Happy reading (。•̀ᴗ-)✧
⋇⋆✦⋆⋇
Di tengah suasana yang masih larut dalam kebersamaan, dua orang anak buah Papa Neo tiba-tiba mendekati Neo dan Sienna.
"Tuan Muda, biar kami yang bawakan barang-barang Anda," ucap salah satu dari mereka dengan hormat.
Sienna mendengus pelan. Lagi-lagi, semuanya sudah direncanakan oleh Neo. Dia harusnya sudah menduga ini, tapi tetap saja ada sedikit kesal yang mengusik. Neo, yang menyadari ekspresi kekesalan di wajah kekasihnya, hanya tersenyum tipis sebelum memberi instruksi.
"Bawa semua kecuali boneka ini. Oh, dan tolong bawakan kucing saya yang warna krem di dalam mobil" ucapnya, menyerahkan boneka besar itu kepada anak buah Papanya.
Setelah semuanya beres, Neo langsung menggandeng tangan Sienna dan mengajaknya masuk ke dalam bandara. Begitu melewati pintu masuk, mereka melihat Papa Neo yang sudah duduk di kursi tunggu di Area Lobi Keberangkatan, tampak sibuk dengan ponselnya.
"Jadwal keberangkatanmu masih setengah jam lagi," ucap Papa Neo singkat saat mereka mendekat.
Neo dan Sienna memilih duduk tidak jauh darinya. Tanpa berpikir panjang, Sienna menyandarkan kepalanya di bahu Neo, menikmati kehangatan yang tersisa sebelum mereka berpisah. Neo merespons dengan mengelus lembut kepala Sienna, membuat gadis itu semakin nyaman.
"Nyamannya" batin Sienna.
Keheningan itu terasa menenangkan, hingga tiba-tiba Sienna meraih ponselnya. "Mau ngapain?" tanya Neo yang langsung menyadari gerakan kekasihnya.
"Post sesuatu" jawab Sienna sambil mulai mengetik di layar ponselnya.
Neo ikut mengambil ponselnya, penasaran dengan apa yang diposting Sienna. Saat membuka media sosialnya, dia melihat unggahan terbaru dari akun Sienna.
Neo tersenyum tipis. Tanpa pikir panjang, dia mengetik komentar di bawah postingan itu.
Sienna yang membaca komentar itu menoleh ke Neo dan tersenyum lembut. "Of course, aku akan selalu bahagia selama ada kamu di hidupku." ucap Sienna secara langsung.
Namun, kebahagiaan itu sedikit terusik ketika Neo menemukan komentar lain di unggahan Sienna. Nama yang muncul membuat ekspresinya berubah.
"Ada yang bilang lucu tuh," celetuk Neo dengan nada tidak senang.
Sienna yang penasaran langsung mengecek komentarnya. Begitu melihat nama pengirimnya, dia langsung berbisik pelan. "Raven…"
Neo mendengus. "Aku belum pergi aja udah ada yang terang-terangan godain kamu."
Sienna tertawa kecil. "Bukannya udah biasa? Raven kan memang suka gangguin aku biar kamu kesal, bukan karena dia suka sama aku."
Neo tidak langsung membalas. Dia hanya menatap layar ponselnya dengan ekspresi sulit ditebak. Dalam hatinya, dia tahu Sienna salah.
"Raven suka kamu, Sienna. Aku bisa lihat itu dari matanya. Mungkin dulu dia hanya ingin menggodamu untuk membuatku kesal. Tapi sekarang… aku bisa merasakan perbedaannya" Batin Neo semakin gelisah.
Ini bukan sekadar godaan biasa. Ada sesuatu yang berubah, sesuatu yang semakin jelas bagi Neo, tapi sayangnya, Sienna belum menyadarinya.
"Jangan deket-deket Raven," ucap Neo tiba-tiba, suaranya terdengar lebih serius dari sebelumnya.
Sienna mengernyit bingung. "Hah? Sejauh ini aku nggak pernah dekat sama dia. Justru dia yang selalu gangguin aku," sahutnya dengan nada heran.
"Karena itu, kalau bisa hindari interaksi sama dia. Kalau dia mulai gangguin kamu lagi, bilang ke aku, oke?" Neo menatap Sienna dengan intens, seolah memastikan bahwa pesannya benar-benar dipahami.
Sienna menatap Neo sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Kamu ini kenapa sih? Cemburu?" godanya.
Neo mendengus. "Bukan cemburu. Aku cuma nggak suka dia ada di sekitar kamu terlalu sering."
Sienna tertawa pelan, kemudian menggenggam tangan Neo. "Aku cuma punya kamu, sayang. Aku nggak akan ke mana-mana."
Neo menatap Sienna dalam diam. Meski kata-kata itu membuat hatinya sedikit tenang, ada sesuatu yang tetap mengganjal dalam pikirannya. Sesuatu tentang Raven yang membuatnya tidak bisa sepenuhnya percaya bahwa ini hanya godaan biasa.
Tidak lama kemudian, suara pengumuman keberangkatan pesawat tujuan Swiss terdengar di seluruh bandara. Papa Neo yang sejak tadi diam akhirnya memanggil mereka.
"Neo, waktunya berangkat."
Sienna merasakan dadanya semakin sesak. Waktu terasa berjalan terlalu cepat, dan sekarang Neo benar-benar harus pergi.
Neo akan berangkat sendirian, tetapi Papa Neo sudah mempersiapkan segalanya untuknya di Swiss mulai dari tempat tinggal, keperluan sehari-hari, hingga seseorang yang akan mengawasi dan membantunya di sana.
