang dengan batinnya, akhirnya ia menjatuhkan pilihan. Seekor kucing berbulu tebal dengan kombinasi warna putih di bagian dada, kaki, dan sebagian wajahnya, serta pola tabby abu-abu di punggung dan ekornya.

Neo langsung mengurus proses adopsi, tapi matanya menangkap sesuatu. Sienna, yang berdiri di dekatnya, masih mencuri pandang ke arah seekor kucing lain. Kucing itu memiliki bulu lembut dengan perpaduan putih di bagian dada, wajah, dan kaki, serta beige dan krem di punggung dan ekornya.

Neo menggeleng pelan, tersenyum kecil, lalu menoleh ke arah pegawai toko. "Saya juga akan mengadopsi kucing itu," ujarnya santai.

Sienna langsung menoleh, terkejut. "Sayang, kamu mau melihara juga?" tanyanya polos.

Neo mengangkat bahu. "Bukan buat kamu," sahutnya tenang.

Sienna sontak menggeleng cepat. "Eh, jangan! Satu aja cukup. Lagian aku nggak yakin bisa ngurus dua sekaligus," ucapnya jujur.

Neo menatapnya dengan tatapan lembut. "Tapi kamu suka," balasnya singkat.

Sienna tidak bisa membantahnya. Memang benar, ia menyukai kedua kucing itu.

Neo menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Kalau gitu, biar aku yang ngerawat dia."

Sienna mendongak, menatap Neo dengan mata berbinar. "Serius?" tanyanya penuh antusias.

Neo mengangguk mantap. Tanpa berpikir panjang, Sienna langsung memeluknya erat.

"Kalau gitu, kita rawat ‘anak’ kita sama-sama, walaupun kita LDR!" celetuknya riang.

Neo terdiam sejenak sebelum akhirnya mengerutkan kening. "Anak?" Tanyanya.

Sienna mengangguk penuh semangat. "Iya! Ash dan Dash" ujarnya sambil menunjuk kedua kucing itu bergantian.

Neo akhirnya tertawa kecil. Astaga, kenapa pacarnya ini bisa seimut ini? Bisa-bisanya dia menyebut kucing-kucing itu sebagai 'anak' mereka. Tapi anehnya, ada kehangatan yang menjalar di dadanya.

Ya mungkin karena, untuk pertama kalinya, mereka benar-benar memiliki sesuatu yang bisa mereka sebut 'milik bersama'.

»»——⍟——««

Untuk ilustrasi visual, aku post di ig ya. Kalian bisa follow ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls, karena aku bakal post beberapa cuplikan adegan di sana. Oke thankyou semua!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!