Ketiganya berjalan bersama hingga tiba di gerbang imigrasi. Langkah Neo terhenti, begitu pula Sienna. Hatinya semakin berat.
"Jaga hati dan kesehatan, ya," ucap Neo lembut, menatap Sienna dalam-dalam.
Sienna mengangguk kecil, suaranya lirih saat menjawab. "Kamu juga."
Tanpa ragu, Neo menarik Sienna ke dalam pelukannya. Sienna tidak bisa lagi menahan air matanya. Tangisnya pecah dalam dekapan Neo.
"Aku sayang kamu," bisik Neo, mengecup puncak kepala Sienna dengan lembut.
Sienna mengeratkan pelukannya. "Aku juga," balasnya, terisak.
Sesaat mereka hanya diam, menikmati kehangatan yang sebentar lagi akan terasa jauh.
Lalu, dengan suara yang sedikit bergetar, Sienna berbisik, "Jangan bandel lagi, ya, sayang. Aku nggak mau kita dipisahin lebih jauh."
Neo terkekeh pelan mendengar permintaan polos itu. "Ada-ada saja kamu ini" gumamnya, tapi dia tahu betul maksud Sienna.
Pada akhirnya Neo harus melepaskan pelukannya, Sienna merasa dunianya sedikit lebih sepi. Dengan berat hati, dia melepas genggaman tangan Neo yang perlahan menjauh.
"Aku pasti balik," janji Neo, sebelum akhirnya melangkah menuju pemeriksaan imigrasi.
Sienna hanya bisa memandang punggungnya, berharap waktu bisa berputar lebih lambat. Begitu punggung Neo menghilang di balik gerbang imigrasi, Sienna masih terpaku di tempatnya. Ada perasaan kosong yang tiba-tiba menyelimuti hatinya.
Di tengah lamunannya, suara Papa Neo membuyarkan pikirannya.
"Om sudah pesan tiket buat kamu pulang. Anak buah om yang akan antar kamu," ucapnya dengan nada lembut. "Maaf, om nggak bisa antar langsung karena masih ada urusan di sini."
Sienna menoleh, mencoba menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman kecil. "Nggak apa-apa, om. Terima kasih."
Papa Neo mengangguk. "Kalau begitu, om tinggal dulu ya. Hati-hati di jalan. Kalau ada apa-apa, langsung kabarin om."
Sienna mengangguk patuh. Setelah menepuk pundaknya sekilas, Papa Neo berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Sienna sendirian di tengah keramaian bandara.
Sejenak, dia hanya berdiri diam, menatap kosong ke arah tempat terakhir Neo menghilang. Baru beberapa menit berpisah, tapi hatinya sudah terasa sepi.
Tidak lama kemudian, seorang pria mendekatinya. Pakaiannya rapi, dengan ekspresi tenang yang profesional.
"Nona, saya ditugaskan oleh Tuan untuk mengantarkan Anda pulang. Dan ini… kucing dari Tuan Muda," ujarnya sambil menyerahkan pet carrier berisi kucing berwarna abu-abu pemberian dari Neo.
Sienna menunduk, menatap kucing itu. Hewan kecil itu mengeong pelan, seolah tahu bahwa tuannya baru saja pergi.
Sienna menarik napas dalam, mencoba menguatkan hatinya. Dia lalu tersenyum tipis dan mengangguk.
"Baiklah, ayo kita pulang." Ucap Sienna sebelum melangkah menuju area check-in.
Tangannya memegang erat pet carrier berisi kucing miliknya, sementara pria yang ditugaskan untuk menemaninya berjalan di sampingnya dengan tenang.
Saat tiba di konter check-in, dia menyerahkan tiket yang sudah dipesankan oleh Papa Neo kepada petugas. "Tolong, satu bagasi tambahan untuk hewan peliharaan," ujarnya sambil menatap pet carrier di tangannya.
Petugas mengangguk dan mulai memproses check-in Sienna. Sementara itu, Sienna kembali menunduk, memperhatikan kucing kecil di dalam carrier. Hewan itu hanya duduk diam, sesekali mengeong pelan.
Setelah boarding pass berada di tangannya, Sienna dan pengawal pria itu berjalan menuju pemeriksaan keamanan. Langkahnya terasa lebih berat dibanding sebelumnya. Dalam diam, pikirannya terus dipenuhi Neo. Sejak awal, dia tahu hari ini akan datang, tapi tidak menyangka bahwa perasaan kehilangan ini akan secepat ini menghampirinya.
"Penerbangan Anda dijadwalkan berangkat dalam satu jam ke depan, Nona," ucap pria yang ditugaskan Papa Neo dengan nada sopan.
Sienna hanya mengangguk kecil. "Terima kasih."
Setelah melewati pemeriksaan, mereka menuju ruang tunggu. Sienna memilih kursi di dekat jendela, pandangannya terpaku pada landasan pacu di luar.
Pikirannya kembali berkelana, membayangkan Neo yang mungkin sekarang sudah duduk di dalam pesawatnya, siap berangkat ke Swiss. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Apakah dia juga merasakan hal yang sama?
Sienna menggigit bibirnya, menahan emosi yang bergejolak di dadanya. "Aku pasti akan terbiasa," batinnya, mencoba meyakinkan diri. "Neo juga pasti akan
baik-baik saja."
Namun, jauh di dalam hatinya, dia tahu bahwa perjalanan tanpa Neo di sisinya akan terasa jauh lebih sepi.
»»——⍟——««
Untuk ilustrasi visual, aku post di ig ya. Kalian bisa follow ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls, karena aku bakal post beberapa cuplikan adegan di sana. Oke thankyou semua!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments